Jumat, 21 Februari 2014

Catatan dari Malang : Inilah Indonesiaku (Part I)

LK III dan Pramunas ISMAFARSI sudah berakhir hampir dua minggu yang lalu, tapi sungguh sensasi nya masih terasa. Bagaimana tidak, liburan semester ganjil kali ini dihabiskan dikota paling timur pulau jawa, kota malang.
Suasan berbeda, tentu dengan pengalaman berbeda pula. Pergi keluar kota kali ini bukan hanya untuk sekadar melancong, tapi untuk mengikuti event dua tahunan ISMAFARSI, LK III dan Pramunas yang kali ini diselenggaakan oleh tuan rumah Universitas Brawijaya, Malang.
Setiap pilihan pasti selalu mengandung konsekwensi, begitupun ketika memutuskan untuk mengikuti event ini, ada pilihan lain yang sudah di korbankan, KKNM. Sejak awal semester 5 memang sebenarnya sudah bingung, mau memilih KKNM atau LK III – Pramunas, dengan berbagai pertimbangan akhirnya pilihan itu berlabuh di kota Malang. Untuk mendapatkan sesuatu terkadang memang harus mengorbankan sesuatu, tinggal dipilih mana yang akan memberikan lebih banyak dampak kebermanfaatan. Bukan berarti KNNM tidak bermanfaat, hanya saja untuk KKNM kan masih bisa di ambil di semester depan, lain halnya dengan LK III dan Pramunas ini.
Pertama kali menginjakan kaki di kota Malang, disambut dengan udara nya yang hangat (atau entah karena sudah kedinginan didalam kereta). Kehangatan itu semakin bertambah karena tak berapa lama di stasiun bertemu dengan kawan-kawan dari ITB, UGM dan UNHAS. Seperti bernostalgia dengan kawan-kawan lama saat pertama kali bersua di Rakernas Medan setahun silam. Banyak juga wajah-wajah baru dengan karakter khas pengkaderan universitasnya masing-masing.
Saat masih menunggu jemputan di stasiun, kami mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama. Ya, tempat makan. Perjalanan sehari semalam memang menyisakan perut yang kelaparan. Akhirnya kami berangkat mencari tempat makan dengan jalan kaki sambil menikmati ke-eksotisan kota Malang. Kota Malang memang benar-benar indah, kota dengan predikat adipura ini benar-benar akan memikat mata siapa saja yang baru pertama kali menginjakan kaki di sana. Kotanya benar-benar bersih dengan udara nya yang masih asri. Tataletak kota nya juga luar biasa, bahkan Pedagang Kaki Lima di pinggiran jalan pun sudah sangat jarang ditemui. Singkat cerita, setelah makan kami berangkat menuju penginapan.
Sampai dipenginapan hanya beres-beres sambil menunggu kedatangan delegasi lain dan opening LK III. Dipenginapan sekamar dengan kawan-kawan baru, hanya satu orang kawan lama dari UGM. Kemudian opening di mulai dan hanya procedural ceremonial belaka. Malam-malam agak sedikit berbeda, karena diuji kemampuan basic tentang kepemimpinan, kemahasiswaan, ke-ismafarsi-an dan penguasaan makalah yang kita buat tentunya, suasana nya benar-benar seperti akan menghadapi ujian praktikum.
Tiga hari mengikuti LK III benar-benar merasakan sensasi yang tidak bisa diekspresikan. Pembicara-pembicara yang luar biasa dengan basis harakah nya masing-masing, benar-benar merasakan perbedaan perspektif dalam memandang dunia. Yang menggelikan saat pemberian materi dari pejabat structural IAI dan APTFI dalam dua materi yang berbeda, keduanya seperti sedang bergejolak, saling melakukan perang dingin (yang rasanya kurang layak kalau permasalahannya disebutkan disini). Kejadian ini benar-benar membuka mata, ini seperti cerita sinetron tapi benar-benar nyata. Wajar saja kalo kefarmasian hari ini terbentang hijab yang super tinggi antara realita dan idealita yang diinginkan, karena kita sendiri sebetulnya yang menciptakan hijab itu dari ketidaksinergisan yang terjadi. Kesinergisan itu mutlak diperlukan untuk membangun farmasi Indonesia yang lebih baik. Semoga kedua nya cepat ‘akur’, agar kita sebagai calon apoteker mendatang tidak menjadi anak ‘broken home’ karena kedua orang tuanya sedang terlibat masalah satu sama lain.
