Mungkin rasa nya ini aneh, kenapa
tiba-tiba mau membahas masalah Koran disini. Awalnya tulisan ini terinspirasi
karena salah satu tugas mata kuliah Botani Farmasi yang mengharuskan membuat
artikel tentang tanaman obat yang di publish lewat media massa. Entahlah mungkin
dosen ingin mengajarkan dan menumbuhkan bentuk pengabdian atau lebih tepatnya
kepedulian mahasiswanya kepada masyarakat. Tapi bukan hal itu yang mau di bahas
di sini, tapi mungkin lebih ke pemaparan kearah Koran itu sendiri.
Dari segi sejarah, Surat kabar di
buat pertama kali orang seorang berkebangsawanan Inggris bernama Benjamin
Harris pada tahun 1690 di Amerika Serikat. Surat Kabar tersebut di beri nama
‘Public Occurances Both Foreign and Domestick’. Namun surat kabar tersebut di
berhentikan dan tidak boleh beredar oleh karena tidak adanya izin terbit. Di
saat itu muncul kekhawatiran bahwa mesin-mesin cetak yang digunakan akan
menerbitkan berita-berita yang menggeser kekuasaan pihak colonial dan pejabat
agama. Setelah negara Amerika Serikat berdiri barulah bermunculan surat-surat
kabar. Namun oleh karena Interfensi politik maka surat kabar bersifat subjektif
dan tidak memuat berita secara objektif. Washington dan Jefferson yang
merupakan penguasa saat itu menggunakan surat kabar sebagai alat untuk
menjatuhkan satu dengan yang lainnya.
Kondisi semacam ini membuat
rakyar menginginkan amandemen yang menjamin kebenaran berita dalam surat kabar
. Pada awalnya amandemen ini tidak dapat bekerja dengan efektif sampai
terbitnya ‘The Herald’ oleh James Gordon Bennet. The Herald membuat isu politik
di bagian depan dan sisanya berisi isu bisnis, kehidupan sosial dan sebagainya.
Setelah The Herald muculah New York Tribune yang di dominasi oleh pembaca dari
kalangan petani.
Pada masa Lincoln muculah New York Times yang menambah ramai pangsa pasar surat kabar tersebut. Setelah perang saudara di Amerika Serikat munculah Pulitzer dengan New York World. Pulitzer adalah penerbit pertama yang menerbitkan surat kabar mingguan. Sepeninggal Pulitzer, New York World mencapai kesuksesaannya yang terbesar dengan terkenalnya ia dengan sebutan ‘wartawannya surat kabar’. New York World saat ini memegang dua buah majalah terkenal dan laris, Good Housekeeping dan Cosmopolitan.
Kondisi persurat kabaran di Indonesia juga mengalami pergolakan yang sama dengan persuratkabaran di Amerika Serikat dan sekitarnya. Dalam sejarahnya surat kabar dan koran di Indonesia juga mengalami pembredelan untuk melindungi kepentingan politik atau penguasa tertentu. Hal ini sangat dirasakan dalam masa orde baru. Menurut sejarah surat kabar dan koran, surat kabar dan koran di Indonesia di cetuskan oleh Pemerintahan Belanda. Pada saat itu muncul banyak surat kabar seperti Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode dan sebagainya.
Pada masa penjajahan Jepang surat-surat kabar tersebut di larang dan digantikan dengan Suara Asia, Sinar Matahari, Suara Asia, Asia Raja dan Tjahaja. Setelah masa kemerdekaan peran-peran surat kabar mulai di gantikan dengan Radio Republik Indonesia. Pada massa kemerdekaan sampai dengan jatuhnya Orde lama, surat kabar berada di dalam kendali penguasa dan pemerintah. Reformasi pada tampuk pimpinan B.J Habibie membuka kebebasan pers bagi Indonesia yang di atur dalam Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang di keluarkan oleh Dewan Pers. Demikianlah sejarah surat kabar dan koran di Indonesia.
Pada masa Lincoln muculah New York Times yang menambah ramai pangsa pasar surat kabar tersebut. Setelah perang saudara di Amerika Serikat munculah Pulitzer dengan New York World. Pulitzer adalah penerbit pertama yang menerbitkan surat kabar mingguan. Sepeninggal Pulitzer, New York World mencapai kesuksesaannya yang terbesar dengan terkenalnya ia dengan sebutan ‘wartawannya surat kabar’. New York World saat ini memegang dua buah majalah terkenal dan laris, Good Housekeeping dan Cosmopolitan.
Kondisi persurat kabaran di Indonesia juga mengalami pergolakan yang sama dengan persuratkabaran di Amerika Serikat dan sekitarnya. Dalam sejarahnya surat kabar dan koran di Indonesia juga mengalami pembredelan untuk melindungi kepentingan politik atau penguasa tertentu. Hal ini sangat dirasakan dalam masa orde baru. Menurut sejarah surat kabar dan koran, surat kabar dan koran di Indonesia di cetuskan oleh Pemerintahan Belanda. Pada saat itu muncul banyak surat kabar seperti Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode dan sebagainya.
Pada masa penjajahan Jepang surat-surat kabar tersebut di larang dan digantikan dengan Suara Asia, Sinar Matahari, Suara Asia, Asia Raja dan Tjahaja. Setelah masa kemerdekaan peran-peran surat kabar mulai di gantikan dengan Radio Republik Indonesia. Pada massa kemerdekaan sampai dengan jatuhnya Orde lama, surat kabar berada di dalam kendali penguasa dan pemerintah. Reformasi pada tampuk pimpinan B.J Habibie membuka kebebasan pers bagi Indonesia yang di atur dalam Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang di keluarkan oleh Dewan Pers. Demikianlah sejarah surat kabar dan koran di Indonesia.
Jadi jelaslah sudah bagaimana Koran
dulu dimanfaatkan untuk kepentingan politik, untuk saling menjatuhkan satu sama
lain dan yang paling terpenting Koran itu salah satu sarana untuk menyebarkan
opini. Dan kalau boleh mengutip perkataan salah seorang teman “Kekuasaan gaya
baru itu bukan lagi uang ditangan segelintir orang, tapi informasi di tangan
banyak orang.” Bagaimana dulu pada masa orde baru presiden Soeharto di turunkan
dari tahta nya tidak lain dan tidak bukan karena opini di masyarakat yang sudah
tidak menginginkan pemerintahannya lagi.
Jadi sungguh betapa dahsyatnya kekuatan opini ini dan mungkin agak sedikit
meluruskan pandangan orang tentang perkataan jangan terlalu banyak berbicara “talk less do more.” Berarti dia
benar-benar belum sadar tentang kekuatan opini ini. Bagaimana perang dunia II bisa
terjadi gara-gara seorang Hitler yang menyebarkan opini untuk membunuh kaum
yahudi di tengah-tengah masyarakat jerman.
Kesimpulan terakhir yang ingin saya sampaikan bukan berarti saya
membuat tulisan ini langsung menjudge bahwa
media massa itu menyebarkan opini buruk, bukan sama sekali hanya saja saya
berharap kita bisa lebih jeli lagi dalam memilah-memilih informasi yang ada. Jangan
selalu menelan bulat-bulat informasi yang ada, karena kadang itu akan
menghalangi mata hati kita untuk melihat kebenaran.