Tampilkan postingan dengan label Daily Note. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Daily Note. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 Agustus 2015

Menguatkan Kembali Akar Perjuangan Masa Lalu


Hari ini kita dilahirkan sebagai orang islam dan orang Indonesia, tapi sejak kecil kita tidak pernah diajarkan untuk bangga sebagai seorang muslim yang hidup di Indonesia. Betapa tidak, dalam buku-buku sejarah anak-anak pun kita lebih mengenal RA Kartini sebagai tokoh perempuan pembaharu daripada Cut Nyak Dien, kita lebih mengenal Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan daripada KH Ahmad Dahlan dan kita lebih mengenal Taman Siswa sebagai pelopor pendidikan modern daripada Jami’at Khoir. Kenyataan sejarah yang sudah banyak mengalami distorsi ini harus kita urai satu persatu, agar kita tahu kedepannya apa yang harus kita perjuangkan.
Dalam salah satu sejarah kontemporer, kita mengenal adanya Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai pelopor pendidikan modern di Indonesia. Padahal jauh sebelum Taman Siswa berdiri, telah lahir sebuah organisasi yang bernama Jami’at Khoir pada tahun 1901 di Jakarta. Visi utama Jami’at Khoir saat itu adalah untuk memberikan pendidikan islam modern karena menyadari dikotomi yang terjadi antara pendidikan modern dan pendidikan agama pada waktu itu. Sistem madrasah lama hanya menghasilkan lulusan-lulusan ulama yang tidak ada pengetahuannya tentang ilmu-ilmu modern dan system pendidikan formal hanya akan menghasilkan ahli-ahli yang sedikit pengetahuannya tentang ilmu agama.
       Menghadapi kenyataan demikian, orang-orang arab yang tinggal di Indonesia waktu itu terdorong dan tergerak nalarnya untuk mendirikan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, untuk mengintegrasikan pendidikan modern dan pendidikan islam agar bisa dihasilkan polymath, yaitu ulama-ulama yang fasih dalam bidang agama tapi juga ahli dalam ilmu pengetahuan modern.
Tujuan awal berdirinya Jami’at Khoir ini adalah untuk mendirikan sekolah islam dan pengiriman pelajar ke turki karena mempunyai jaringan dan kedekatan dengan kekhilafahan islam di istanbul. Pada tahun 1903, Cendekiawan Muslim yang berkumpul dalam wadah Jami’at Khoir ini kemudian mengadakan seminar dengan mengundang Ahmed Amir Bey sebagai utusan dari Khilafah Utsmani di Istanbul. Hasil dari seminar ini menyatakan bahwa haram bagi ummat Islam tunduk pada penguasa kafir. Inilah yang menjadi percikan kemerdekaan pertama, yaitu hembusan semangat untuk membebaskan diri dari penjajah kafir dan menjadi bangsa yang merdeka seuutuhnya.
Aktivitas Jami’at Khoir itu kemudian tercium oleh Belanda dan dianggap mengancam eksistensinya, sehingga keluarlah peraturan pemerintah belanda yang menyatakan bahwa:
1.      Orang asing terutama orang-orang Arab dilarang untuk melakukan kunjungan ke Indonesia
2.      Sultan, penguasa & abdi dalem dilarang pergi haji, dikhawatirkan akan terpengaruh pan-islamisme di Timur Tengah
3.      Mengharuskan orang yang sudah berangkat haji untuk mencantumkan gelar haji nya
Peraturan itu dikeluarkan oleh pemerintah Belanda untuk menjaga agar kaum pribumi tidak terpengaruh oleh provokasi dunia luar sehingga eksistensi mereka di bumi nusantara tetap terjaga. Belanda ingin agar pengaruh pan-islamisme tidak masuk dan menyebar di nusantara karena akan menyebabkan pergolakan hebat dalam menentang pemerintah kolonial. Pembatasan oleh pemerintah Belanda itu kemudian dirasakan oleh aktivis Jami’at Khoir, akhirnya aktivis-aktivis Jami’at Khoir yang mayoritasnya adalah santri dan intelektual Muslim banyak yang membentuk organisasi baru. Sebut saja Haji Samanhudi yang kemudian membentuk Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905, KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, Syeh Ahmad Syurkati yang kemudian mendirikan Al Islam wal Irsyad pada tahun 1914 dan KH Ahmad Halim yang mendirikan Perikatan Oemat Islam (POI) pada tahun 1917. Sebagian besar organisasi ini didirikan untuk menyebarkan dakwah islam dan menangkal kristenisasi yang dilakukan oleh missionaris yang masuk ke Indonesia. Organisasi ini pula lah yang dikemudian hari yang menjadi cikal bakal dalam menghebuskan semangat jihad untuk mengusir pemerintah kolonial dari bumi nusantara.
           Pada tanggal 17-24 Juni 1916 diadakanlah National Indesche Congress (NTICO) pertama di Surabaya yang dimotori oleh Serikat Islam (SI) yang dihadiri oleh 80 lokal SI yang mewakili 360.000 anggota. Tema pembahasan kongres pertama ini adalah Sosialisme dan Demokrasi dalam pandangan Islam. Pada kongres ini, karena melihat posisi Belanda yang masih sangat kuat sehingga diperlukan faham baru untuk menyatukan seluruh masyarakat dalam mengusir Belanda sehingga lahirlah semangat kemerdekaan dan rasa kebangsaan  yang pada akhirnya faham ini akan menjadi cikal bakal lahirnya Nasionalisme. Perlu dipahami bersama bahwasanya nasionalisme ini lahir sebagai strategi untuk mengakomodir kekuatan-kekuatan lokal agar mau bergerak tanpa sekat dan bersatu untuk memperjuangkan kemerdekaan.
         NTICO kedua kemudian dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 20-27 Oktober 1917. Tema pembahasannya pada waktu itu adalah tentang pembelaan (advokasi) rakyat terhadap tanah, raad agama, persewaan tanah, industry gula, pengadilan, perumahan dan nasionalisme.
            Setelah itu dilaksanakan kembali NTICO ketiga pada tanggal 29 September-6 Oktober 1918 yang diikuti oleh 87 lokal mewakili 450.000 anggota. Tema pembahasan NTICO kali ini adalah penghapusan kerja rodi, turunkan pajak, perluas pengajaran rakyat dan tanah untuk rakyat miskin.
Setelah sukses dengan maneuver-manuver gerakannya, Serikat Islam mengadakan kembali NTICO keempat di Surabaya pada tanggal 26 Oktober-2 November 1919. Kali ini Serikat Islam berhasil memperluas keanggotaannya hingga berjumlah 2,25 juta orang. Tema pembahasan kali ini adalah “kapitalisme berdosa dan bersatulah kaum melarat”.
Terakhir NTICO kelima dilaksanakan di Yogyakarta. Tapi karena pada periode ini Serikat Islam sudah mulai tersusupi komunis, jadi tema pembahasannya adalah Pendisiplinan Organisasi. Setelah NTICO kelima ini Serikat Islam terbelah menjadi dua bagian, SI Putih yang tetap berasaskan islam dan SI merah yang akan menjadi cikal bakal lahirnya Partai Komunis Indonesia (PKI).
     Dalam perkembangannya, gerakan-gerakan islam inilah yang nyatanya menjadi pelopor kemerdekaan. Barisan-barisan jihadis yang mempunyai semangat tinggi dengan jargon hidup mulia atau mati dengan syahid menjadikan mereka pasukan yang tangguh dan tak gentar menghadapi musuh meskipun dalam cerita-cerita klasik senjata yang digunakan hanya bamboo runcing.
Semangat inilah yang seharusnya kita teladani bersama, menjadikan islam bukan hanya sebagai dorongan beribadah, tapi sebagai naluriah dalam bermasyarakat. Menjadikan islam sebagai gerakan terpadu yang tersusun rapi dan mengakomodir kehadirnya dalam spirit bernegara. Apalagi ketika kita menyadari dalam era keterbukaan Indonesia hari ini, menyebabkan Indonesia dalam pertarungan terbuka antar ideology dan menempatkan islam sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan untuk mendapatkan kemerdekaannya kembali yang hakiki.

