Sabtu, 26 Oktober 2013

Sebuah Tulisan untuk Jiwa yang Tak Pernah Mati


Bissmillahirrohmanirrohim ..
Assalamualaikum Wr. Wb.

Bunga yang hidup akan selalu mekar ..
Jadi terimalah salam untuk para Kemafar ..
Hidup Mahasiswa!
           
         
           Seiring kicauan burung yang selalu menemani mentari pagi, segala puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa atas segala nikmat yang diberikan kepada makhluk-Nya, Dia-lah yang menciptakan merahnya darah dan beningnya air mata. Sholawat bertangkaikan salam semoga selalu tercurah kepada nabi besar Muhammad saw. Insan yang telah merubah dunia, mendobrak pintu kebatilan dan merubah peradaban, membawa kita dari zaman kegelapan sehingga sampai pada zaman ini.
      Ada rasa yang tak biasa bisa dipertemukan dengan kalian para pejuang dalam laboratorium pengkaderan. Suatu kehormatan bisa membuat kolaborasi dengan kalian dalam kepanitian MABIM-PEKA 2013.
       Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih untuk kalian yang selalu menginspirasi, untuk kalian yang selalu mendedikasikan diri meskipun dengan posisi kita sebagai anak farmasi bukanlah hal yang mudah untuk menjalani ini. Awal sekelumit kisah ini berawal dari musyawarah dua angkatan dulu yang bahkan untuk maju mencalonkan diri pun masih harus memutar otak ribuan kali ditengah hecticnya kuliah dan amanah yang sudah terpikul. Tapi dibalik itu semua ada semangat yang kalian berikan. Semangat untuk membangun generasi kemafar menjadi lebih baik bahkan dari kemafar-kemafar yang pernah ada sebelumnya.
            Titik tolak itu selalu ada, dengan modal motivasi yang besar kita mengarungi laboratorium pengkaderan ini. Terimakasih untuk DPH yang telah menahkodai pengarungan ini. Terimakasih untuk Indra, Hakim, Dhean, Saiful, Cia, Nurul, Raisa, Beth, Agis dan Ferdy yang telah merelakan waktunya tersedot, jam malam nya bertambah untuk rapat disamping mengerjakan tugas. Untuk segala keadaan yang pernah terjadi kalian tahu penyebabnya, untuk segala emosi yang pernah meledak kalian pernah mengalaminya. Terimakasih untuk segala kerjakerasnya, kalian keluargaku.
            Terimakasih untuk para pimpinan yang telah sukses mewarnai MABIM-PEKA kita kita ini. Kita sukses membuat kolaborasi dengan warna khas kalian masing-masing. Terimakasih untuk Ninu, Cesis, Tazki, Nadia, Dewi, Novia dan Syah yang telah mewarnai acara tahun ini. Kalian hebat ditengah tugas yang datang mendera, ditengah deadline yang datang melanda, tapi kalian membuktikannya. Terimakasih untuk Aryo, Akmal, Amel, Beni, Pusgit, Putri, Wildan, Poppy, Valen, Wati, Kenny, Fariz, Elwitha, Andhini, Terry, Anzari, Komang, Dida, Pece, Gustyan, Wirda, Chrissel, Laura, Muti dan Tara atas kerja kerasnya sebagai Tatib-Evaluator. Meskipun dengan perubahan yang cukup signifikan tapi kalian membuktikan kualitas kalian, kalian Luar Biasa. Terimakasih juga untuk Anti, Rika, Andhiani, Panji, Rara, Anek, Anggy, Diah, Dewo, Fuah, Qori, Luthfi, Ige, Hadi, Agisa, Nica, Alfy, Tita, Resti, Erlina, Nadia, Sani dan Tia kalian membuat mozaik kalian sendiri ditengah perbedaan yang ada.
Terimakasih juga untuk Adit, Handi, Hilka, Riswanto, Mydha, Hima, Rini, Retha, Devia, Ilham dan Lina yang telah mendedikasikan dirinya merawat maba yang sakit. Terimakasih juga untuk Ivo dan Yockie yang telah sukses memanage rohani di mabim ini, menjalin kerukunan diantara umat beragama.
Terimakasih untuk pejuang super MABIM-PEKA kita, Hilmi, Bowo, Arnaj, Pras, Hendry atas dedikasinya yang tanpa batas, juga untuk Rabella dan Lazu serta Dinar, Septi, Riri dan Dainar Kemafar pasti bangga punya kalian semua.
Juga tidak lupa terimakasih untuk Ketua BEM, PSDM, SC, Komdis yang masih sempat-sempatnya mengurusi adik kalian ini ditengah kesibukan Skripsi, Sidang, TA, dll.
Masalah datang silih berganti membawa dinamika dalam kepanitiaan ini, tapi ini tanda pembuktian kita sebagai manusia seutuhnya. Karena masalah lah yang nyatanya mendewasakan kita, bukan pujian, bukan pula kehidupan yang datar tanpa ada hambatan karena pada dasarnya seperti kata pepatah “Pelaut yang hebat itu tidak dibesarkan dalam ombak yang tenang.”
Terimakasih untuk kalian semua yang karena kerelaan hatinya mengorbankan waktu liburannya, menyibukan hari-harinya hanya untuk membuat generasi Kemafar selanjutnya lebih baik lagi. Terimakasih telah membantu menyelesaikan laboratorium pengkaderan ini, semua kerja keras kita pasti akan terbayar karena hasil tidak akan pernah mengkhianati kerja keras.
Untuk angkatan 2013 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, selamat datang di dunia keras sesungguhnya, semoga MABIM-PEKA kemarin cukup membuat fondasi untuk masa depan kalian, semua yang kami lakukan hanya untuk membuat kalian jauh lebih baik dari generasi yang pernah ada. Sekarang kalian memikul estafet perjuangan Kemafar di bahu kalian, ketika masa nya tiba kami nantikan kalian di hari pembuktian untuk membuat Kemafar jauh lebih baik lagi. 
Terimakasih untuk kalian yang selalu menginspirasi ..
Semoga nurani kita tetap bernyala ..


