Rabu, 09 Juli 2014

I Stand On The On The

kenapa yang selalu di propagandakan saat menjelang pemilu seperti ini adalah ‘pilihlah yang mudharat nya paling kecil’ ? kenapa tidak di propagandakan ‘pilihlah pemimpin yang bisa membuat kita taat kepada Tuhan’ ? meskipun kedua kalimat ini serupa tapi punya makna yang berbeda, atau jangan-jangan sang propagandis sudah tau jika yang di propagandakan ’pilihlah pemimpin yang bisa membuat kita taat kepada Tuhan’ maka tidak akan ada satupun manusia di Indonesia ini yang akan memilih karena baik satu atau dua tidak ada yang mengusung visi tentang aqidah ataupun syari’ah.
sebagai seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar bahwa kekayaan SDA Indonesia banyak di rampok asing sehingga akan di lakukan lobby lobby politik untuk merebutnya kembali
sebagai seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar bahwa birokrasi di negeri ini sangat rumit sehingga akan dilakukan penata kelolaan ulang untuk mengefektifkannya lagi
sebagai seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar bahwa kemiskinan, pengangguran, korupsi dan kebodohan adalah common enemy yang harus dilawan bersama
tapi, menjalankan kehidupan bernegara itu tidak semata-mata membuat perut (rakyat) kenyang saja, tapi sungguh yang jauh lebih besar adalah pemimpin itu harus bisa mendekatkan kita dengan surga. disinilah point utama kenapa politik kita menjadi (sangat) begitu kotor, karena yang selalu dikejar adalah tentang kesenangan dunia bukan akhirat, sehingga wajar dalam proses berjalannya banyak di warnai dengan ketamakan dan keserakahan serta egosentris-egosentris duniawi lainnya.
kalau kata Anies Baswedan : “jika ada orang baik yang mau masuk politik mari kita bantu" betuul, tapi standar orang baik itu tentu saja harus berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah. Akan sangat bahaya sekali jika mendefinisikan orang baik semau kita, bahkan seorang pencuri pun adalah orang baik diantara kalangannya karena dia suka membagi-bagi harta hasil curiannya
kalau kita mencari yang sempurna, mungkin dulu Khalid bin Walid tidak akan menjadi panglima perang kaum Muslimin dan di juluki Pedang Allah hanya karena masa lalu nya ingin membunuh Rasulullah, pun begitu dengan Umar bin Khattab tidak mungkin akan jadi seorang Amirul Mukminin jika kita melihat masa lalu nya, karena memilih pemimpin itu adalah tentang hari ini dan masa depan, sehingga visi-misi dan dengan apa dia akan menjalankan itu akan menjadi sangat penting. karena orang yang memimpin tidak jauh lebih penting dengan apa dia akan memimpin. Jikalau sekarang ada yang berafiliasi dengan kebaikan, itu saja belum cukup tapi dia harus jadi poros kebaikan itu sendiri. Sehingga, standarnya tetap satu : Jika ada yang mau menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, mari kita dukung.

ingatlah setiap perkara itu ada hisabnya, pun dengan memilih
So, whereever you stand, I stand on the on the =))
gambar di ambil dari Path
*hanya opini pribadi


Minggu, 25 Mei 2014

Uji Kompetensi Nasional Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan

Uji kompetensi di perlukan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sebenarnya, sebelum profesi kesehatan lulus dan masuk kedalam dunia professional, mereka sudah melewati uji kompetensi, minimal di kampusnya masing-masing. Hal ini adalah salah satu kebijakan kampus, untuk menstandarisasi setiap lulusan nya.
Uji Kompentensi terdiri dari dua suku kata, uji dan kompetensi. Uji berarti berbicara area umum assessment, bagaimana kita meng assess.  Kompetensi mengenai knowledge, skill, behavior. Jadi uji kompetensi adalah salah satu cara untuk menguji kompetensi seseorang. sehingga layak di sebut sebagai profesi.
Kesehatan merupakan kebutuhan primer, sehingga dalam proses pelayanan nya perlu terstandarisasi karena antar profesi perlu mengetahui ranah kerjanya masing-masing. Sekarang ini, banyak sekali kasus penyalahgunaan wewenang, misalnya dokter melakukan dispensing obat, perawat melakukan diagnose ataupun yang lainnya. Padahal, peran serta setiap profesi itu sudah di atur sedemikian rupa baik itu dalam UU, PP atau Permenkes. Jadi keberadan Uji Kompetensi ini diadakan dengan maksud untuk menyadarkan kualifikasi tiap profesi dan memenuhi kualitas standar masing-masing profesi. Selain itu, Uji Kompetensi juga bisa dijadikan evaluasi terhadap apa yg telah didapatkan mahasiswa di bangku kuliah apakah sesuai dengan ekspektasi masyarakat, terkait profesionalisme. Jadi Uji Kompetensi adalah sebuah jalan untuk menyesuaikan apa yg didapat di bangku akademik dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Data hasil uji kompetensi akan dapat meningkatkan mutu pelayanan kedepannya. Penting ada standar kompetensi sebelum ada uji kompetensi. Standar kompetensi di bentuk dari kebutuhan berdasarkan standar pelayanan. Kompetensi akan sangat dinamis dikarena tuntutan kebutuhan yang selalu berkembang dan bersifat fleksible. Di saat perkembangan terjadi, maka di butuhkan standar yang baru dan standar inilah yang akan menjadi tolak ukur dalam melakukan uji kompetensi.
Uji kompetensi juga bisa menjadi payung hukum bagi tenaga kesehatan. Uji Kompetensi ini merupakan evaluasi dari kurikulum yg didapatkan dari institusi dan dari pengalaman klinik. Setiap profesi yang sudah melakukan praktek artinya dia sudah melewati standarisasi nasional. Itu artinya semua kesalahan yang dilakukan bisa di pertanggungjawabkan.
Menurut Prof. Tri (Ketua AIPKI/Koordinator Komponen 2 HPEQ) ada beberapa point penting dalam UKN ini.
1.      standart nasional
2.      akuntabilitas institusi terhadap hal yang lebih luas
3.      menjaga kualitas lulusan, untuk membangun kualitas yang terstandarisasi.
4.   dalam forum global terdapat aspek universal, harus ada kesiapan bukan untuk persaingan semata
5.  Indonesia sudah belajar membuat standar agar ketika di gerakkan ke global AFTA kita sudah punya standar
6.      untuk akuntabilitas (reliable, defensible, valid, practice)
7.   disaat akan menjadi regulasi harus ada knowledge, prinsip, evidence, exit exam

Exit exam sebenarnya sudah ada tapi sifatnya institusional. Karena kita sekarang sedang menghadapi globalisasi sehingga di butuhkan standar nasional. Standar nasional untuk membangun kurikulum secara nasional.  Sehingga akan terjadi umpan balik antara institusi pendidikan terhadap hasil uji kompetensi untuk mempersiapkan perbaikan lulusan. Agar kedepannya, institusi bisa bertanggung jawab terhadap setiap lulusannya.
Uji Kompetensi ini bukanlah satu-satu nya ujian kompetensi karena sebenarnya sudah ada ujian semester sebagai assessment ditingkat kampus. Perbedaannya, uji kompetensi di institusi dengan Uji Kompetensi Nasional adalah perbedaan standar. Ketika lulus uji di institusi maka dia hanya di anggap layak berdasarkan kualifikasi institusi. Kalau UKN sudah punya standar nasional dan diakui serta terkualifikasi secara nasional.
Setiap penerapan kebijakan, di awalnya pasti akan menimbulkan masalah. Masalah dalam UKN ini diantara nya:
1.      Tidak Semua Prodi Kesehatan sudah melaksanakan Uji Kompetensi
2.      Program Pendidikan Kesehatan yang sudah melaksanakan Uji Kompetensi Nasional perlu diperbaiki regulasi dan sistemnya serta di perjelas pelaksanaan teknis nya
3.   Belum ada payung hukum yang mendasari pelaksanaan Uji Kompetensi Nasional ini
4.  Belum adanya sinergitas dan kekompakan antar stakeholder maupun mahasiswa
Saran :
1.  Mahasiswa diharapkan tidak terjebak dalam masalah ini dan menjadi bagian dari solusi
2.  Sembari menunggu proses hukum dalam menerbitkan permendikbud sebagai payung hukum/ aturan pelaksanaan uji kompetensi maka di butuhkan kekompakan profesi dalam mendukung UKN
3.      Rencana Tindak Lanjut :
a.   Adanya kajian dari mahasiswa mengenai UKN dengan mengangkat isu isu pada masing profesi dan dampak bagi mahasiswa
b. Membuat petisi dalam mendukung terwujudnya Uji Kompetensi Nasional

Pengaturan untuk merapihkan kurikulum kesehatan, baru muncul semangatnya sejak 2002. Kurikulum saat ini memang baru, sehingga perlu ada penyesuaian. Tuntutan global, tahun 2015 sudah masuk AFTA sehingga tenaga asing bisa masuk dengan bebas. Tuntutan itu juga mengharuskan kita mempunyai standar secara nasional yang harus dilakukan secara paralel. Hal ini menjadi friksi seiring berjalannya waktu. Sehingga isu UKN ini menjadi sangat penting untuk segera diselesaikan. 