tulisan ini dibuat untuk Forum Negarawan Muda.
Link : http://www.negarawanmuda.org/2015/06/12/menguatkan-kembali-akar-perjuangan-masa-lalu/

Selasa, 06 Januari 2015

Selamat datang di PT Indonesia Raya Tbk

     
gambar diambil dari www.google.com

        Daripada mengucapkan selamat tahun baru 2015, mungkin lebih tepatnya saya ingin mengucapkan selamat datang di PT Indonesia Raya Tbk. Tadinya tulisan ini mau saya beri judul “Negara itu bukan Koorporasi”, kemudian tetiba ingat salah satu mata kuliah Kewirausaahaan yang baru saja berakhir semester lalu yang pernah membahas tentang Perseroan Terbatas (PT), mungkin ini yang lebih cocok untuk kondisi Indonesia hari ini. Tapi sebenarnya ini nggak penting sih, kalau yang namanya judul ya suka-suka penulisnya aja :p. Singkat kata, diakhir kalimat pembuka ini saya mau ngucapkan selamat untuk Negara kita yang secara tidak resmi dan tidak legal telah menjadi Koorporasi. Horee *prok prok prok*
Perseroan Terbatas atau lebih sering disingkat PT adalah suatu badan usaha yang berorientasi profit. PT biasanya dikuasai oleh pemegang saham dimana yang memiliki saham yang paling besar, dialah yang berkuasa. PT ada yang bersifat privat dimana pengelolaannya oleh segelintir orang (biasanya keluarga), tapi ada juga yang bersifat terbuka. Untuk jenis PT yang bersifat terbuka, biasanya sudah go public dan masuk kedalam bursa saham dimana setiap orang boleh berlomba-lomba membeli saham didalam PT tersebut. Karena orientasi utama PT adalah profit, hal ini berakibat pada setiap gerak dan tindakannya. Apa-apa yang menguntungkan akan dikerjakan dan apa-apa yang merugikan akan ditinggalkan sehingga cara kerja dari koorporasi ini cenderung oportunis mengingat kondisi ekonomi-sosial-politik didunia ini pun yang terus-terusan berubah.
Satu hal yang pasti, Negara itu bukan koorporasi. Setiap kegiatan dan orientasinya tidak hanya sebatas terpaku pada angka-angka kalkulasi, ada tujuan mulia yang harus dikejar yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Ketika orientasi mengejar tujuan sudah terpragmatisasi oleh angka-angka ekonomi, adalah sesuatu hal yang wajar kalau subsidi bbm yang pemerintah keluarkan selama ini dianggap membebani anggaran dan tidak tepat sasaran.
Masyarakat Indonesia memang mendapatkan kado manis tahun baru dari pemerintah dengan pencabutan total subsidi bbm (untuk kategori premium). Sebagian masyarakat menyambut gembira berita ini karena akibat kebijakan ini bbm mengalami penurunan menjadi Rp.7600/liter dari sebelumnya Rp.8500/liter. Bagaimana tidak, harga bbm yang turun siapa yang tidak senang? Tapi kebijakan ini adalah sebuah blunder karena telah menyerahkan harga bbm kepada mekanisme pasar. Setelah penetapan kebijakan ini, harga bbm turun karena memang harga minyak dunia sedang turun. Ketika harga minyak dunia kembali normal, maka harga bbm pun akan naik kembali. Harga minyak dunia yang selalu fluktuatif pun akan mengakibatkan harga minyak di tingkat eceran naik-turun setiap bulannya. Hal ini akan berakibat dengan daya beli masyarakat, karena setiap kenaikan harga bbm pasti selalu dibarengi dengan kenaikan bahan pokok bukan? Tidak pernah ada sejarahnya dan dalam teori ekonomi madzhab manapun yang pernah menyebutkan kalau kenaikan harga bbm akan berbanding terbalik dengan harga-harga lainnya. Kebijakan ini juga menuai kontroversi karena dianggap melanggar Putusan MK No 002/PPU-I/2003 untuk UU Migas dimana menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh pasar karena BBM termasuk dalam barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta bernilai strategis bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya.
Mengingat sector migas yang demikian pentingnyanya, rasanya mencabut total seluruh subsidi bbm bukanlah keputusan yang bijaksana meskipun subsidi tersebut dialihkan untuk sector yang sangat produktif, karena suatu waktu pemerintah pasti tidak akan bisa mengontrol inflasi yang terjadi.
Kalau kita adalah orang yang suka dengan teori-teori konspirasi, mungkin kronologis yang belakangan ini baru saja terjadi patut untuk di analisis. Harga BBM naik (dari 6500/liter menjadi 8500/liter) à George Soros datang à Harga BBM turun (dari 8500/liter menjadi 7600/liter) à subsidi dicabut à and then? Mekanisme pasar tentu saja. Ahh, tapi sebagai seorang Muslim mari kita berhusnudzon saja, Pak Jokowi dan kroni-kroninya eh jajarannya pasti mau yang terbaik untuk PT. Indonesia Raya tbk.
            Kado tahun baru sepertinya memang belum selesai. Pencabutan subsidi bbm ternyata dibarengi dengan pencabutan subsidi lainnya, seperti subsidi untuk kereta api jarak jauh dan menengah. Akibat pencabutan ini, harga tiket kereta api untuk jarak jauh dan menengah naik menjadi lebih dari 100% nya. Pemerintah mungkin memang sangat jeli melihat peluang. Ditengah rumitnya system transportasi jalanan yang padat dan seringkali menyebabkan kemacetan serta akibat harga bbm yang naik sehingga mengakibatkan beban transportasi jalanan membengkak akan mengakibatkan masyarakat beralih mencari alternative transportasi yang murah, dan itu (biasanya) dengan kereta (tapi itu dulu sebelum Negara api menyerang). Setelah subsidi kereta dicabut, apa yang harus kita pilih? Oh Tuhan, kita hanya orang-orang yang tertekan oleh kebijakan pasar.
Satu hal yang saya khawatirkan, kalau pemerintah terus-terusan menganggap subsidi sebagai beban anggaran, jangan-jangan nanti subsidi pemerintah untuk obat generic pun akan dicabut karena dirasa tidak tepat sasaran. Obat generic disubsidi pemerintah agar akses masyarakat terhadap obat-obatan menjadi lebih mudah. Tapi karena ketidakpahaman masyarakat dan tidak berjalannya fungsi apoteker sebagai pemberi informasi obat di front line, sehingga akses masyarakat miskin ketika dihadapkan pada pilihan antara obat generic dan obat paten, pasti kebanyakan akan memilih obat paten meskipun dengan harga sedikit mahal karena masih adanya paradigm obat yang lebih mahal pasti lebih baik. Malahan ketika ada kasus demikian, orang-orang kelas menengah ke atas yang notabene mendapatkan pendidikan lebih baik akan memilih obat generic sebagai drug of choice karena obat generic mempunyai kualitas yang tidak jauh berbeda dengan harga yang relative murah karena telah mendapatkan subsidi pemerintah. Dengan fakta demikian, rasanya alasan pemerintah untuk mencabut subsidi obat generic pun cukup beralasan dan kedepannya nasib obat generic pun akan sama seperti nasib bbm dimana setiap bulannya pemerintah harus menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk masing-masing setiap jenis obat. Biarkan saja waktu yang menjawabnya tapi semoga kekhawatiran itu tidak terjadi.