Salam, dari hati untuk jiwa yang tak pernah mati ..
Ketua MABIM-PEKA 2013
Jaya Sukmana 

Aku ingin Menepi

Aku sudah melakukan pengarungan yang panjang, setidaknya untuk 2 tahun terakhir ini. Perjalanan yang tidak bisa dianggap mudah apalagi dengan statusku saat ini. Untungnya aku tidak sendirian, ditemani awak kapal yang begitu hebat dan nahkoda yang luar biasa. Kadang aku ditunjuk sebagai nahkoda, membawa berlayar kapal untuk mengarungi samudra. Ketika posisi ku mulai goyah karena badai sedang melanda, kalian mengajariku bagaimana cara mengemudikan kapal yang baik dan benar. Ketika aku mulai kehilangan arah perjalanan, kalian menunjukan jalan yang tepat. Bahkan ketika aku jenuh menghadapi perlayaran pun, kalian hadir dengan secangkir teh hanya untuk bercengkrama menikmati biru nya lautan.

Terimakasih untuk kalian yang sudah menemani perjalanan hingga detik ini. Aku senang bisa bekerjasama dengan kalian membangun laboratorium kehidupan kita. Tapi terlalu lama berlayar memang menjemukan juga. Terlalu lama di lautan kadang membuat lupa daratan. Padahal sejatinya di daratan lah kehidupan ini akan di langsungkan. Aku ingin mengejar mereka yang sudah sejak lama membangun fondasi-fondasi kehidupan masa depan. Sekarang aku benar-benar ingin menepi, setidaknya untuk saat ini.