Kamis, 24 April 2014

Merindu

kadang aku merindu, atas satu massa yang sudah terlewat. Bukan karena kenangan didalamnya, tapi karena prinsipnya yang masih melekat

kadang aku merindu, ketika kita sama-sama merapatkan barisan. Bukan untuk menantang kejam nya sang waktu, hanya untuk menandakan kita Muslim yang padu

kadang aku merindu, ketika halaqoh datang terlambat karena memang tugas yang sangat menghambat, yang pada akhirnya kena-marah-oleh-musyrif yang sudah lama menanti

kadang aku merindu, ketika pagi-pagi di akhir pekan harus futsal diatas lapangan bertembok setelah semalaman membina diri

kadang aku merindu, ketika harus menjadi petugas do’a pagi yang akhirnya kena complain teman-teman "kamu lagi baca do’a atau lagi balap lari, jay?"

kadang aku merindu, ketika yang lain sibuk ber-pensi ria tapi kita sibuk beres-beres masjid sekolah

kadang aku merindu, ketika bertemu dengan kakak tingkat yang sedang menyapu di pelataran masjid kemudian dengan enteng nya bilang “yuk kita nyari bidadari Surga”

kadang aku merindu, ketika interaksi dengan lawan jenis sangat terbatas, hanya untuk membuktikan diri sebagai Muslim yang berkualitas

kadang aku merindu, ketika akan rapat dengan akhwat yang pertama kali disiapkan bukanlah agenda rapat, tapi hijab untuk pembatas

kadang aku merindu, ketika waktu luang kita diskusi di pelataran masjid tentang bola-guru-organisasi-dakwah-politik-jil-games-atau untuk sekadar ngomongin akhwat sekalipun hehe

kadang aku merindu, tentang massa putih-abu itu
aah, ternyata itu memang sudah berlalu
tapi semoga tidak perlu alasan untuk hanya sekadar, Merindu ..

Rabu, 23 April 2014

Future Leader

Indonesia ini negeri yang besar, sungguh terlalu besar. Negeri yang terbentang dari sabang sampai merauke ini memiliki banyak potensi kehidupan. Di negeri ini terdapat banyak gunung api aktif, akibatnya tanahnya menjadi sangat subur. Bukan hanya permukaannya saja, dibawah tanah pun juga sangat subur dengan mineral, minyak, gas, bahkan emas pun ada. Ketika berbicara kekayaan alam didaratan Indonesia, rasanya belum lengkap ketika tidak berbicara masalah potensi kelautannya karena notabene 2/3 luas negeri ini adalah lautan. Negeri yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia ini sangat mempesona dalam hal kelautannya, potensi keanekaragaman hayati yang banyak sangat mungkin dimanfaatkan, bukan hanya dalam hal budidaya ikan tapi juga pengembangan obat-obat baru dari sumber daya hayati laut. Posisi Indonesia yang strategis ini juga membuat Indonesia memiliki banyak daerah pariwisata yang bisa mendatangkan keuntungan besar untuk Indonesia.
Potensi yang besar itu tidak lantas membuat Indonesia menjadi Negara adidaya. Faktanya, cerita dari jaman SD hingga sekarang Indonesia masih saja menjadi Negara berkembang, entah sampai kapan. Kita seperti tuan yang mengontrak di rumah sendiri. Alih-alih keterbatasan teknologi, pengelolaan sumber daya alam di serahkan kepada asing. Blok cepu yang kayak migas dikelola oleh exon mobile, tambang emas di papua dikelola oleh Freeport, panas bumi dikelola chevron dan mungkin masih banyak perusahaan kakap kelas dunia yang dengan nyaman bertengger di bumi katulistiwa ini, mengelola semua kekayaan alam negeri ini. Hanya masalah waktu untuk membuat Indonesia kelaparan di negerinya sendiri, bak tikus yang kelaparan di lumbung padi.
Tidak hanya dalam pengelolaan SDA. Kelakuan para birokrat negeri ini kian hari juga kian memprihatinkan. Budaya korupsi sudah seperti daging yang tak bisa lepas dari tulang. Suap menyuap seperti tak pernah berhenti diberitakan. Bahkan yang lebih memilukan, kasus ini juga menimpa sampai ketua Mahkamah Konstitusi dan POLRI, dua lembaga yang seharusnya menjadi pelindung terakhir negeri ini disaat yang lain berbuat kesalahan. Belum lagi sederetan kasus lainnya yang mungkin tidak akan pernah habis untuk dijabarkan.
Keadaan Indonesia yang demikian carut marut tersebut seharusnya tidak lantas membuat kita berhenti berharap dan berjuang. Permasalahan Indonesia hari ini sedang menunggu tangan kecil kita untuk menyelesaikannya. Kita bisa belajar sedari sekarang dan membuktikan pada dunia bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat intelektual yang terdidik yang bisa mengembangkan teknologi untuk kebutuhannya sendiri, agar kedepannya kekayaan alam kita tidak lagi di keruk oleh bangsa asing tapi bisa kita kelola sendiri.
Beribicara masalah birokrat yang korup juga sebetulnya kita tidak perlu khawatir, karena 5-10 tahun mendatang massa kejayaan mereka akan segera berakhir, dan generasi kitalah yang akan menggantikannya. Kalau kata orang “jika mau menghancurkan suatu kaum, maka hancurkanlah generasi muda nya” pun begitu juga ketika kita ingin membangun suatu kamu, maka bangunlah mulai dari generasi mudanya. Justru yang seharusnya kita khawatirkan adalah, apakah kemampuan kita saat ini sudah cukup mapan untuk menggantikan mereka di massa mendatang? Jangan sampai ketika massa nya tiba, kita hanya bisa mengekor dari produk kelam massa lalu.
Mulailah menyalakan lilin, daripada terus menerus mengutuki kegelapan”, karena sepercik nyala lilin akan sangat berharga ditengah dunia yang sedang mati lampu. Pun begitu juga dengan kita, karena Indonesia masih dilanda duka, sekecil apapun yang kita lakukan tentu akan bermakna. Jadi mulailah memupuk kebaikan sedikit demi sedikit, karena kebaikan itu seperti virus, mereka akan bereplikasi dan berkamuflase menghasilkan kebaikan-kebaikan lainnya.  

Ketika massa nya tiba untuk kita menahkodai Indonesia, akhirnya kita bisa mengorganisir kebaikan lebih luas, memperbaiki kondisi Indonesia sembari mengisi lumbung-lumbung pahala yang akan memudahkan kita saat hisab menuju surga.

Minggu, 23 Maret 2014

visi yang terlupa

Malam ini memang dingin. Tapi jauh lebih dingin ketika mulai menengok kedalam hati, seperti tidak ada ruh yang biasanya menghangatkan ataupun visi yang biasanya mencairkan suasana disaat kelelahan datang menerpa. Ketika mulai memejamkan mata, ada sesuatu yang terlihat tapi tidak kelihatan. Aku sadar memang ada yang salah, tapi bingung harus mulai darimana memperbaikinya. Aku hanya berjalan mengikuti langkah kaki, kemudian berbelok karena ada angin yang berhembus, terombang-ambing dalam kefanaan dunia. Hasrat dunia tentang Aisyah dan Maisyah kemudian menjebak, menghamburkan konsentrasi. Menjalani aktivitas tanpa ruh yang menyertainya seperti telah keras beribadah tapi tidak mendapatkan pahala, hanya kesia-siaan yang ada.

Atas semua yang terjadi kadang kita memang memerlukan jeda, bukan untuk mengakhiri narasi tapi hanya untuk sekadar memberi makna. Tahun ini harus menjadi titik balik, menemukan kembali dikuadran mana seharusnya aku berada. Maafkan atas keputusan menolak beberapa pinangan, bukan karena sakit hati, sama sekali bukan. Aku hanya memerlukan sejenak jeda untuk bernafas dan mengintip kembali peta hidupku yang sudah lama terapung dipermukaan lautan kefanaan dunia. Aku tak mau semakin tenggelam lebih jauh.