Masih tentang pemateri LK III, kali ini datang dari pejabat structural BPJS. Saat itu saya bertanya tentang keterlibatan nasib apoteker di era SJSN. Beliau kemudian menjawab apoteker terlibat pada aspek A dan B. Setelah itu, saya disuguhi makalah dari kawan UGM tentang kajian SJSN, didalam makalah itu terdapat tulisan dari orang yang sama dengan pemateri saat LK III, tapi dengan hasil yang berbeda, dalam makalah itu dituliskan bahwa nasib apoteker dalam era SJSN hanya terlibat dalam aspek A saja, sedangkan pada aspek B tidak terlibat dengan pengkajian terhadap UU dan PP yang berlaku. Dari situ sebetulnya ingin dialog langsung, tetapi karena keterbatasan waktu akhirnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Sebagai seorang manusia biasa mungkin kesalahan itu lumrah, tapi sebagai seorang policy maker yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak apa kesalahan seperti itu bisa ditoleransi? Aah, semoga ketika massanya nanti tiba, kita tidak mengulangi segala kesalahan yang dilakukan para pendahulu kita.
LK III pun akhirnya selesai dengan segala dinamika nya. Alhamdulillah, dihari terakhir saya diberikan kesempatan untuk mempresentasikan makalah saya dengan judul “Gaya Baru Gerakan Mahasiswa: Membalut Politik Nilai dengan Intelektual Keilmuan”. Setelah closing ceremony sambil menunggu kedatangan delegasi pramunas, kegiatan diisi dengan “Run Away in Malang”. Ini benar-benar seru karena seluruh peserta dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari lima orang. Setiap orang tidak boleh membawa dompet, setiap kelompok hanya diberikan uang 40ribu, kertas klu dan hanya satu orang yang boleh membawa handphone. Kita harus menuju tempat yang tertulis dalam klu. Klu selanjutnya ada ditempat tujuan dan begitu seterusnya. Benar-benar unforgettable moment setelah nyasar ke beberapa tempat dan terjadi tawar menawar dengan sopir angkot sampailah pada beberapa rute yang harus dikunjungi, museum brawijaya, pasar buku wilis, sarinah hingga taman bunga dekat kantor walikota. Diperjalanan dalam pencaharian klue ini benar-benar kembali terbius dengan ke-eksotisan kota malang. Sepertinya kalaupun harus dinobatkan menjadi tourism city kota Malang memang benar-benar layak.
Alhamdulillah, dengan berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan ini berarti saya sudah merasakan semua level latihan kepemimpinan di semua tingkatan. Mulai dari pengkaderan di tingkat fakultas (Lentera VI, LKMM Fakultas, Training for Delegation, LK I ISMAFARSI), kemudian di tingkat Universitas (SOL VI), lalu di tingkat wilayah (LK II ISMAFARSI) dan terakhir di tingkat Nasional (LK III ISMAFARSI). Dari kesemua levelan pengkaderan itu yang paling membedakan adalah dari keheterogenan para pesertanya. Semakin tinggi suatu jenjang pengkaderan maka semakin heterogen para peserta nya. Mereka datang dengan kekhasan pemikirannya masing-masing. Ada yang keras menuntut keidealan, ada yang lembut memberikan toleransi karena asas kekeluargaan. Semuanya majemuk, bak Indonesia yang terbentang dari timur ke barat. Tapi, disitulah letak sensasinya. Sensasi yang tidak akan pernah kita temukan jika hanya berkutat di internal kampus, dan itu adalah sebuah harga yang mahal yang sayang kalau harus dilewatkan begitu saja.