Kamis, 01 Januari 2015

Penulisan Ilmiah, Riwayatmu Kini

Indonesia adalah Negara luas yang terbentang dari sabang sampai merauke dengan jutaan jiwa di dalamnya. Wilayah yang luas ini membuat Indonesia kaya akan budaya yang beragam. Meskipun berbeda-beda, tapi dari kemajemukan ini kita bisa mengambil sedikit benang merah, bahwa kehidupan masyarakat Indonesia masih sangat kental dengan budaya lisan nya.
Dalam Negara berkembang seperti Indonesia, budaya lisan memang masih mendominasi dibandingkan dengan budaya membaca-menulis. Orang-orang di Negara maju mempunyai masalah yang lebih kompleks daripada Negara berkembang, sehingga masyarakatnya lebih suka menulis analisa secara lebih mendalam daripada membahas nya secara verbal.
Universitas dalam hal ini pendidikan tinggi seharusnya bisa menjadi leading indicator dalam kemajuan suatu bangsa. Apalagi sebagai insan akademis, seharusnya budaya menulis itu sudah tumbuh dan menjadi kebutuhan tersendiri seperti halnya kita perlu makan dan minum setiap hari. Tapi pada faktanya, di Indonesia tidak demikian. Buktinya, menurut data scopus per 1 Agustus 2012 hanya ada 54 institusi perguruan tinggi di Indonesia. Scopus adalah database yang berisi bibliografi abstrak dan kutipan (citation) untuk artikel jurnal ilmiah terbesar didunia. Scopus mencakup hampir 18.000 judul dari lebih dari 5.000 penerbit internasional, termasuk di dalamnya 16.500 peer-review jurnal dalam bidang sains, teknik, kedokteran, dan sosial (termasuk seni dan humaniora) (kopertis12.or.id). Scopus mencatat berdasarkan jumlah publikasi dan hanya ada 54 institusi perguruan tinggi yang terdaftar (mempublikasikan jurnal), padahal di Indonesia ada ribuan institusi perguruan tinggi. 
            Menurut survey webometric, institusi perguruan tinggi di Indonesia yang menempati peringkat teratas adalah UGM dengan peringkat 414 dunia. Penilaian webometrik ini didasarkan pada beberapa kriteria: Presence, Impact, Openness, Excellence (ub.ac.id). Menilai keaktifan setiap universitas di internet berdasarkan tulisan, publikasi ilmiah, dll.
            Belum lagi jika kita membandingkan publikasi Negara kita dengan Negara-negara di ASEAN seperti Thailand dan Malaysia, jelas angka publikasi kita sangat ketinggalan jauh.
Memang tidak mudah meninggalkan ketertinggalan, apalagi melihat sejarah kelam bangsa kita pada masa penjajahan dimana pendidikan hanyalah sebuah alat untuk menghasilkan orang dengan mental budak. Kita terlanjur harus menyeret beban sejarah yang payah, beban sejarah manusia terjajah. Pendidikan awal yang kita dapat pun hanya pendidikan untuk menghasilkan pegawai administratif yang murah. Setelah orde baru, pendidikan kita diterkam oleh kepentingan politis untuk melanggengkan keadaan, dan tantangan hari ini adalah bagaimana menumbuhkan budaya menulis agar kita tidak hanya menjadi suku cadang yang siap di supply untuk kepentingan pabrik-pabrik kapitalisme global.