Ini bukan tentang apapun dari kalian, tapi ini tentang visi yang sudah lama hilang. Aku khawatir jika aku tidak mulai mencarinya sekarang, maka ia akan lapuk dimakan waktu, menjadi kusam, berdebu dan rapuh. Aku tidak mau hal itu terjadi, karena ini yang akan aku persembahkan untuk orang yang special di fase kehidupan selanjutnya.

Mengelola Kastrat (Bagian 3: Merancang Gerakan)

Oleh: Ahmad Rizky M. Umar
Pernah bergiat di Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM 2008-2012

Proses yang perlu dilakukan oleh mahasiswa sebelum ambil turun ke jalan adalah merancang strategi gerakan apa yang perlu dilakukan untuk mengawal sebuah isu. Gerakan mahasiswa bukanlah gerakananomie yang tiba-tiba turun dan tiba-tiba pula senyap. Ada proses perencanaan strategi gerakan yang perlu dilakukan. Banyak gerakan  -termasuk saya sendiri dulu- abai dalam hal ini dan terjebak pada pengorganisasian-pengorganisasian yang lebih bersifat teknis.  

Kastrat memiliki peran yang sangat besar untuk melakukan perencanaan strategis gerakan tersebut. Di bagian sebelumnya, kita telah membahas secara detail bagaimana Kastrat melakukan analisis dan penyikapan sebuah isu. Setelah menganalisis dan menyikapi isu, tugas organisasi pergerakan adalah mengawal isu tersebut. Bagian ini memang bukan hanya domain  Kastrat, tetapi bisa juga berkolaborasi dengan Departemen lain. Tetapi, Kastrat punya peran besar untuk merancang strategi dan taktik gerakan apa yang perlu dipakai untuk mengawal isu tersebut.

Apa itu Strategi dan Taktik?
Menurut Dahlan Ranuwiharjo, Ketua Umum PB HMI dan pemimpin mahasiswa Indonesia di tahun 1950an, strategi adalah menggunakan peristiwa-peristiwa politik dalam jangka waktu tertentu guna mencapai rencana perjuangan, sedangkan taktik adalah bagaimana menentukan sikap atau menggunakan kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu pada saat tertentu.

Dalam konteks pergerakan mahasiswa, strategi dapat dipandang sebagai sebuah cara umum untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa secara jangka-panjang. Sementara itu, taktik adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan strategi tersebut guna mencapai tujuan utama yang dicita-citakan. Taktik mengacu pada strategi yang dirumuskan. Seluruh aktivitas organisasi secara eksternal bergantung pada bagaimana strategi itu dijalankan.

Posisi Kastrat penting untuk merancang dan merumuskan strategi tersebut. Kastrat memang tidak bertanggung jawab langsung pada pelaksanaan strategi dan taktik itu di lapangan. Tetapi sebagai think tank, Kastrat punya tanggung jawab yang sangat signifikan untuk memastikan strategi dan taktik berjalan demi terpenuhinya tujuan perjuangan.

Mengapa Strategi dan Taktik Penting?
Mengapa Kastrat perlu merumuskan strategi dan taktik perjuangan organisasi? Aktivitas pergerakan mahasiswa bukanlah aktivitas pencitraan. Sehingga, seakan-akan demonstrasi hanya untuk memenuhi 'hasrat' turun ke jalan mahasiswa tanpa perencanaan strategis yang matang. Sikap seperti ini perlu diluruskan oleh gerakan mahasiswa. Jika organisasi mahasiswa telah mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi pergerakan, aktivitas yang mereka lakukan perlu dirancang secara terorganisir dengan karakter intelektual yang menonjol.

Adalah Vladimir Lenin yang mengingatkan kita pada pentingnya sebuah gerakan yang terorganisir, tidak sekadar turun ke jalan. Tahun 1905, Lenin menulis risalahnya yang hingga kini menjadi acuan bagi gerakan-gerakan kiri: 'What is To Be Done?"Lenin memulai dengan sebuah argumenn: pengorganisasian gerakan akan sangat bergantung pada kesadaran massa. Menurut Lenin, gerakan massa bukanlah gerakan yang asal hadir dan asal melakukan kegiatan tanpa tahu apa yang harus ia lakukan dan apa yang (tidak) harus dilakukan. Ia kemudian menawarkan sebuah tesisnya yang cukup terkenal: 'Tanpa teori revolusioner, takkan ada praktik revolusioner'.

Teori dan praktik memiliki kesalingterkaitan satu sama lain bagi sebuah gerakan massa. Gerakan mesti punya 'teori' yang cukup kuat untuk melakukan perlawanan, yang mana 'teori' itu harus senantiasa dibenturkan dengan realitas, didialektikakan oleh para pegiatnya, dijadikan acuan bagi strategi dan taktik gerakan, sehingga tujuan gerakan bisa tercapai. Ini pula yang disebut oleh Ernest Mandel, seorang sosiolog Marxis Belgia, sebagai 'kesatuan teori dan praksis' ketika berbicara tentang gerakan mahasiswa.

Dengan perlunya kesatuan teori dan praksis, maka gerakan mahasiswa perlu merumuskan metode-metode praktisnya sesuai acuan teoretis yang sudah ada. Acuan teoretis bagi gerakan mahasiswa adalah analisis yang diberikan oleh Kastrat. Acuan analisis yang diberikan oleh Kastrat itu harus memiliki implikasi pada agenda perubahan yang diberikan oleh gerakan. Oleh sebab itu, dari analisis, Kastrat perlu bergerak ke arah 'strategi' dan 'taktik' untuk kemudian dapat diterjemahkan melalui bentuk-bentuk gerakan yang lebih konkret.

Fungsi Strategi dan Taktik
Secara umum, tugas strategi dan taktik adalah adalah menciptakan, memelihara, dan menambah syarat-syarat yang akan membawa kepada tujuan. Strategi bertugas mengantarkan gerakan sampai pada tujuan pergerakan yang telah ditetapkan. Strategi akan membantu organisasi untuk mengorganisir semua kekuatan dan semua potensi sumber daya yang dimilikinya, untuk dapat digunakan secara cerdas dalam menentukan dan mengidentifikasikkan  posisi gerakan, posisi lawan, cara untuk menghancurkan posisi lawan, hingga agenda-agenda taktis apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dengan demikian Strategi dan Taktik memiliki beberapa fungsi penting:

(1) Mengidentifikasikan Kawan dan Lawan
Dalam bergerak, kawan dan lawan harus diidentifikasikan secara jelas. Posisi 'kawan' akan memudahkan organisasi dalam membangun aliansi dan jejaring strategis yang bisa menjadi mitra dalam pergerakan, sementara lawan akan memudahkan organisasi dalam menentukan apa yang mesti dilawan oleh organisasi. Stratak akan mengidentifikasikan mereka secara lebih jelas. Ini penting agar aksi-aksi mahasiswa tidak hanya memenuhi hasrat turun ke jalan, tetapi juga dilandasi pemetaan posisi dan aktor yang jelas.

(2) Memberikan Acuan Waktu dan Cara Bertindak
Gerakan perlu memiliki timing dalam bergerak. Kapan organisasi harus bergerak dan kapan ia harus berada dalam posisi diam. Dengan stratak, acuan waktu dapat didefinisikan dengan jelas. Acuan waktu itu juga akan menentukan cara apa yang ditempuh  oleh organisasi. Tugas Kastrat-lah untuk mendefinisikan hal-hal tersebut.

(3) Menentukan Target dan Capaian Gerakan
Gerakan perlu pula menentukan target apa yang akan dicapai oleh gerakan. Target didefinisikan dengan jelas dan terang, tidak abstrak. Target akan ditentukan melalui strategi dan taktik gerakan. Penentuan target yang tepat akan memberikan acuan apa saja yang harus dilakukan gerakan, juga penghalang apa yang kira-kira ada dalam pergerakan tersebut. Ini juga menjadi tugas Kastrat untuk mendefinisikannya.

(4) Memberikan Tolak Ukur Evaluasi Gerak
Karena gerakan punya target yang didefinisikan dengan jelas, maka acuan evaluasinya juga harus jelas. Ini perlu agar secara rutin organisasi dapat mengevaluasi capaian pergerakannya sehingga gerakan tidak berhenti di tengah jalan karena 'kehabisan bensin' tetapi juga perlu cara-cara yang dipikirkan di awal untuk mengantisipasi fenomena semacam ini.