bersambung ..

Kamis, 20 Februari 2014

Hukum Kausalitas : Sebuah Refleksi

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” [QS. al-A’raf (7): 96] 
Akhir-akhir ini Indonesia memang sangat memprihatinkan, bencana terjadi dimana-mana. Awal tahun ini saja sudah terjadi banjir bandang di jakarta dan manado, cuaca buruk di sekitar pesisir, gunung sinabung meletus,  baru-baru ini gunung kelud di jawa timur pun sepertinya tidak mau kalah dengan gunung sinabung. Belum lagi ketika kita berkaca beberapa tahun kebelakang, tsunami di aceh, letusan gunung merapi, lumpur lapindo, gempa hebat dan banjir di beberapa kota yang semakin menambah hiruk pikuk di negeri (yang katanya dari dulu) sedang berkembang ini.
Melihat kondisi demikian, benak lalu menerka. Tiba-tiba teringat dengan penggalan ayat Al-Qur’an diatas. Ayat yang begitu familiar ketika dalam forum-forum kajian halaqoh, ayat tentang peringatan optional kehidupan. Logika pendek diri ini kemudian kembali menerka atas apa yang terjadi di Indonesia. Ayat diatas jelas-jelas dengan gamblang menyatakan sekiranya penduduk negeri-negeri `beriman dan bertakwa` maka akan ada nikmat yang melimpah dari langit dan bumi. Sebagian mufassir mendefinisikan nikmat dari langit itu berupa hujan. Di Indonesia, hujan yang seharusnya menjadi rahmat pun malah jadi bencana. Berarti memang ada konstruksi yang salah terkait masalah `beriman dan bertakwa` yang dibangun di Indonesia.
Kemudian pada lanjutan ayat-ayat diatas “..kemudian mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. Sedih memang, apalagi ketika melihat stasiun berita yang setiap harinya tidak pernah berhenti menayangkan berita-berita kriminal dan kemaksiatan. Hanya di Indonesia seorang ayah tega membunuh anak dan istrinya karena himpitan ekonomi. Hanya di Indonesia hakim kebingungan untuk menghukum aktris yang berzina dan hanya di jerat pasal penyebaran video pornografi karena memang tidak pernah ada hukuman untuk orang yang berzina apalagi jika dilakukan suka sama suka. Padahal dalam Al-Qur’an sudah jelas hukumannya untuk seorang pezina (buka QS. An-Nur : 2). Hanya di Indonesia aktris yang baru keluar dari penjara karena kasus pornografi disambut bak pahlawan yang baru pulang dari medan juang. Hanya di Indonesia proses pendegradasian moral dianggap sebagai hiburan, anak-anak dijadikan objek eksploitasi kemaksiatan. Islam hanya dijadikan dorongan ibadah ritual semata, jika mengutip kata buya hamka “..adalah hal yang tidak bisa diterima oleh akal mengikuti perintah Tuhan dalam hal sembahyang (solat) tapi mengikuti teori manusia dalam hal pemerintahan”. Itulah sebabnya banyak ayat-ayat Tuhan yang didustakan atau terdustakan dengan sendirinya, karena Islam hanya dijadikan option, not obligation.
Ooh Tuhan, ingin rasanya sehari saja stasiun berita itu berhenti menayangkan berita karena tidak ada lagi berita buruk yang bisa mereka liput karena Indonesia sudah makmur dan sejahtera.
Memang tidak pernah ada yang bisa memastikan, apakah bencana yang terjadi hari ini adalah azab Tuhan atau bukan, atau jangan-jangan hanya sekadar fenomena alam biasa. Jika karena gunung meletus orang-orang menjauh karena takut terkena dampaknya, maka Tuhan itu berbeda, semakin kita takut maka semakin kita harus mendekatkan diri kepadaNya. Yang pasti apapun yang terjadi kita harus merefleksi kembali kondisi ummat hari ini, karena tidak mungkin ada bencana tanpa adanya dosa yang kita perbuat, seperti hukum kausalitas tidak mungkin adanya akibat tanpa adanya sebab.

"Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Muslim)


Kamis, 06 Februari 2014

Meretas Jalan, Mengharmonisasikan Gerakan

Saat Presentasi Makalah
Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia atau yang biasa disebut ISMAFARSI merupakan sebuah lembaga mahasiswa sejenis yang menaungi lebih dari 50 institusi farmasi seluruh Indonesia. Posisi ISMAFARSI cukup representative untuk menampilkan wajah lembaga mahasiswa farmasi Indonesia mengingat cakupannya yang terbentang dari ujung timur hingga ke ujung barat Indonesia. Beberapa pekan lalu ISMAFARSI baru saja merayakan ulang tahun nya yang ke-58. Usia yang sudah cukup tua untuk organisasi mahasiswa. Lantas yang menjadi pertanyaan, di usia seperti itu apa yang sudah ISMAFARSI lakukan untuk bangsa ini? Atau jangan-jangan ISMAFARSI sedang terlena dalam ketuaannya.
Ketika ditanya apa yang yang sudah ISMAFARSI berikan, saya bingung untuk mendeskripsikannya. Beberapa kali menghadiri event wilayah, kerap kali masih dengan masalah yang sama, sepi peserta. Sidang-sidang yang dilakukan jauh dari kesan intelektual, seperti sebuah procedural yang harus dilewatkan begitu saja. Di event nasional suasanya mungkin agak sedikit berbeda karena bertemu dengan orang-orang yang lebih majemuk. Kader-kader ISMAFARSI hari ini seperti hidup dan menunggu dari satu event ke event lainnya, dari satu tempat wisata ke tempat wisata lainnya. Sangat jauh dari kesan pergerakan yang seharusnya di bangun.
Beberapa kali membaca tulisan di blog sekjen ISMAFARSI tentang advokasi dengan ketua IAI terkait masalah peran apoteker di era SJSN, promosi BIMFI, dll. Sebetulnya itu adalah suatu kemajuan, tapi seolah-olah bertumpu pada peran BPH saja. Tumpuan pergerakan ISMAFARSI seharusnya ada pada komisariat, dalam hal ini LEM (Lembaga Eksekutif Mahasiswa).
ISMAFARSI hari ini seperti terjebak dalam pengaturan event. Hanya melaksanakan event yang setiap tahun berulang. Untuk kader-kader jebolan LK2 di tingkat wilayah pun tidak ada pemberdayaan lanjutan. Jika hal ini terus terjadi bukan tidak mungkin ISMAFARSI akan mati dengan sendirinya. Komisariat (dalam hal ini LEM) yang merupakan akar rumput ISMAFARSI, setiap tahun punya agenda nya masing-masing, ketika ISMAFARSI masih terjebak dalam pengaturan event akan terjadi dua kepentingan yang sama. Itulah sebabnya ISMAFARSI masih terus-terusan berkutat dengan masalah internal.
Komisariat hari ini hanya bergerak sporandis sesuai dengan kepentingan kampusnya masing-masing, itulah mungkin salah satu sebabnya taring mahasiswa farmasi tidak pernah terasa. Posisi ISMAFARSI yang strategis itu seharusnya bisa mengakomodir gerakan-gerakan komisariat menjadi satu gerakan terpadu yang harmonis, sehingga nanti kedepannya orang akan melihat ISMAFARSI sebagai salah satu kekuatan yang patut diperhitungkan dalam ranah pergerakan mahasiswa Indonesia.
Sudah saatnya kita merefleksi kembali gerakan yang kita bangun. Masing-masing dari kita harus menyadari untuk apa sebenarnya ISMAFARSI dibentuk. Untuk merubah arah perlayaran memang tidak mudah, tapi ini adalah alternative langkah yang harus ditempuh agar pergerakan ISMAFARSI lebih terasa.
Pertama, perlu dilakukan reposisi keanggotaan ISMAFARSI. Untuk membuat suatu pergerakan, hal ini sangat di tunjang oleh SDM-SDM nya. Lalu dimana SDM-SDM pergerakan? Jawabannya ada di Lembaga Eksekutif Mahasiswa. Menurut AD BAB IV pasal 8 “Anggota adalah Lembaga Eksekutif Mahasiswa S1 Perguruan Tinggi di Indonesia” serta menurut ART BAB I pasal 1 “Anggota ISMAFARSI adalah Lembaga Eksekutif Mahasiswa S1 Perguruan Tinggi di Indonesia yang ditetapkan dalam Munas dst.”