Jumat, 18 Oktober 2013

9th kinerja SBY : Potret Buram Kesehatan Indonesia

Kesehatan merupakan kebutuhan setiap orang. Selain lewat pendidikan, bangsa yang maju di nilai dari taraf kesehatan warga Negara nya, karena dengan sehat setiap orang bisa melakukan hal produktif apapun untuk memajukan bangsa dan Negara nya. Menyadari pentingnya peran kesehatan dalam hajat hidup setiap manusia, pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih dalam bidang kesehatan. Ketika sector kesehatan tidak dapat dijalankan dengan baik ini akan membuat derajat sehat setiap insan Indonesia semakin rendah. Akibatnya produktivitas akan menurun dan roda perekonomian pun bisa lumpuh.
Ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola sector kesehatan bisa kita nilai dari total APBN yang pemerintah keluarkan. Total APBN yang pemerintah keluarkan pada tahun 2013 hanya sekitar Rp55,9 T. Meskipun mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya jumlah ini dinilai terlalu kecil karena jumlah ini hanya sekitar 3% dari total APBN 2013 yang hampir mencapai Rp1529,7 T (depkeu.go.id). hal ini jelas mengingkari amanat dari UU no.36 tahun 2009 tentang kesehatan, karena pada pasal 171 jelas disebutkan bahwa “Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.” Anggaran yang kecil itu pun jika berkaca pada tahun 2011 hampir Rp39,5 T nya habis digunakan untuk biaya pengobatan dan perawatan Penyakit Terkait Rokok (PTR) (sindonews.com). 
Sebagai Negara berkembang, Indonesia terus menggenjot neraca pembangunan  salah satunya dalam sector kesehatan. Sayangnya, pembangunan yang terjadi hanya untuk mengejar image. Pemerataan bidang kesehatan bukan dimaknai secara luas, namun hanya diintepretasikan secara parsial. Akibatnya pemerataan yang terjadi hanya sebatas pembangunan sarana-sarana fisik. Ini terlihat dari banyaknya puskesmas yang berdiri, namun tak terkelola dengan baik karena keterbatasan tenaga medis. Akhirnya, masyarakat pun masih tak mendapatkan pelayanan kesehatan secara optimal. Menurut Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) dari sekitar 8.800 unit Puskesmas, 20% diantaranya tidak memiliki dokter. Adanya kekosongan dokter maupun bidan, di sejumlah Puskesmas tersebut karena keengganan mereka untuk ditempatkan sebagai pegawai tidak tetap (PTT) di daerah yang jauh dari tempat asalnya. Hal ini bisa disebabkan multifactor, bisa jadi dokternya yang tidak bersedia atau memang tidak ada peraturan yang memaksa hal ini. Jika kita bandingkan waktu dulu terdapat adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 1975 yang mewajibkan semua tamatan dokter, bidan, dan perawat bersedia ditempatkan dimana saja, dan jika tidak mau maka akan mendapatkan sanksi, berbeda realita dengan sekarang ini. Sekarang aturan tersebut sudah tidak berlaku. Sehingga dokter, bidan, dan perawat boleh bekerja dimana pun di seluruh Indonesia. Sehingga para dokter tidak harus bekerja di daerah terpencil. Akibatnya, kesenjangan distribusi tenaga kesehatan antara perkotaan dan daerah terpencil kian tinggi. Misalnya untuk daerah-daerah di Indonesia yang memiliki SDM Kesehatan terbanyak berada di Jawa dan Bali dengan 301.402 orang tenaga kesehatan atau 45,08% dan yang paling sedikit berada di wilayah Nusa Tenggara dan Papua yaitu masing-masing hanya 26.168 orang atau 3,91% dan 16.293 orang atau 2,44% (tempo.co).
Belum lagi awal tahun 2014 ini akan diterapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dimana system ini akan menaungi semua pelayanan kesehatan Indonesia. Sistem ini berbasis asuransi social dan pasti akan menyedot semua perhatian massa karena pada awal pembuatan nya pun UU SJSN sudah menuai banyak polemic. Dari segi penerapannya pun SJSN belum tersosialisasikan dengan baik, dilihat dari banyaknya tenaga ahli medis yang tidak tahu posisi mereka di era SJSN nanti. Dari segi persiapannya bisa dibilang sangat minim apalagi dengan kondisi kekinian Indonesia. Dari segi jumlah tenaga medis saja terutama dokter umum di Indonesia masih belum ideal. Berdasarkan ketentuan rasio World Health Organization (WHO) seharusnya ada 40 dokter umum per 100 ribu penduduk. Saat ini, baru 33 dokter umum untuk 100 ribu penduduk (tempo.co). Belum lagi terjadi ketimpangan pemerataan SDM Kesehatan yang sudah dipaparkan diatas, padahal di era SJSN nanti dibutuhkan pelayanan kesehatan yang prima.
Semoga disisa detik-detik terakhir pemerintahan rezim SBY, polemic kesehatan di seantero negeri bisa diselesaikan dengan baik. SJSN yang akan diterapkan beberapa bulan lagi bisa dijalankan dengan optimal jangan sampai hanya untuk pencitraan ulang rezim mengahadapi pemilu 2014 saja dan semua kebutuhan primer masyarakat bisa terjamin terutama akses pelayanan kesehatannya.