Sebagai contoh, organisasi bertujuan untuk mencabut UU Pendidikan Tinggi. Maka, strategi untuk mencabut UU tersebut perlu dirumuskan, beserta langkah-langkah taktis apa yang akan dilakukan untuk mencabut UU itu. Organisasi perlu merumuskan cara apa yang akan ditempuh, waktu apa saja yang digunakan untuk menghidupkan isu tersebut. Selain itu, targetan taktis dan acuan evaluasinya juga perlu disiapkan, semisal pengajuan draft gugatan ke Mahkamah Konstitusi. dan lain sebagainya.

Perlu dicatat, Strategi dan Taktik perlu dirumuskan secara fleksibel, memperhatikan keadaan mental dan sumber daya gerakan. Jika sumber daya organisasi tidak memungkinkan, seperti kondisi staf yang tidak prima atau kondisi eksternal yang kurang mendukung, organisasi tidak perlu memaksakan isu. Berkonsentrasilah pada penguatan organisasi sembari menyiapkan gerakan yang lebih besar.

Merancang Strategi
Bagaimana merancang strategi bagi gerakan? Ada banyak pilihan yang sebenarnya bisa diambil atau dibuat oleh Kastrat secara kreatif. Sebab, strategi akan menyesuaikan medan yang dihadapi oleh gerakan. Tetapi, secara garis besar, ada beberapa hal yang mungkin bermanfaat sebagai panduan.

(1) Memetakan Kondisi Lapangan
Langkah pertama yang perlu dilakukan Kastrat adalah memetakan kondisi lapangan. Berarti, kader-kader Kastrat mesti mengetahui semua informasi tentang isu yang dihadapi dan sudah dianalisis secara mendetail. Informasi lapangan bisa didasarkan atas analisis dan data yang dimiliki oleh riset. Pemetaan kondisi lapangan penting agar Kastrat tahu 'medan' seperti apa yang akan dihadapi oleh gerakan.

Apa saja yang mesti dipetakan oleh Kastrat? Ada beberapa hal penting. Pertama, aktor.  Semua pihak yang terlibat dalam sebuah isu harus dipetakan dan dilihat perannya, sekecil apapun. Kedua, lokasi. Kastrat harus tahu di wilayah apa isu itu beredar dan seberapa besar dampaknya. Ketiga, situasi. Ini berarti Kastrat harus memetakan bagaimana situasi gerakan yang ada di luar terkait penyikapan isu tersebut dan bagaimana dampaknya bagi organisasi.

Sebagai contoh, jika Kastrat ingin menyikapi UU Pendidikan Tinggi, maka Kastrat harus memetakan beberapa hal berikut: Pertama, siapa saja yang terlibat? Kita mungkin akan menemukan: Bank Dunia, Dirjen Dikti, Mahkamah Konstitusi, Universitas, DPR, BEM, Gerakan mahasiswa ekstrakampus, dan lembaga masyarakat sipil. Kedua, ia berada di wilayah apa? Ia bisa berada di wilayah nasional dan kampus, di mana di wilayah nasional ia beroperasi di area hukum, dan di wilayah kampus area operasionalnya adalah pada tata kelola perguruan tinggi. Ketiga, ia berada pada situasi politik yang seperti apa? UU Pendidikan Tinggi, jika kita petakan, berada pada tarikan isu banjir jakarta, kenaikan harga BBM, kenaikan TDL, dan isu lain yang lebih menarik perhatian mahasiswa karena bisa menghasilkan gerakan yang lebih massif.

Dengan pemetaan yang komprehensif, kita bisa mengetahui dan menempatkan posisi apa yang ingin diambil oleh organisasi pergerakan mahasiswa dalam menyikapi isu tersebut. Ini perlu jadi bahan perhatian Kastrat.

(2) Mengetahui Kekuatan Organisasi
Setelah memetakan kondisi lapangan, hendaknya dipetakan juga bagaimana kekuatan organisasi atau kekuatan jaringan untuk menyikapi isu yang ada. Jangan bergerak tanpa kekuatan. Ini penting karena kekuatan organisasi menjadi parameter gerakan apa yang akan dibuat oleh organisasi.

Salah satu tugas stratak adalah untuk mempertahankan dan menambah kekuatan serta posisi sendiri. Dalam salah satu hukum stratak, pihak yang kekuatannya kecil tidak boleh menyerang yang punya kekuatan besar. Oleh sebab itu, perlu didefinisikan kekuatan organisasi untuk memastikan kekuatan organisasi bisa memadai untuk melemahkan dan menghancurkan kekuatan serta posisi lawan. 

Bagaimana kita memetakan kekuatan organisasi? Yang bisa dilihat adalah sumber daya apa saja yang dimiliki organisasi dan potensi sumber daya apa yang bisa diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang sudah ada. Sumber daya itu bisa sumber daya finansial (karena gerakan perlu 'bensin' agar tidak mogok di tengah jalan), sumber daya manusia, atau sumber daya jaringan yang bisa menutupi kedua sumber daya tersebut. Sumber daya ini akan jadi 'mesin' yang menggerakkan gerakan dan roda organisasi ke depan.

Bagi Kastrat, penting untuk tidak terpaku pada sumber daya yang konvensional tersebut. Kastrat bisa melipatgandakan sumber daya yang lain: pengetahuan dan informasi. Keahlian dalam menganalisis dan mengumpulkan informasi akan menjadi sumber daya baru dan bisa juga menjadi alat untuk merumuskan strategi gerakan. Sebab, pertarungan di era kapitalisme global akan lebih banyak ditentukan oleh siapa yang menguasai informasi dan bagaimana informasi itu digunakan untuk memukul posisi lawan. Maka dari itu, pengetahuan menjadi sangat penting.

Sebagai contoh, untuk mengawal kasus UU Pendidikan Tinggi, organisasi perlu memikirkan sumber daya apa saja yang tersedia: seberapa banyak informasi dan data tentang UU ini dikumpulkan, adakah ahli hukum yang bisa mempreteli UU ini, berapa dana yang tersedia, dan potensi jaringan apa yang dimiliki untuk mengawal isu ini. Kekuatan ini bisa saja dilipatgandakan jika ada potensi sumber daya lain yang bisa diambil. Jika kekuatan bisa dipetakan, kekuatan bisa diakumulasi untuk menjadi basis kekuatan baru gerakan.

Dengan memetakan kekuatan, organisasi bisa 'mengukur diri' untuk selanjutnya memikirkan daya ubah apa yang kira-kira bisa diambil oleh organisasi untuk mempengaruhi konstelasi sosial politik yang ada. Di sinilah Kastrat memainkan peran yang sangat penting bagi gerakan mahasiswa.

(3) Menempatkan Posisi
Setelah pemetaan kondisi dilakukan dan kondisi objektif politik sudah dapat didefinisikan, juga kekuatan organisasi sudah diketahui, Kastrat perlu menempatkan posisi organisasi pada peta tersebut. Penempatan posisi tersebut sangat erat kaitannya dengan sikap apa yang diambil oleh organisasi. Sikap tersebut akan membelah peta: mana yang akan menjadi kawan -atau mitra organisasi- dan mana yang akan menjadi lawan.

Pemetaan kawan dan lawan ini penting karena dalam peta percaturan politik nasional, organisasi mahasiswa tidak bergerak sendiri. Ada banyak organisasi lain yang juga punya kecenderungan sikap yang sama pada isu tersebut. Persoalannya, apakah organisasi tersebut tergabung dalam aliansi besar? Jika belum ada, bisa direkomendasikan pembangunan aliansi taktis di mana organisasi akan terlibat di sana. Atau, jika sudah ada, organisasi bisa bergabung, sesuai dengan visi misi dan kepentingan.

Sebagai contoh, kita bisa lihat penempatan posisi ini dari isu yang dibahas. Jika Kastrat ingin menyikapi UU Pendidikan Tinggi, Kastrat bisa menempatkan posisi gerakan. Apa sikap yang diambil oleh Kastrat? Jika sikapnya adalah menolak, maka Kastrat bisa membangun aliansi dengan organisasi yang menolak, masyarakat sipil, atau lembaga bantuan hukum (sebagai mitra untuk mengambil posisi di MK). Dan 'lawan'-nya juga bisa didefinisikan secara tegas: Bank Dunia, Kementerian Pendidikan Tinggi, fraksi-fraksi di DPR, atau organisasi mahasiswa yang sehaluan dengan mereka.