Referensi

Menggeser Kapitalisasi Media Televisi menuju Pelayanan Kesehatan Dasar yang Prima

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya karena merupakan hak yang fundamental bagi setiap individu tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan harus berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna. Walaupun pada kenyataannya masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan, terutama masalah pembiayaan dari segi APBN. Jika ditinjau dari segi APBN, anggaran kesehatan memang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Misalnya pada tahun 2012 anggaran kesehatan hanya sekitar 3,1% kemudian naik pada tahun 2013 menjadi 3,4% dan menjadi 3,8% pada tahun 2014 (depkeu.go.id). Meskipun mengalami kenaikan, hal ini tetap saja masih mengkhianati apa yang diamanatkan oleh undang-undang, yakni seharusnya anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN.
Dengan Anggaran dana yang terbatas tersebut, kualitas pelayanan kesehatan tetap dituntut yang terbaik. Akhirnya, banyak investor swasta yang kemudian menanamkan modalnya dalam bidang kesehatan. Kondisi ini membuat biaya kesehatan tidak terjangkau dan harga obat melambung tinggi, apalagi mengingat daya beli masyarakat Indonesia terbilang rendah karena garis kemiskinan masih tinggi, sehingga muncul persepsi “kalau orang miskin di Indonesia itu dilarang sakit!”.
Untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah :
  1. Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya
  2. Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
  3. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
  4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
  5. Imunisasi
  6. Pengobatan dan pengadaan obat

(Organisasi Kesehatan se-Dunia, 1990)
Karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehatan yang layak bagi setiap individu, maka perencanaan, pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperlukan mulai dari pengadaan barang sampai dengan biaya promosi.
Pendidikan tentang kesehatan umum mulai dari kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif harus digalakan. Persediaan pangan, air minum dan gizi yang baik untuk anak-anak harus dicukupkan. Sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak juga harus mulai dikampanyekan. Imunisasi dan harga obat harus ditekan serendah-rendahnya agar terjangkau oleh daya beli masyarakat saat ini.
Masalah yang kemudian hadir adalah dana yang tersedia dari APBN masih relatif kecil, sedangkan pengelolaan kesehatan Indonesia tidak melulu hanya untuk aspek-aspek diatas. Untuk kegiatan promotif dan preventif saja memerlukan dana untuk promosi yang terbilang tidak murah jika dilakukan di media massa terutama dalam bentuk iklan. Cara sanitasi yang baik, pelayanan kesehatan ibu dan anak juga harus mulai dikampanyekan dan memerlukan biaya untuk promosi. Pun dengan harga obat yang melambung tinggi, salah satunya disebabkan oleh biaya promosi yang tinggi pula selain biaya distribusi dan produksi karena bahan baku kita yang masih impor (Ramadhitya, 2011).
Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) tahun 2006 menyatakan bahwa 61,6% dari seluruh iklan yang beredar di Indonesia ditayangkan di televisi. Perkembangan dunia periklanan Indonesia kian pesat dari waktu ke waktu. Dunia luarpun merespon perkembangan ini dengan gencar mananamkan modalnya pada sector periklanan dan pemasaran. Lambat laun, Indonesia menjadi salah satu Negara tujuan utama produk-produk Negara maju. Pemasaran produk tersebut tidak akan efektif tanpa didukung oleh promosi produk pada media, baik media cetak maupun elektronik. Namun dari sekian banyak media yang ada, televisi menjadi media yang dipilih untuk beriklan. Di Indonesia televisi begitu efektif karena budaya masyarakat Indonesia yang lebih gemar menonton daripada membaca. Apalagi saat ini Indonesia sedang di banjiri produk teknologi buatan cina dengan harga murah, sehingga membuat akses masyarakat terhadap media televisi menjadi sangat mudah. Momentum ini tentu saja dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk mempromosikan dagangan nya. Semakin tinggi rating suatu stasiun televisi, maka harga yang di patok untuk promosi pun semakin tinggi, hal ini pula yang menyebabkan televisi mengejar rating setinggi-tingginya, walaupun kadang acara-acara yang ditampilkan tidak mendidik dan amoral. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan seharusnya bisa mengatur televisi sebagai media edukatif dan mengharuskan setiap stasiun televisi melakukan aktivitas promotif dan preventif dalam bentuk acara/iklan-iklan yang kreatif sebagai bentuk timbal balik dari aktivitas kapitalisasi yang mereka lakukan. Media bisa bekerja sama dengan kementerian kesehatan atau pihak terkait dalam mempropagandakan pola hidup sehat, sanitasi dasar atau aktivitas-aktivitas promotif lainnya semisal pencegahan untuk penyakit-penyakit endemik Indonesia, dll.
Ketika peraturan ini pemerintah berlakukan, hal ini dapat merubah citra media televisi sebagai media hiburan menjadi media rekreatif yang edukatif dan benar-benar menjalankan fungsi nya sebagai media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu dilain pihak pemerintah juga bisa menghemat anggaran terutama untuk kegiatan promotif dan preventif dalam bentuk iklan-iklan di televisi. Seperti kita tahu, memasang iklan di media televisi bukanlah hal yang murah, untuk satu kali tayang dengan durasi sekitar 30 detik saja bisa mencapai jutaan rupiah untuk skala media nasional, apalagi jika rating nya sudah tinggi harga promosi pun bisa semakin melambung tinggi.
Pemerintah memang harus lebih jeli dalam melihat setiap peluang. Apalagi melihat kekuatan dari sebuah iklan. Iklan yang ditayangkan berulang-ulang mampu membentuk opini public. Opini public mendorong hadirnya persepsi. Persepsi kemudian hadir, meluas dan mengurat dalam setiap alam bawah sadar tiap-tiap individu masyarakat. Hal ini lah yang kemudian akan mempengaruhi keputusan setiap individu dalam melakukan aktivitas, termasuk dalam memutuskan pemilihan produk apa yang akan digunakan. Sehingga bukanlah hal yang aneh, jika para pengusaha mau membayar mahal hingga jutaan rupiah untuk iklan yang tayang hanya dalam hitungan detik.
Pemerintah juga bisa membuat peraturan kepada setiap stasiun televisi untuk memberikan blocking time setiap minggu/bulan nya dengan gratis kepada kementerian kesehatan, untuk selanjutnya diisi oleh kegiatan positif yang akan memotori kesehatan masyarakat. Blocking time adalah pembelian waktu siar untuk dimanfaatkan bagi penyebarluasan maksud dan kepentingan pihak tertentu selain program siaran iklan. Blocking time ini selanjutnya bisa digunakan untuk mempromosikan obat generic dan membetulkan persepsi obat generic yang beredar di masyarakat. Obat generic memang obat rakyat yang sudah di subsidi pemerintah sehingga harga nya lebih murah dan terjangkau. Meskipun demikian, obat generic tetaplah aman karena telah melewati proses CPOB.
Komponen-komponen penyebab tinggi nya harga obat pun salah satu nya adalah karena biaya promosi. Ketika promosi bisa dilakukan dengan cuma-cuma di media televisi, maka anggaran untuk promosi dari perusahaan obat bisa ditekan seminimal mungkin, akibatnya harga obat pun bisa ditekan lebih murah sehingga lebih terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Ketika kebijakan ini sudah berlangsung, anggaran-anggaran yang biasanya pemerintah keluarkan untuk subsidi baik untuk kegiatan promotif, preventif, kampanye hidup sehat, promosi obat-obatan, dll akan bisa ditekan. Akhirnya akan terjadi penghematan anggaran dan anggaran tersebut bisa dialihkan untuk kegiatan lainnya, misalnya pembangunan sarana prasarana kesehatan di daerah-daerah yang masih tertinggal.
Pemerintah harus lebih berani untuk memonopoli sedikit kekuasaannya. Meskipun dalam jangka pendek akan sedikit merugikan untuk pihak media, tapi kedepannya kegiatan-kegiatan promotif, preventif dan kampanye-kampanye kesehatan tersebut bisa jadi ikut menaikan rating media, karena masyarakat saat ini sudah sadar tentang penting nya kesehatan. Ketika rating media tinggi, mereka bisa mendapatkan pemasukan lebih dari iklan-iklan produk lainnya. Sehingga kedepannya aktivitas bisnis akan tetap berjalan, kesehatan masyarakat meningkat dan media menjadi saran edukatif bukan hanya sarana hiburan semata.