Salam,
Jaya Sukmana
Kementrian Kajian Strategis
BEM Kema UNPAD 2013

Senin, 14 Oktober 2013

Reposisi Peran Pemuda di Era Modern



“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” 
–Ir. Soekarno
































Ucapan itu pernah dikeluarkan oleh presiden RI pertama untuk membakar semangat juang bangsa Indonesia yang sedang dihimpit para penjajah ditengah keinginan bangsa ini untuk hidup merdeka. 1000 orang tua untuk mencabut semeru dan 10 orang pemuda untuk mengguncangkan dunia. Begitu besarnya Soekarno menaruh harapan pada pemuda dengan penuh optimis dan keyakinan yang tinggi ketika mengeluarkan ucapan itu. Ucapan memang hanya sekadar kata, tapi dibalik kata akan selalu terkandung banyak makna.
Ketika mengenang kembali romantika sejarah, banyak sekali peran pemuda yang sudah dilakukan. Pemuda selalu mengambil posisi strategis dan garda terdepan dalam perubahan negeri ini, sehingga menjadi hal yang relevan ketika berbicara sejarah kebangsan secara utuh tidak pernah bisa dilepaskan dari sejarah kepemudaan. Pemuda selalu mengambil peran sebagai “pemberontak” yang sepertinya telah menjadi tradisi turun-temurun pada generasi muda selanjutnya. Banyak sekali gerakan yang pemuda pelopori, Budi Oetomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi Kemerdekaan 1945, generasi 1966 sampai gerakan 1998, yang kemudian dikenal dengan nama reformasi, semuanya tidak bisa dipisahkan dari semangat perlawanan dan jiwa pemberontakan kaum muda Indonesia. Dalam pengertian dan makna yang positif budaya perlawanan kaum muda melahirkan bentuk-bentuk budaya baru sebagai revisi atas budaya lama yang dianggap sudah tidak sesuai dengan jamannya.
Lalu bagaimana dengan nasib pemuda hari ini? Gerakan pemuda yang sarat dengan perubahan rasanya sudah langka untuk ditemui. Peran pemuda sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan generasi pengisi kemerdekaan rasanya saat ini perlu ditinjau ulang. Pemuda hari ini seperti terbuai dalam kehidupan semu, terlena dalam kemaksiatan yang bergelimang dosa, narkoba, seks bebas, pornografi. Padahal Allah sudah menerangkan dalam Al-Qur’an:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS. Al-A’raf: 96)
Fakta yang terjadi di Indonesia sangat jauh dari keinginan. Negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur hanya mimpi disiang bolong. Negara yang kaya akan sumber daya alam tapi seperti tikus yang mati didalam lumbung padi. Perilaku korup birokratnya, anak muda yang rusak perilaku moralnya seolah semakin menambah rentetan permasalahan di negeri ini. Wajar kalau dari hari ke hari Indonesia semakin terpuruk.
Kemandirian bangsa tentu saja menjadi atensi dari semua elemen bangsa khususnya pemuda sebagai pengemban masa depan bangsa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda memiliki peranan sejarah yang penting dan berkelanjutan dalam perjalanan kehidupan berbangsa. Mengingat peranan dan posisinya yang strategis dalam konfigurasi kehidupan berkebangsaan, sudah sepatutnya pemuda mesti dipandang sebagai aset sosial bangsa yang strategis dalam pola pembangunan negeri. Indonesia masa depan bisa diramalkan dengan melihat kondisi para pemudanya hari ini, karena pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari. Itulah sebabnya kalau ingin menghancurkan suatu negeri, maka hancurkanlah generasi muda nya terlebih dahulu.
Reposisi peran pemuda ini menjadi sebuah keniscayaan karena tantangan pada perubahan dunia secara global tidak lagi sama dengan tantangan perubahan dunia pada 10-20 tahun yang lalu. Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma karena generasi muda yang lahir saat ini bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat. Mereka hidup dalam era digital yang serba mudah dan instan. Pada posisi ini orangtua tidak lagi memiliki peran yang cukup untuk mengambil posisi “ing ngarsa sung tulodo” (di depan memberi contoh). Anak-anak muda ini telah memilih panutannya sendiri-sendiri. Anak-anak muda inilah yang sudah saatnya didorong ke depan untuk mengambil alih peran-peran inisiatif. Generasi yang lebih tua harus rela diposisikan “tut wuri handayani” (mendorong dari belakang) dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan kecerdasan serta akhlak yang baik untuk bekal agar mereka bisa mengarungi dunianya sendiri.
Isu seputar politik kaum muda, kepemimpinan orang muda, pengusaha muda, miliuner muda, intelektual muda, inventor muda bukan lagi sekadar wacana. Hal tersebut telah menjadi keniscayaan dunia yang memberikan ruang gerak dan ruang kreatif yang lebih luas untuk anak-anak muda. Memberikan peran dan tanggung jawab, serta identitas sosial yang lebih pada pemuda adalah bagian dari skenario membangun negara bangsa yang punya daya saing dan keunggulan yang siap dibandingkan dan disandingkan dengan bangsa-bangsa lain.

 
biz.