Sehingga, dengan posisi ini, organisasi bisa membangun gerakan. Tinggal bagaimana desain besar gerakan yang akan dibangun setelah menempatkan posisi ini.

(4) Membuat Desain Gerakan
Setelah memetakan posisi dan kondisi lapangan, Kastrat perlu membuat desain gerakan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, berbekal data lapangan dan posisi, aktivitas-aktivitas gerakan perlu diset dalam jangka waktu tertentu yang memudahkan organisasi untuk bisa mem-blow-up isu secara konsisten. Di sini, tugas Kastrat penting untuk merumuskan secara garis besar apa yang harus dilakukan oleh organisasi.

Desain gerakan pada dasarnya dibuat secara jangka panjang atau menengah. Desain gerakan ini akan menjadi 'payung' dan dasar untuk merencanakan agenda yang lebih taktis. Dengan demikian, desain ini perlu dirumuskan dalam jangka waktu tertentu dan targetan-targetan yang bisa dicapai.

Semisal, dalam konteks pengawalan isu UU Pendidikan Tinggi, Kastrat bisa merumuskan desain gerakan selama beberapa bulan. Misalnya, dalam jangka waktu 2 bulan, organisasi punya target untuk memasyarakatkan penolakan terhadap UU Pendidikan Tinggi di tingkatan daerah. Oleh sebab itu organisasi bisa membuat beberapa format agenda, dari aksi-aksi kecil, diskusi publik, konsolidasi, hingga aksi besar yang melibatkan semua jejaring dan aliansi gerakan yang sudah ada.

Penting untuk diingat, fleksibilitas perlu jadi bahan perhatian. Artinya, desain gerakan ini tidak saklekmelainkan perlu juga memperhatikan beberapa alternatif. Jadi, selalu ada plan A, plan B, plan C dan lain-lain dengan tingkat capaian yang tak jauh berbeda. Agar Kastrat tak kecewa jika hasilnya tak sesuai rencana.

(5) Merencanakan Agenda Taktis
Setelah desain besar gerakan dibuat dengan target-target tertentu, barulah Kastrat merencanakan agenda-agenda taktis. perencanaan agenda taktis ini dilakukan dengan mempertimbangkan desain besar yang sudah ada dan sumber daya organisasi.

Merencanakan agenda taktis berarti membuat list tentang apa saja agenda yang bisa diprogramkan terkait pengawalan isu tersebut. Hendaknya agenda-agenda tersebut dilaksanakan secara konsisten, tanpa terdistraksi oleh isu-isu lain (kecuali yang memang sama-sama penting). Sehingga, dengan agenda taktis, gerakan bisa lebih konkret dan kreatif. Agenda taktis juga akan berpengaruh terhadap 'suhu' gerakan di tingkat yang ingin dipengaruhi.

Agenda-agenda taktis sangat berbeda dengan program kerja rutin. Agenda taktis berarti membuat agenda programatik yang berada di bawah satu desain besar untuk mem-blow-up isu gerakan. Artinya, agenda taktis adalah implikasi dari penyikapan yang dilakukan. Sehingga, targetnya bukan hanya terkait target kuantitatif (semisal, berapa peserta diskusi atau seberapa banyak poster tersebar) tetapi juga bagaimana agenda tersebut mempengaruhi kondisi sosial-politik yang ada.

Sebagai contoh, untuk mengawal isu UU Pendidikan Tinggi, Kastrat bisa merencanakan aksi-aksi massa, baik dari satu organisasi ataupun yang bersifat aliansi. Dengan adanya aksi, diharapkan media bisa meliput dan isu ini jadi perbincangan di media. Selain aksi, Kastrat juga bisa menggelar diskusi untuk mewacanakan isu UU Pendidikan Tinggi ke publik. Bisa juga melakukan kajian terbuka yang isinya mengkritisi UU Pendidikan Tinggi. Agenda taktis lain, bisa juga dengan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi sebagai langkah politik mencabut UU tersebut.

Sehingga, dengan perencanaan yang matang, kita bisa mengukur seberapa besar pengaruh gerakan yang kita rancang bagi mahasiswa, rakyat, dan negara. Inilah peran besar Kastrat.

Mewacanakan Gerakan
Selain berkutat di perencanaan Kastrat juga perlu ambil bagian di pewacanaan gerakan. Pewacanaan gerakan ini penting sebagai ajang untuk menyampaikan sikap gerakan kepada publik, juga untuk menambah wacana baru yang bisa dikaji untuk memperkaya gagasan yang sudah ada. Apa saja hal yang bisa dikontribusikan oleh Kastrat sebagai bagian dari pewacanaan gerakan?

(1) Diskusi Publik. Diskusi bisa dilakukan untuk menyampaikan sikap gerakan dan mengujinya kepada publik. Dalam konteks gerakan, diskusi perlu menghadirkan perwakilan dari organisasi dan penanggap. Diskusi perlu jadi semacam 'panggung' bagi gerakan untuk tampil, tanpa melupakan proses dialog. Penanggap tidak harus 'tenar', yang penting ia bisa memberikan respons secara proporsional bagi gerakan. Jangan sampai diskusi terjebak pada formalitas. Jadikanlah ia sebagai panggung wacana bagi gerakan.

(2) Jejaring. Kastrat juga bisa menggunakan jejaring organisasi untuk mewacanakan gerakan. Hal ini bisa dilakukan melalui temu tokoh atau kunjungan ke lembaga yang bersangkutan. Tujuan kunjungan ini adalah menggali dan mempertajam perspektif yang kita gunakan untuk menganalisis isu. Kita juga bisa membandingkan cara pandang mereka dan cara pandang organisasi ketika melihat isu yang diangkat. Kunjungan juga berguna sebagai wahana memperluas jaringan. Sebelum bertemu dengan tokoh atau berkunjung, siapkan materi dan list pertanyaan.

(3) Media Propaganda. Media penting untuk menyampaikan gagasan secara tertulis dan menyebarluaskannya ke kalangan yang lebih luas. Jika diskusi hanya bisa dilakukan kepada hadirin, media bisa menjangkau mereka yang tidak datang diskusi atau mereka yang belum tahu tentang isu yang diangkat. Oleh sebab itu,menjadi penting. Bentuknya bisa berupa selebaran, pamflet, poster, komik atau buletin yang bisa dibaca. Gunakan bahasa propaganda. Dengan adanya media sosial, propaganda juga bisa menggunakan media maya. Kemampuan desain diperlukan di sini.  

(4) Pernyataan Sikap. Kastrat juga bisa berperan ketika aksi dengna membuat kertas pernyataan sikap. Pernyataan sikap berbeda dengan press release. Pernyataan sikap memaparkan dengan gamblang sikap gerakan kita dan rasionalisasi yang melatarbelakangi sikap itu. Ia dibacakan oleh Koordinator Aksi di akhir demonstrasi dan tidak untuk dibagikan ke wartawan. Yang dibagikan adalabh press release yang ditulis oleh Tim Humas sesuai dengan kaidah jurnalistik dan kehumasan.  

Apa yang Dilakukan Sesudah Bergerak?
Terakhir, setelah bergerak, apa yang dilakukan? Evaluasi menjadi sesuatu yang penting. Setelah menyusun agenda pergerakan dan menjalankannya, organisasi perlu rehat sejenak untuk mengevaluasi pencapaian selama ini. Evaluasi perlu dilakukan dengan melihat pencapaian atas strategi yang dijalankan, apakah berhasil atau tidak.

Secara garis besar, ada beberapa hal yang bisa jadi acuan:
a.  Jika semua taktik berhasil maka strateginya berhasil.
b.  Jika Semua taktik gagal maka strateginya gagal.
c.  Jika salah satu taktik gagal, maka strategi masih bisa berhasil dengan syarat taktik yang lainnya berhasil, dan bersifat strategis.
d.  Jika Sebagian taktik berhasil namun sebagian taktik strategis yang lain gagal, maka strategi gagal.


Pada intinya, strategi dan taktik hanya instrumen dari pencapaian tujuan dan cita-cita gerakan. Jangan jadikan alat sebagai tujuan. Dan jangan salah dalam merumuskan tujuan. Jadilah, meminjam istilah Dahlan Ranuwiharjo, jadilah seorang 'pejuang paripurna' yang selesai dengan iman dan ilmu sebelum amal. [selesai]

Mengelola Kastrat (Bagian 2: Menganalisis Isu)

Oleh: Ahmad Rizky M. Umar
Pernah bergiat di Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM 2008-2012

Salah satu fungsi utama Kastrat adalah menganalisis isu yang beredar di masyarakat dan memberikan sikap. Analisis dan sikap menjadi dua sisi mata uang dari aktivitas Kastrat. Sikap harus didasarkan pada analisis yang tajam, sementara analisis juga harus berujung pada sikap gerakan. Begitulah seterusnya.