Referensi
Depkeu. 2014. Seputar APBN. Tersedia di http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-seputar-list.asp?apbn=sehat [diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Ramadhitya, fajar. 2011. Efisiensi Biaya Pengobatan. Tersedia di http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/efisiensi_biaya_pengobatan.htm [diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Organisasi Kesehatan Dunia. 1990. Perumusan Strategi mengenai Kesehatan bagi semua pada Tahun 2000. Dasar-dasar bimbingan dan permasalahan pokok. Dokumen Dewan Eksekutif Organisasi Kesehatan se-Dunia.

Rabu, 09 Juli 2014

I Stand On The On The

kenapa yang selalu di propagandakan saat menjelang pemilu seperti ini adalah ‘pilihlah yang mudharat nya paling kecil’ ? kenapa tidak di propagandakan ‘pilihlah pemimpin yang bisa membuat kita taat kepada Tuhan’ ? meskipun kedua kalimat ini serupa tapi punya makna yang berbeda, atau jangan-jangan sang propagandis sudah tau jika yang di propagandakan ’pilihlah pemimpin yang bisa membuat kita taat kepada Tuhan’ maka tidak akan ada satupun manusia di Indonesia ini yang akan memilih karena baik satu atau dua tidak ada yang mengusung visi tentang aqidah ataupun syari’ah.
sebagai seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar bahwa kekayaan SDA Indonesia banyak di rampok asing sehingga akan di lakukan lobby lobby politik untuk merebutnya kembali
sebagai seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar bahwa birokrasi di negeri ini sangat rumit sehingga akan dilakukan penata kelolaan ulang untuk mengefektifkannya lagi
sebagai seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar bahwa kemiskinan, pengangguran, korupsi dan kebodohan adalah common enemy yang harus dilawan bersama
tapi, menjalankan kehidupan bernegara itu tidak semata-mata membuat perut (rakyat) kenyang saja, tapi sungguh yang jauh lebih besar adalah pemimpin itu harus bisa mendekatkan kita dengan surga. disinilah point utama kenapa politik kita menjadi (sangat) begitu kotor, karena yang selalu dikejar adalah tentang kesenangan dunia bukan akhirat, sehingga wajar dalam proses berjalannya banyak di warnai dengan ketamakan dan keserakahan serta egosentris-egosentris duniawi lainnya.
kalau kata Anies Baswedan : “jika ada orang baik yang mau masuk politik mari kita bantu" betuul, tapi standar orang baik itu tentu saja harus berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah. Akan sangat bahaya sekali jika mendefinisikan orang baik semau kita, bahkan seorang pencuri pun adalah orang baik diantara kalangannya karena dia suka membagi-bagi harta hasil curiannya
kalau kita mencari yang sempurna, mungkin dulu Khalid bin Walid tidak akan menjadi panglima perang kaum Muslimin dan di juluki Pedang Allah hanya karena masa lalu nya ingin membunuh Rasulullah, pun begitu dengan Umar bin Khattab tidak mungkin akan jadi seorang Amirul Mukminin jika kita melihat masa lalu nya, karena memilih pemimpin itu adalah tentang hari ini dan masa depan, sehingga visi-misi dan dengan apa dia akan menjalankan itu akan menjadi sangat penting. karena orang yang memimpin tidak jauh lebih penting dengan apa dia akan memimpin. Jikalau sekarang ada yang berafiliasi dengan kebaikan, itu saja belum cukup tapi dia harus jadi poros kebaikan itu sendiri. Sehingga, standarnya tetap satu : Jika ada yang mau menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, mari kita dukung.

ingatlah setiap perkara itu ada hisabnya, pun dengan memilih
So, whereever you stand, I stand on the on the =))
gambar di ambil dari Path
*hanya opini pribadi