Dalam AD/ART ISMAFARSI jelas disebutkan bahwa keanggotaan itu adalah LEM bukan BSO atau Badan Otonom. Saya sangat mengapresiasi platform yang sekjen bawa untuk mengintegrasikan ISMAFARSI kedalam LEM karena itu salah satu cara untuk mengembalikan fitrah ISMAFARSI, agar kedepannya forum-forum yang ISMAFARSI adakan menjadi pusat berkumpulnya orang-orang pergerakan yang kaya akan nuansa intelektual, bukan hanya diisi sekadar oleh para pelancong wisata. Sehingga perlu dilakukan reposisi ISMAFARSI ditingkat komisariat yang masih sebagai BSO atau Badan Otonom menjadi LEM, karena LEM merupakan sumber-sumber SDM pergerakan.
Kedua, didalam RAKERNAS harusnya ada sesi untuk pembahasan arah pergerakan. Ketika mengikuti Rakernas di Medan bulan Januari 2013 lalu, ada sedikit kekecewaan. Rakernas ISMAFARSI tak ada bedanya dengan RAKER-RAKER organisasi intra kampus, hanya membahas program kerja. Hal ini sangat mubazir mengingat nama besar ISMAFARSI dan tujuan yang harus ISMAFARSI capai. Harusnya ada satu waktu khusus untuk membahas arah pergerakan yang akan ISMAFARSI lakukan. Saya sedikit mengambil contoh dari BEM SI (Seluruh Indonesia). BEM SI adalah aliansi untuk BEM se-Indonesia. Rakernas BEM SI digunakan untuk membahas isu-isu strategis apa yang akan dibawa selama setahun, misalnya korupsi, pendidikan, energy, dll. Begitupun seharusnya ISMAFARSI, karena ISMAFARSI merupakan forum LEM se-Indonesia harusnya dibahas juga mengenai isu-isu strategis apa yang akan kita bawa selama kepengurusan, misalnya isu tentang SJSN, uji kompetensi apoteker, spesialisasi apoteker dll. Sehingga kedepannya arah gerak kita lebih nyata dan terarah.
Ketiga, adanya pembahasan evaluasi kinerja dan isu kekinian farmasi. Untuk sebuah organisasi mahasiswa skala nasional, ISMAFARSI mungkin termasuk lama dari segi masa kepengurusan, yakni selama 2 tahun. Masa 2 tahun yang cukup lama itu harus nya membuat kita lebih leluasa dalam mengevaluasi kinerja yang sudah komisariat lakukan berdasarkan arah gerak di awal, hal ini juga sekaligus untuk menanggulangi komisariat-komisariat yang tidak aktif. Pembahasan evaluasi kinerja ini sekaligus untuk meninjau ulang juga terkait masalah arah gerak dan relevansi nya dengan kekinian isu-isu farmasi, apakah memberi dampak yang signifikan atau tidak bagi bangsa ini.
Keempat, Rapat Kerja Wilayah dilaksanakan setelah Rapat Kerja Nasional. Ketika kita ingin mengharmonisasikan gerakan di internal ISMAFARSI, ini adalah salah satu konsekwensi logis yang harus dilakukan. RAKERWIL adalah momentum awal bagi setiap wilayah untuk menentukan arah pergerakannya selama satu periode kepengurusan. Ketika dilaksanakan sebelum RAKERNAS, besar sekali kemungkinan adanya ketidaksinergisan antara pengurus pusat dan wilayah. Hal ini juga untuk mengantisipasi wilayah-wilayah yang hanya terjebak dalam event organizer. Posisi RAKERWIL setelah RAKERNAS ini akan membuat wilayah membahas intens tentang permasalahan kefarmasian yang ada di wilayahnya dengan mengembangkan isu hasil kongres nasional tanpa menggangu otonomi wilayahnya sendiri.

Beberapa perubahan memang adalah konsekwensi logis yang harus dilakukan. Sudah saatnya kita merevitalisasi kembali gerakan yang sudah lama di bangun ini. Kuncinya hanya satu, leburkan kepentingan pribadi dan bergerak untuk kebaikan bersama. Mari kembali rapatkan barisan dan harmonisasikan gerakan, karena Indonesia ini terlalu besar untuk kita gerakan sendirian.


Jaya Sukmana
Kemafar - Universitas Padjadjaran
Peserta LKMMF Nasional ISMAFARSI
di Universitas Brawijaya - Malang
25-27 Januari 2014

Saat Sesi Tanya Jawab

 
biz.