Pembuatan analisis memiliki sedikit 'seni' yang harus diperhatikan bagi para analis. Membuat analisis tidak sekadar menuliskan sikap dalam kertas pernyataan sikap. Diperlukan kejelian bagi para pegiat Kastrat untuk melihat sebuah permasalahan dan membedahnya sehingga bisa dijadikan sebuah pertimbangan bagi penentuan sikap gerakan.

Apa itu Analisis Isu?
Menganalisis isu berarti mengurai data/informasi terkait sebuah isu dengan sebuah pendekatan yang spesifik, sehingga akar masalahnya dapat terlihat dan dapat disikapi oleh mahasiswa. Analisis isu memerlukan metode yang tepat, pengetahuan yang logis, dan pendekatan yang sesuai. Metode, pendekatan, dan pengetahuan itu bisa didapatkan oleh mahasiswa di bangku kuliah.

Menganalisis isu dapat diibaratkan seperti 'memasak' di dapur. Koki tidak bisa sembarangan mencampur bahan. Ada cara-cara yang harus dilakukan seperti menumis, memotong daging, hingga menggoreng atau mengukus. Masing-masing cara berbeda, untuk menghasilkan makanan yang diinginkan. Begitu juga dengan analisis. Kastrat perlu  meramu informasi, mencampurnya dengan hati-hati, menumisnya dengan pendekatan yang diinginkan, hingga menggoreng informasi tersebut dengan metode analisis yang jitu. Semuanya memerlukan kehati-hatian dan seni tersendiri, tak bisa sembarangan.

Mengapa Sebuah Isu Perlu Dianalisis?
Analisis Isu diperlukan untuk memastikan sikap yang dikeluarkan oleh organisasi benar-benar mewakili kepentingan mahasiswa, tidak ditunggangi oleh kepentingan politik manapun. Kastrat tidak bisa hanya mengandalkan media massa sebagai pertimbangan gerakan. Seringkali, pemberitaan media dipenuhi oleh tendensi-tendensi tertentu yang diolah melalui framing oleh pemilik media. Akibatnya, pemberitaan menjadi bias kepentingan tertentu. Tugas Kastrat-lah untuk menganalisis pemberitaan media tersebut, sehingga tidak semua berita menjadi isu gerakan yang mesti disikapi. Ini akan tergantung pada analisis yang dibuat oleh Kastrat.

Sebagai contoh, kita bisa melihat pemberitaan mengenai tragedi Lumpur yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Pemberitaan di MetroTV pasti akan menyebutnya sebagai 'Lumpur Lapindo', disertai dengan pemberitaan yang menyudutkan PT Lapindo milik Bakrie sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sementara itu, pemberitaan di TV-One lebih cenderung menggunakan istilah 'Lumpur Sidoarjo' dan melihat tanggung jawab berada pada pemerintah. Isu yang diangkat sebagai berita sama, tapi arah pemberitaannya berbeda. Ini jelas tak terlepas dari kepentingan politik redaksi koran yang bersangkutan.

Akan tetapi, bukan berarti Kastrat menolak pemberitaan media. Berita tetap menjadi sumber informasi. Tetapi, berita itu sendiri perlu dilihat secara kritis, dan untuk menjadikannya sebagai isu gerakan, Kastrat perlu menganalisisnya secara cermat.

Jenis-Jenis Analisis
Analisis Isu bisa bermacam-macam. Hal ini akan sangat tergantung pada tujuan analis Kastrat. 
Secara umum, metode yang digunakan oleh seorang analis Kastrat adalah metode kualitatif. Ia bisa berbentuk analisis isi (content analysis), analisis wacana (discourse analysis), analisis komparatif, dan lain sebagainya. Penting bagi Kastrat untuk menentukan metode dalam menganalisis suatu data.

Jika menggunakan analisis isi, teknik yang dilakukan adalah mengupas kata per kata dari pemberitaan/rumusan kebijakan dan melihat konsekuensi logis dari kata per kata tersebut. Jika menggunakan analisis wacana, yang dilihat bukan hanya isi teks dari kebijakan/pemberitaan, tetapi jugadiscourse apa yang ditampilkan dari kebijakan itu. Sementara jika menggunakan analisis komparatif, yang dilihat adalah perbandingannya dengan tempat lain.
Saya akan memberikan tiga jenis analisis yang biasanya dilakukan untuk menopang kebutuhan gerakan.

(1) Analisis Isi/Deskriptif
Jenis analisis ini adalah analisis paling standard dan mudah bagi Kastrat. Analisis ini membahas secara mendalam terhadap isi (esensi) suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Dengan menggunakan analisis ini, seorang analis akan melihat informasi berdasarkan 'apa yang tertulis' dan hanya melihat implikasi-implikasi logis dari teks tersebut. Cara membacanya sangat esensialis, dengan fokus pada sistematika dan substansi teks. 

Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis isi akan melihat UU ini pada substansi teksnya, apakah UU ini bermasalah pada pasal per pasal atau tidak, serta bagaimana konsekuensinya.

(2) Analisis Wacana
Jenis analisis ini lebih tinggi tingkat kesulitannya. Seorang analis akan melihat teks tidak hanya pada apa yang tertulis pada teks, tetapi pada konstruksi wacana yang membentuk teks tersebut. Teks tidak dilihat pada apa yang berada di dalamnya, tapi pada kontestasi pemaknaan yang membentuk teks tersebut. Oleh sebab itu, analisis wacana akan memfokuskan pada bagaimana teks tersebut dimaknai dengan membentuk rantai pemaknaan yang hegemonik pada teks tersebut. Sehingga, teks bukan sesuatu yang 'apa adanya' tetapi lebih sebagai sesuatu yang 'diisi' oleh satu format pemaknaan tertentu.

Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis wacana akan melihat konstruksi wacana apa yang sebenarnya membentuk UU ini, bagaimana ia beroperasi dalam pasal-pasal yang ada di UU itu, dan bagaimana ia menghegemoni pemaknaan UU tersebut.

(3) Analisis Komparatif
Jenis analisis ini melihat sebuah informasi tidak hanya pada konstruksi wacana atau substansi teksnya, tetapi bagaimana teks itu ada di tempat lain dan apa konsekuensinya. Makna tidak hanya dibentuk di dalam teks, tetapi harus dikontestasikan dengan teks/data/informasi lain. Dengan demikian, sebuah informasi harus dilihat dengan cara membandingkannya dengan informasi di tempat lain. Analisis ini memerlukan data dan informasi yang lebih valid dan lebih kompleks, karena harus menggunakan dua jenis data yang berada pada tingkat yang sama.

Sebagai contoh, ketilka ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis komparatif akan melihat bagaimana UU ini di negara lain, bagaimana substansi pasa-pasalnya dan bagaimana konstruksi wacana keduanya. Kesimpulan analisis ini lebih berbobot karena informasinya yang sangat kompleks, tetapi akan sangat melelahkan bagi seorang analis Kastrat.

Masih adakah jenis analisis yang lain? Tentu saja ada dan masih dimungkinkan untuk berkembang. Seorang analis Kastrat bisa menemukan di tempat lain. Tetapi, jangan terjebak pada pencarian metodologis: carilah jenis analisis yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Komponen Analisis
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan 'bahan' alias komponen-komponen tertentu. Apa saja komponen yang diperlukan oleh seorang analis Kastrat ketika ingin menganalisis sebuah isu/permasalahanan?

(1) Informasi dan Data
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan informasi yang cukup. Analisis harus didasarkan pada informasi yang benar. Ketidakbenaran informasi akan menyebabkan analis sampai pada kesimpulan yang salah. Oleh sebab itu, seorang analis harus memastikan informasi yang didapatkan benar-benar valid. Selain itu, analis juga perlu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, agar hasil analisis benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. 

Data adalah informasi yang disistematisasikan. Untuk memudahkan seorang analis, informasi yang sudah dikumpulkan perlu dipilah dan dibuat menjadi data yang sistematis. Gunanya adalah ketika ingin dianalisis, seorang analis akan mudah mengidentifikasi mana data yang penting dan mana yang tidak begitu penting.