Minggu, 25 Mei 2014

Uji Kompetensi Nasional Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan

Uji kompetensi di perlukan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sebenarnya, sebelum profesi kesehatan lulus dan masuk kedalam dunia professional, mereka sudah melewati uji kompetensi, minimal di kampusnya masing-masing. Hal ini adalah salah satu kebijakan kampus, untuk menstandarisasi setiap lulusan nya.
Uji Kompentensi terdiri dari dua suku kata, uji dan kompetensi. Uji berarti berbicara area umum assessment, bagaimana kita meng assess.  Kompetensi mengenai knowledge, skill, behavior. Jadi uji kompetensi adalah salah satu cara untuk menguji kompetensi seseorang. sehingga layak di sebut sebagai profesi.
Kesehatan merupakan kebutuhan primer, sehingga dalam proses pelayanan nya perlu terstandarisasi karena antar profesi perlu mengetahui ranah kerjanya masing-masing. Sekarang ini, banyak sekali kasus penyalahgunaan wewenang, misalnya dokter melakukan dispensing obat, perawat melakukan diagnose ataupun yang lainnya. Padahal, peran serta setiap profesi itu sudah di atur sedemikian rupa baik itu dalam UU, PP atau Permenkes. Jadi keberadan Uji Kompetensi ini diadakan dengan maksud untuk menyadarkan kualifikasi tiap profesi dan memenuhi kualitas standar masing-masing profesi. Selain itu, Uji Kompetensi juga bisa dijadikan evaluasi terhadap apa yg telah didapatkan mahasiswa di bangku kuliah apakah sesuai dengan ekspektasi masyarakat, terkait profesionalisme. Jadi Uji Kompetensi adalah sebuah jalan untuk menyesuaikan apa yg didapat di bangku akademik dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Data hasil uji kompetensi akan dapat meningkatkan mutu pelayanan kedepannya. Penting ada standar kompetensi sebelum ada uji kompetensi. Standar kompetensi di bentuk dari kebutuhan berdasarkan standar pelayanan. Kompetensi akan sangat dinamis dikarena tuntutan kebutuhan yang selalu berkembang dan bersifat fleksible. Di saat perkembangan terjadi, maka di butuhkan standar yang baru dan standar inilah yang akan menjadi tolak ukur dalam melakukan uji kompetensi.
Uji kompetensi juga bisa menjadi payung hukum bagi tenaga kesehatan. Uji Kompetensi ini merupakan evaluasi dari kurikulum yg didapatkan dari institusi dan dari pengalaman klinik. Setiap profesi yang sudah melakukan praktek artinya dia sudah melewati standarisasi nasional. Itu artinya semua kesalahan yang dilakukan bisa di pertanggungjawabkan.
Menurut Prof. Tri (Ketua AIPKI/Koordinator Komponen 2 HPEQ) ada beberapa point penting dalam UKN ini.
1.      standart nasional
2.      akuntabilitas institusi terhadap hal yang lebih luas
3.      menjaga kualitas lulusan, untuk membangun kualitas yang terstandarisasi.
4.   dalam forum global terdapat aspek universal, harus ada kesiapan bukan untuk persaingan semata
5.  Indonesia sudah belajar membuat standar agar ketika di gerakkan ke global AFTA kita sudah punya standar
6.      untuk akuntabilitas (reliable, defensible, valid, practice)
7.   disaat akan menjadi regulasi harus ada knowledge, prinsip, evidence, exit exam

Exit exam sebenarnya sudah ada tapi sifatnya institusional. Karena kita sekarang sedang menghadapi globalisasi sehingga di butuhkan standar nasional. Standar nasional untuk membangun kurikulum secara nasional.  Sehingga akan terjadi umpan balik antara institusi pendidikan terhadap hasil uji kompetensi untuk mempersiapkan perbaikan lulusan. Agar kedepannya, institusi bisa bertanggung jawab terhadap setiap lulusannya.
Uji Kompetensi ini bukanlah satu-satu nya ujian kompetensi karena sebenarnya sudah ada ujian semester sebagai assessment ditingkat kampus. Perbedaannya, uji kompetensi di institusi dengan Uji Kompetensi Nasional adalah perbedaan standar. Ketika lulus uji di institusi maka dia hanya di anggap layak berdasarkan kualifikasi institusi. Kalau UKN sudah punya standar nasional dan diakui serta terkualifikasi secara nasional.
Setiap penerapan kebijakan, di awalnya pasti akan menimbulkan masalah. Masalah dalam UKN ini diantara nya:
1.      Tidak Semua Prodi Kesehatan sudah melaksanakan Uji Kompetensi
2.      Program Pendidikan Kesehatan yang sudah melaksanakan Uji Kompetensi Nasional perlu diperbaiki regulasi dan sistemnya serta di perjelas pelaksanaan teknis nya
3.   Belum ada payung hukum yang mendasari pelaksanaan Uji Kompetensi Nasional ini
4.  Belum adanya sinergitas dan kekompakan antar stakeholder maupun mahasiswa
Saran :
1.  Mahasiswa diharapkan tidak terjebak dalam masalah ini dan menjadi bagian dari solusi
2.  Sembari menunggu proses hukum dalam menerbitkan permendikbud sebagai payung hukum/ aturan pelaksanaan uji kompetensi maka di butuhkan kekompakan profesi dalam mendukung UKN
3.      Rencana Tindak Lanjut :
a.   Adanya kajian dari mahasiswa mengenai UKN dengan mengangkat isu isu pada masing profesi dan dampak bagi mahasiswa
b. Membuat petisi dalam mendukung terwujudnya Uji Kompetensi Nasional

Pengaturan untuk merapihkan kurikulum kesehatan, baru muncul semangatnya sejak 2002. Kurikulum saat ini memang baru, sehingga perlu ada penyesuaian. Tuntutan global, tahun 2015 sudah masuk AFTA sehingga tenaga asing bisa masuk dengan bebas. Tuntutan itu juga mengharuskan kita mempunyai standar secara nasional yang harus dilakukan secara paralel. Hal ini menjadi friksi seiring berjalannya waktu. Sehingga isu UKN ini menjadi sangat penting untuk segera diselesaikan. 

Kamis, 24 April 2014

Merindu

kadang aku merindu, atas satu massa yang sudah terlewat. Bukan karena kenangan didalamnya, tapi karena prinsipnya yang masih melekat

kadang aku merindu, ketika kita sama-sama merapatkan barisan. Bukan untuk menantang kejam nya sang waktu, hanya untuk menandakan kita Muslim yang padu

kadang aku merindu, ketika halaqoh datang terlambat karena memang tugas yang sangat menghambat, yang pada akhirnya kena-marah-oleh-musyrif yang sudah lama menanti

kadang aku merindu, ketika pagi-pagi di akhir pekan harus futsal diatas lapangan bertembok setelah semalaman membina diri

kadang aku merindu, ketika harus menjadi petugas do’a pagi yang akhirnya kena complain teman-teman "kamu lagi baca do’a atau lagi balap lari, jay?"

kadang aku merindu, ketika yang lain sibuk ber-pensi ria tapi kita sibuk beres-beres masjid sekolah

kadang aku merindu, ketika bertemu dengan kakak tingkat yang sedang menyapu di pelataran masjid kemudian dengan enteng nya bilang “yuk kita nyari bidadari Surga”

kadang aku merindu, ketika interaksi dengan lawan jenis sangat terbatas, hanya untuk membuktikan diri sebagai Muslim yang berkualitas

kadang aku merindu, ketika akan rapat dengan akhwat yang pertama kali disiapkan bukanlah agenda rapat, tapi hijab untuk pembatas

kadang aku merindu, ketika waktu luang kita diskusi di pelataran masjid tentang bola-guru-organisasi-dakwah-politik-jil-games-atau untuk sekadar ngomongin akhwat sekalipun hehe

kadang aku merindu, tentang massa putih-abu itu
aah, ternyata itu memang sudah berlalu
tapi semoga tidak perlu alasan untuk hanya sekadar, Merindu ..