(2) Pendekatan/Perspektif
Selain mengumpulkan data dan informasi, analis Kastrat juga perlu mengidentifikasi pendekatan apa yang akan digunakan untuk menganalisis masalah. Pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan untuk menginterpretasikan data. Jika mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pendekatan adalah "usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian". Pendekatan bisa diposisikan juga sebagai perspektif, posisi kita untuk membaca sebuah permasalahan.

Pada intinya, pendekatan adalah posisi teoretik seorang analis ketika ia berhadapan dengan sebuah data yang telah disajikan. Penting untuk dicatat, pendekatan itu bisa dipilih dan tidak bersifat tunggal. Semua pendekatan bisa digunakan untuk melakukan analisis, baik digunakan secara konsisten maupun dikombinasikan dengan pendekatan yang lain. Kombinasi dan konsistensi pendekatan itu akan ditentukan oleh teori apa yang digunakan oleh seorang analis.

(3) Teori
Untuk memastikan pendekatan yang digunakan oleh analis itu relevan dengan problem yang dihadapi, pendekatan perlu diperkuat oleh teori. Menurut KBBI, teori adalah "pendapat yg didasarkan pd penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi". Setelah informasi itu didekati dengan cara pandang tertentu, cara pandang tersebut perlu diperkuat dengan teori-teori yang relevan. Teori tersebut akan merujuk pada data yang ada. Untuk berteori, seorang analis perlu memiliki pengetahuan yang cukup. Untuk mendapatkan teori-teori tersebut, seorang analis dapat membaca buku-buku yang relevan dengan isu yang dihadapi atau menggunakan aktivitas perkuliahan untuk membantu. Jadi, tidak ada alasan bagi aktivis untuk meninggalkan ruang kuliah. 

(4) Metode Analisis
Setelah memilah dan memilih teori yang akan digunakan, seorang analis Kastrat juga perlu menentukan metode apa yang akan ia gunakan untuk menganalisis data/informasi yang tersedia. Metode adalah cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis sebuah permasalahan. Menurut KBBI, Metode adalah "cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud". Ia adalah cara yang ditempuh oleh seorang analis untuk sampai npada kesimpulan dan sikap gerakan dari analisis yang ia lakukan.

Pilihan-pilihan metode apapun sah, asal dilakukan secara konsekuen oleh seorang analis Kastrat. Konsistensi atas metode akan memperkuat sikap/posisi intelektual seorang analis Kastrat. Dengan pemahaman dan prosedur metodologis yang sah, Kastrat akan dapat mempertanggungjawabkan sikap yang ia hasilkan secara terbuka dan juga ilmiah.

Prosedur Dasar Analisis
Sebuah analisis memiliki prosedur-prosedur dasar yang perlu diperhatikan. Prosedur ini tidaklah baku, tetapi bisa menjadi panduan dasar bagi analis Kastrat untuk melakukan analisis secara lebih mendalam. Setidaknya, saya memetakan ada empat prosedur mendasar bagi sebuah analisis Kastrat.

(1) Memilah Informasi dan Data
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, informasi adalah sesuatu yang diterima oleh seorang analis dari sumber-sumber tertentu, sementara data adalah informasi yang disistematisasikan. Perlunya mengumpulkan informasi dan mensistematisasi data adalah untuk memberikan dasar argumen yang kuat. Informasi bukan dasar untuk bergerak, tetapi ia dasar untuk memberikan argumentasi bagi gerakan. Tanpa data, gerakan hanya akan terjebak asumsi dan mudah dipatahkan oleh lawan bicara. Ini perlu diperhatikan oleh seorang analis Kastrat.

Informasi tak bisa hanya diambil begitu saja (taken for granted), melainkan ia juga perlu dikritisi. Oleh sebab itu, penting bagi seorang analis untuk memilah informasi dan data yang ada, mana yang fakta dan mana yang opini. Seorang analis Kastrat perlu lebih jeli dalam melihat hal ini.

Fakta adalah informasi yang kebenarannya telah terbukti adanya. Ia bisa berupa informasi angka atau kalimat yang menyatakan kebenaran. Sementara itu, opini adalah sesuatu yang berasal dari pikiran seseorang dalam membaca sebuah informasi. Asumsi adalah sesuatu yang masih berada dalam dugaan pembuatnya. Dalam pemberitaan, opini dan asumsi seringkali masuk dalam informasi yang diterima. oleh sebab itu, penting untuk dipilah terlebih dulu informasi yang ada tersebut.

Bagaimana cara membedakan opini dan asumsi dengan fakta? Kita lihat nilai kebenarannya. Jika ia sudah terbukti benar, tanpa ada syak wasangka, maka ia adalah fakta. Fakta dibahasakan secara tegas dan bisa dibuktikan kebenarannya. Jika ada data yang nilai kebenarannya tidak jelas, analis bisa pisahkan datanya. Ia perlu dibuktikan terlebih dulu hingga benar. Sementara opini berasal dari praduga seseorang. Ia berbeda dengan fakta dalam penyampaiannya. Opini dibahasakan dengan ambigu dan menggunakan kata-kata sifat.

Mari kita urai salah satu pemberitaan berikut:

"Dalam UU PT, kata Nuh, pemerintah membuat beberapa aturan yang wajib dipenuhi untuk perguruan tinggi asing yang ingin masuk ke Indonesia. Hal paling utama diperhatikan khususnya adalah status akreditasinya. Pasalnya, hanya perguruan tinggi asing dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia." (Kompas, 12/7/12)

Pada pemberitaan itu, apa fakta dan opininya? Fakta yang bisa diidentifikasikan: (1) M Nuh memberikan pernyataan tentang UU Pendidikan Tinggi; dan (2) Di UU Pendidikan Tinggi, ada aturan tentang Perguruan Tinggi asing. Dua hal ini jadi fakta karena terbukti kebenaranya. Sementara opininya antara lain: (1) Status akreditasi diperhatikan dalam UU Pendidikan Tinggi; (2) Hanya perguruan tinggi dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia. Dua hal itu masuk sebagai opini karena ambiguitas, dimana statement pertama menyiratkan kata 'diperhatikan' yang sangat subjektif, serta kaliman kedua menyatakan 'baik' yang adalah kata sifat.

Contoh-contoh serupa dapat kita lihat di berbagai pemberitaan lain. Pada intinya, berita dan informasi harus dipilah, dipisahkan opini dan faktanya, agar benar-benar bisa jadi pertimbangan. Opini yang ada dalam pemberitaan perlu dipisahkan dulu agar tidak mengganggu frame berpikir analis. Dengan pemilahan, analis bisa memberikan analisis secara lebih matang.

(2) Menentukan Perspektif
Kumpulan data saja tidak bisa menjadi dasar argumen. Ia harus diinterpretasikan (ditafsirkan) agar akar masalah yang ada pada data tersebut muncul. Oleh sebab itu, ia harus dilihat dari cara pandang tertentu. Inilah yang di bagian sebelumnya kita sebut sebagai perspektif. Cara pandang ini akan menentukan posisi analis, ia akan melihat data seperti apa dan dari posisi mana.

Bagaimaa kita menentukan perspektif? Di sini, seorang analis mesti mengetahui dan memahami tradisi berpikir apa saja yang bisa dijadikan pijakan. Perspektif bisa dipelajari dan dibaca dalam beberapa literatur.. Secara garis besar, pendekatan analisis dapat dibagi ke dalam dua bentuk pendekatan: struktural dan agensi. Pendekatan struktural melihat persoalan pada kesatuan 'struktur' yang membentuk masyarakat, sehingga persoalan-persoalan yang ada akan dilihat pada jalinan-jalinan pada kesatuan struktur tertentu. Biasanya, pendekatan struktural banyak dipakai oleh kaum Marxis, Post-Marxis, realis, dan sejenisnya. Sementara itu, pendekatan agensi biasanya melihat persoalan pada kemampuan agen/aktor tertentu dalam sebuah persoalan, sehingga persoalan yang ada akan dilihat pada aktor siapa yang bermain di sana. Pendekatan liberal dan neoliberal biasanya menggunakan tipe pendekatan ini.

Menentukan perspektif harus dilakukan dengan melihat relevansi perspektif itu terhadap kasusnya. Biasanya, hampir semua perspektif bisa digunakan untuk menganalisis isu, tetapi ada juga perspektif yang tidak begitu pas untuk membaca kasus tersebut. Penting untuk dilihat, seorang analis tidak boleh berpretensi untuk menunggalkan satu perspektif sebagai satu-satunya perspektif yang benar. Semua analisis akan mengarah pada bentuk kebenaran dengan wajah yang berbeda. Persoalannya, tinggal konsistensi seorang analis untuk menggunakan perspektif itu.

Sebagai contoh, untuk membaca informasi tentang Lumpur Lapindo, seorang analis perlu memakai pendekatan tertentu: apakah ia akan melihat lumpur itu sebagai kegagalan negara dalam menyelesaikan masalah internalnya (yang berarti pendekatannya adalah realist) ataukah justru ia akan melihat lumpur itu sebagai problem kapitalisme (yang berarti pendekatannya adalah Marxis). Pendekatan nantinya akan menentukan metode apa yang akan diambil untuk menganalisis kasus tersebut.

Mungkinkah perspektif yang digunakan bersifat kombinasi? Sangat mungkin. Tetapi, perlu dicatat, kombinasi itu harus dilakukan secara selektif dan konsekuen. Ini mungkin memerlukan kejelian dan keahlian yang lebih khusus dari seorang analis. Yang jelas, konsistensi dan relevansi menjadi hal yang sangat penting bagi penentuan perspektif yang digunakan.

(3) Membedah Data
Setelah menentukan perspektif, seorang analis kemudian akan membedah data yang sudah ada dengan menggunakan teori-teori yang berasal dari perspektif yang dipilih. Proses ini adalah yang paling penting dalam keseluruhan proses analisis. Dengan membedah data, analis akan 'menafsirkan' data yang sudah dikumpulkan untuk kemudian disimpulkan menjadi sebuah sikap gerakan.

Dalam pemilihan teori, perlu memperhatikan (1) konsistensi sudut pandang/pendekatan yang dipakai dan (2) relevansi dengan data yang ada. Teori harus berada dalam satu sudut pandang yang konsisten. Jika sudut pandang yang digunakan itu bersifat kombinasi, maka teori juga bisa mengambil kombinasi pada sudut pandang tersebut. Konsistensi diperlukan agar penjelasan yang dihasilkan dari analisis bersifat logis dan masuk akal, juga bisa dipertanggungjawabkan. Selain konsistensi, relevansi juga penting, agar teori yang digunakan benar-benar bisa menjabarkan data dan informasi yang ada dalam sebuah kerangka penafsiran yang utuh.

Bagaimana kita menggunakan teori untuk menafsirkan data? Semisal, kita mendapatkan beberapa data berikut:
1. UU Pendidikan Tinggi hak mengelola dana, mengangkat dosen sendiri, atau mendirikan badan usaha dan mengelola dana abadi;
2. UU Pendidikan Tinggi memberikan dasar otonomi kampus;
3. UU Pendidikan Tinggi memfasilitasi pendirian badan usaha ataupun kerjasama industri dari kampus.

Jika kita menggunakan perspektif Marxis sebagai pendekatan utama untuk membedah data tersebut, kita akan memperoleh beberapa analisis berikut: Pertama, kampus diposisikan sebagai entitas yang bersifat otonom dalam hal keuangan. Otonomi kampus ini menyebabkan subsidi negara ke kampus dikurangi. Secara teoretis, jika melihat kerangka framework bank dunia (1994), pencabutan subsidi negara menyebabkan pasar bisa ekspansi sampai ke dalam kamps. Kedua,  Kampus menjadi instrumen untuk melakukan 'akumulasi kapital' dengan pendirian badan usaha dan otonomi yang memungkinkan kampus bisa menjadi komersial. Ketiga, mengadcu pada dua analisis di atas, politik pendidikan tinggi Indonesia diarahkan pada semangat untuk meneguhkan hegemoni pasar dan menjadi bagian dari akumulasi kapital, menjadikan pendidikan sebagai komoditas.

Contoh teori itu adalah pada perspektif Marxis. Jika organisasi pergerakan punya perspektif yang lain, bisa digunakan. Untuk menggunakan teori secara tepat, seorang analis Kastrat harus membaca literatur yang terkait dengan perspektif tersebut. Bacalah dari sumber utama dan kontekstualisasikan dengan kasus yang akan dibedah. Terpenting, perspektif itu digunakan secara konsekuen dan memang benar-benar bisa dijadikan alat untuk membedah data secara komprehensif. Hal ini akan memerlukan kejelian dan keterampilan pegiat Kastrat.

(4) Generalisasi dan Kesimpulan
Setelah dibedah, teori akan digeneralisasi dan disimpulkan. Penarikan kesimpulan ini mesti dilakukan dengan prosedur penarikan yang logis. Oleh sebab itu, pentin bagi seorang analis Kastrat untuk membekali diri dengan ilmu logika sederhana. Penarikan kesimpulan yang logis adalah ditarik dari pembedahan data yang sudah ada. Jangan sampai, ada inkonsistensi antara analisis yang sudah dilakukan dengan kesimpulan yang ditarik.

Sebagai contoh, kita bisa menarik kesimpulan dari analisis yang sudah dibedah sebelumnya: tentang UU Pendidikan Tinggi. Jika menggunakan perspektif Marxis, maka kesimpulannya adalah UU Pendidikan Tinggi adalah bagian tak terpisahkan dari sistem sosial kapitalisme. Ia akan punya konsekuensi berupa komersialisasi dan liberalisasi penddikan yang merupakan turunan dari kapitalisme tersebut. Penarikan kesimpulan ini sifatnya sederhana: lihatlah analisis yang sudah dibedah sebelumnya dan lihat konsekuensi apa saja yang muncul dari analisis itu. Kesimpulan akan menuntun kita pada sikap gerakan yang akan diambil dari analisis tersebut.

Bagaimana Menentukan Sikap Gerakan?
Setelah kesimpulan dari analisis ditarik, tibalah giliran seorang analis Kastrat untuk menentukan sikap gerakannya. Sikap ini adalah 'garis finish' dari analisis isu yang dibuat oleh Kastrat. Berbeda dengan proses sebelumnya yang bisa mengambil jalan memutar, sikap harus tegas. Katakanlah A adalah A dan B adalah B. Tetapi, tentu saja, dengan mempertimbangkan hasil analisis sebelumnya.

Secara garis besar, ada tiga sikap yang bisa diambil oleh organisasi pergerakan mahasiswa terkait dengan isu yang dibahas.

(1) Menerima. Jika hasil analisis sesuai dengan kebijakan, maka keputusan untuk 'menerima' tak perlu malu untuk diambil. Katakanlah dengan tegas, menerima. Akan tetapi, jangan menerima secara utuh. Berikanlah catatan kritis terkait dengan apa yang harus dilakukan jika menerima. Jangan sampai, organisasi pergerakan hanya menerima tapi tak mengerti mengapa ia menerima dan apa konsekunesinya.

(2) Menolak. Ini sikap mayoritas gerakan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Jika ternyata analisis dan hasil kajian menyatakan tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah, maka tolaklah kebijakan itu. Tetapi, tentu saja, tidak menolak secara buta. Berikanlah argumentasi penolakan dan langkah gerak apa yang akan dilakukan untuk mengawal penolakan itu. Atau, bisa juga memberikan alternatif kebijakan yang perlu dilakukan. Pada intinya, jangan beri cek kosong dan jangan pula menolak asal beda. Tolaklah secara kritis.

(3) Menunda Penyikapan. Sikap ini agak jarang diambil oleh mahasiswa, dan kadang bisa tertukar dengan 'bingung menyatakan sikap'. Menunda penyikapan bukan berarti tidak bersikap. Menunda berarti memutuskan untuk tidak menyikapi sebuah isu dan menunggu sampai ada kejelasan. Hal semacam ini bisa terjadi karena informasi yang tidak tuntas, perdebatan yang belum selesai di internal organisasi, atau bisa juga karena pokok persoalannya bukan di sana. Dalam isu-isu yang punya potensi politis dan konflik tinggi, sikap ini bisa diambil, untuk mematangkan kajian. Karena, bersikap dengan pertimbangan yang lemah hanya akan menyeret gerakan mahasiswa ke dalam politik elit yang liar. Tetapi, tentu saja, bersiaplah dengan tekanan-tekanan politik yang akan muncul.

Dengan penyikapan, Kastrat akan menjadi lebih powerful. Gerakan akan lebih punya nyawa dan akan lebih tegas dalam bersikap. Jadikanlah analisis sebagai senjata utama gerakan. Jadi, tidak ada istilah 'bingung dalam bersikap', bukan? Bergeraklah atas dasar pengetahuan, kawan! [bersambung]

 
biz.