Rabu, 23 April 2014

Future Leader

Indonesia ini negeri yang besar, sungguh terlalu besar. Negeri yang terbentang dari sabang sampai merauke ini memiliki banyak potensi kehidupan. Di negeri ini terdapat banyak gunung api aktif, akibatnya tanahnya menjadi sangat subur. Bukan hanya permukaannya saja, dibawah tanah pun juga sangat subur dengan mineral, minyak, gas, bahkan emas pun ada. Ketika berbicara kekayaan alam didaratan Indonesia, rasanya belum lengkap ketika tidak berbicara masalah potensi kelautannya karena notabene 2/3 luas negeri ini adalah lautan. Negeri yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia ini sangat mempesona dalam hal kelautannya, potensi keanekaragaman hayati yang banyak sangat mungkin dimanfaatkan, bukan hanya dalam hal budidaya ikan tapi juga pengembangan obat-obat baru dari sumber daya hayati laut. Posisi Indonesia yang strategis ini juga membuat Indonesia memiliki banyak daerah pariwisata yang bisa mendatangkan keuntungan besar untuk Indonesia.
Potensi yang besar itu tidak lantas membuat Indonesia menjadi Negara adidaya. Faktanya, cerita dari jaman SD hingga sekarang Indonesia masih saja menjadi Negara berkembang, entah sampai kapan. Kita seperti tuan yang mengontrak di rumah sendiri. Alih-alih keterbatasan teknologi, pengelolaan sumber daya alam di serahkan kepada asing. Blok cepu yang kayak migas dikelola oleh exon mobile, tambang emas di papua dikelola oleh Freeport, panas bumi dikelola chevron dan mungkin masih banyak perusahaan kakap kelas dunia yang dengan nyaman bertengger di bumi katulistiwa ini, mengelola semua kekayaan alam negeri ini. Hanya masalah waktu untuk membuat Indonesia kelaparan di negerinya sendiri, bak tikus yang kelaparan di lumbung padi.
Tidak hanya dalam pengelolaan SDA. Kelakuan para birokrat negeri ini kian hari juga kian memprihatinkan. Budaya korupsi sudah seperti daging yang tak bisa lepas dari tulang. Suap menyuap seperti tak pernah berhenti diberitakan. Bahkan yang lebih memilukan, kasus ini juga menimpa sampai ketua Mahkamah Konstitusi dan POLRI, dua lembaga yang seharusnya menjadi pelindung terakhir negeri ini disaat yang lain berbuat kesalahan. Belum lagi sederetan kasus lainnya yang mungkin tidak akan pernah habis untuk dijabarkan.
Keadaan Indonesia yang demikian carut marut tersebut seharusnya tidak lantas membuat kita berhenti berharap dan berjuang. Permasalahan Indonesia hari ini sedang menunggu tangan kecil kita untuk menyelesaikannya. Kita bisa belajar sedari sekarang dan membuktikan pada dunia bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat intelektual yang terdidik yang bisa mengembangkan teknologi untuk kebutuhannya sendiri, agar kedepannya kekayaan alam kita tidak lagi di keruk oleh bangsa asing tapi bisa kita kelola sendiri.
Beribicara masalah birokrat yang korup juga sebetulnya kita tidak perlu khawatir, karena 5-10 tahun mendatang massa kejayaan mereka akan segera berakhir, dan generasi kitalah yang akan menggantikannya. Kalau kata orang “jika mau menghancurkan suatu kaum, maka hancurkanlah generasi muda nya” pun begitu juga ketika kita ingin membangun suatu kamu, maka bangunlah mulai dari generasi mudanya. Justru yang seharusnya kita khawatirkan adalah, apakah kemampuan kita saat ini sudah cukup mapan untuk menggantikan mereka di massa mendatang? Jangan sampai ketika massa nya tiba, kita hanya bisa mengekor dari produk kelam massa lalu.
Mulailah menyalakan lilin, daripada terus menerus mengutuki kegelapan”, karena sepercik nyala lilin akan sangat berharga ditengah dunia yang sedang mati lampu. Pun begitu juga dengan kita, karena Indonesia masih dilanda duka, sekecil apapun yang kita lakukan tentu akan bermakna. Jadi mulailah memupuk kebaikan sedikit demi sedikit, karena kebaikan itu seperti virus, mereka akan bereplikasi dan berkamuflase menghasilkan kebaikan-kebaikan lainnya.  

Ketika massa nya tiba untuk kita menahkodai Indonesia, akhirnya kita bisa mengorganisir kebaikan lebih luas, memperbaiki kondisi Indonesia sembari mengisi lumbung-lumbung pahala yang akan memudahkan kita saat hisab menuju surga.

Minggu, 23 Maret 2014

visi yang terlupa

Malam ini memang dingin. Tapi jauh lebih dingin ketika mulai menengok kedalam hati, seperti tidak ada ruh yang biasanya menghangatkan ataupun visi yang biasanya mencairkan suasana disaat kelelahan datang menerpa. Ketika mulai memejamkan mata, ada sesuatu yang terlihat tapi tidak kelihatan. Aku sadar memang ada yang salah, tapi bingung harus mulai darimana memperbaikinya. Aku hanya berjalan mengikuti langkah kaki, kemudian berbelok karena ada angin yang berhembus, terombang-ambing dalam kefanaan dunia. Hasrat dunia tentang Aisyah dan Maisyah kemudian menjebak, menghamburkan konsentrasi. Menjalani aktivitas tanpa ruh yang menyertainya seperti telah keras beribadah tapi tidak mendapatkan pahala, hanya kesia-siaan yang ada.

Atas semua yang terjadi kadang kita memang memerlukan jeda, bukan untuk mengakhiri narasi tapi hanya untuk sekadar memberi makna. Tahun ini harus menjadi titik balik, menemukan kembali dikuadran mana seharusnya aku berada. Maafkan atas keputusan menolak beberapa pinangan, bukan karena sakit hati, sama sekali bukan. Aku hanya memerlukan sejenak jeda untuk bernafas dan mengintip kembali peta hidupku yang sudah lama terapung dipermukaan lautan kefanaan dunia. Aku tak mau semakin tenggelam lebih jauh.

Ini bukan tentang apapun dari kalian, tapi ini tentang visi yang sudah lama hilang. Aku khawatir jika aku tidak mulai mencarinya sekarang, maka ia akan lapuk dimakan waktu, menjadi kusam, berdebu dan rapuh. Aku tidak mau hal itu terjadi, karena ini yang akan aku persembahkan untuk orang yang special di fase kehidupan selanjutnya.

Jumat, 21 Maret 2014

Kegiatan Kemahasiswaan sebagai Akselerasi menuju Interprofessional Education

Kesehatan merupakan salah satu pilar penopang bangsa. Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari taraf hidup kesehatan bangsanya. Hal ini dikarenakan, seseorang yang sehat dapat melakukan banyak hal produktif, menciptakan karya-karya baru, berinovasi menembus batas ruang dan waktu. Sedangkan orang yang kesehatannya terganggu akan lumpuh aktivitasnya. Jika hal ini terjadi dalam masyarakat Indonesia dalam skala yang besar, maka akan melumpuhkan perekonomian negara dan akan berimbas pada sektor-sektor lainnya. Oleh sebab itu, kesehatan tidak dapat dipandang sebelah mata.
            Betapa pentingnya faktor kesehatan dalam penopang kehidupan suatu bangsa, maka seluruh aspek dalam kesehatan ini harus dipersiapkan. Mulai dari sarana prasarana kesehatan yang memadai, praktisi kesehatan yang mencukupi sampai pada penatalaksanaan teknis di lapangan. Jumlah rekapitulasi SDM kesehatan yang ada di Indonesia yang tercatat di kementrian kesehatan tahun 2013 mencapai 668.522 orang untuk berbagai macam praktisi kesehatan, mulai dari dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, perawat gigi, apoteker, kesmas, bidan, ahli gizi, pembatu pelayanan teknis dan lain-lain.
             Sistem kesehatan di Indonesia memang dinilai belum ideal. Banyak kendala yang dihadapi saat di lapangan, misalnya belum tersebarnya praktisi kesehatan secara merata di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan, terkadang terjadi egosentris keprofesian yang tinggi sehingga sinergisasi antar praktisi kesehatan tidak terjadi padahal untuk memberikan suatu layanan kesehatan yang prima perlu terjadinya sinergisasi diantara profesi kesehatan yang bekerja dengan kompetensinya masing-masing. Akibat dari ketidaksinergisan ini, terjadilah mal praktek karena pelayanan praktisi kesehatan yang tidak pada kompetensinya. Sejak 2003 hingga 2006, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan telah menerima 373 kasus kesehatan dari seluruh Indonesia, 90 kasus diantaranya malpraktek. Berdasarkan data yang dimiliki LBH Kesehatan, sampai dengan empat tahun terakhir, jumlah kasus yang LBH Kesehatan tangani rata-rata meningkat sekitar 80 persen.
            Adanya masalah dan kendala yang dihadapi saat ini di Indonesia haruslah menemukan solusi secara tepat dan efisien. Para praktisi kesehatan sejak mahasiswa harus sudah diajarkan untuk berkolaborasi dengan praktisi kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Sehingga lahirlah metode pembelajaran kurikulum IPE atau Interprofessional Education. Interprofessional education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi. Untuk mengikis egosentrisme profesi bukanlah merupakan hal yang mudah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya di Indonesia selama ini profesi perawat, bidan, apoteker, ahli gizi dan ahli kesehatan masyarakat masih menjadi sub-ordinat profesi dokter. Egosentrisme profesi merupakan sikap mental, karakter, dan produk budaya. Untuk itu diperlukan suatu perubahan dan titik utamanya adalah melalui proses interprofesional education yang dimulai sejak proses pendidikan dari masing-masing tenaga kesehatan.
Menurut Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002) menyebutkan, IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain dan mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. Dari definisi diatas, pelaksanaan IPE kedalam bentuk teknis akan menjadi sangat luas. IPE bisa didefinisikan dengan melaksanakan praktek medikasi yang sesungguhnya kepada pasien. IPE juga bisa dilakukan dengan metode pembelajaran bersama antar jurusan kesehatan. Tetapi, jika mendeskriditkan definisi IPE pada dua aspek diatas, akan banyak sekali kendala yang dihadapi terutama masalah dana, infrastruktur dan kurikulum yang tentunya harus dirubah. Itu sebabnya pelaksanaan IPE di berbagai universitas menjadi terhambat.
Sembari menunggu perbaikan terjadi, kita bisa memulai pelaksanaan IPE dalam skala kecil dan dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Kegiatan kemahasiswaan hari ini hadir dengan kreatif dan inovatif. Hadir sebagai media pengembangan mahasiswa-mahasiswa nya. Akan tetapi jarang yang memanfaatkan media ini untuk melakukan Interprofessional Education, padahal sejatinya hal ini sangat memungkinkan. Banyak kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk pengoptimalan skill profesi nya masing-masing, tapi jarang yang menggunakannya untuk berkolaborasi antar profesi. Misalnya kegiatan pengabdian kepada masyarakat di fakultas farmasi berupa konseling obat kepada masyarakat, kampanye-kampanye tentang penggunaan obat yang rasional, dll. Kegiatan semacam ini padahal bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan jurusan lainnya semisal kedokteran yang melakukan pengobatan gratis, keperawatan dan kesehatan masyarakat yang melakukan penyuluhan tentang pola hidup bersih dan sehat, dll. Ketika kegiatan-kegiatan semacam ini dikolaborasikan, akan banyak sekali dampak yang bermanfaat. Disatu sisi, kegiatan yang dilakukan akan semakin ramai karena dilakukan bersama-sama. Dilain pihak kita bisa belajar tentang swamedikasi yang baik dan benar sesuai dengan dengan porsi nya masing-masing, sekaligus mulai menginisiasi dalam penerapan Interprofessional Education

 
biz.