Selasa, 18 Agustus 2015

Menguatkan Kembali Akar Perjuangan Masa Lalu


Hari ini kita dilahirkan sebagai orang islam dan orang Indonesia, tapi sejak kecil kita tidak pernah diajarkan untuk bangga sebagai seorang muslim yang hidup di Indonesia. Betapa tidak, dalam buku-buku sejarah anak-anak pun kita lebih mengenal RA Kartini sebagai tokoh perempuan pembaharu daripada Cut Nyak Dien, kita lebih mengenal Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan daripada KH Ahmad Dahlan dan kita lebih mengenal Taman Siswa sebagai pelopor pendidikan modern daripada Jami’at Khoir. Kenyataan sejarah yang sudah banyak mengalami distorsi ini harus kita urai satu persatu, agar kita tahu kedepannya apa yang harus kita perjuangkan.
Dalam salah satu sejarah kontemporer, kita mengenal adanya Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai pelopor pendidikan modern di Indonesia. Padahal jauh sebelum Taman Siswa berdiri, telah lahir sebuah organisasi yang bernama Jami’at Khoir pada tahun 1901 di Jakarta. Visi utama Jami’at Khoir saat itu adalah untuk memberikan pendidikan islam modern karena menyadari dikotomi yang terjadi antara pendidikan modern dan pendidikan agama pada waktu itu. Sistem madrasah lama hanya menghasilkan lulusan-lulusan ulama yang tidak ada pengetahuannya tentang ilmu-ilmu modern dan system pendidikan formal hanya akan menghasilkan ahli-ahli yang sedikit pengetahuannya tentang ilmu agama.
       Menghadapi kenyataan demikian, orang-orang arab yang tinggal di Indonesia waktu itu terdorong dan tergerak nalarnya untuk mendirikan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, untuk mengintegrasikan pendidikan modern dan pendidikan islam agar bisa dihasilkan polymath, yaitu ulama-ulama yang fasih dalam bidang agama tapi juga ahli dalam ilmu pengetahuan modern.
Tujuan awal berdirinya Jami’at Khoir ini adalah untuk mendirikan sekolah islam dan pengiriman pelajar ke turki karena mempunyai jaringan dan kedekatan dengan kekhilafahan islam di istanbul. Pada tahun 1903, Cendekiawan Muslim yang berkumpul dalam wadah Jami’at Khoir ini kemudian mengadakan seminar dengan mengundang Ahmed Amir Bey sebagai utusan dari Khilafah Utsmani di Istanbul. Hasil dari seminar ini menyatakan bahwa haram bagi ummat Islam tunduk pada penguasa kafir. Inilah yang menjadi percikan kemerdekaan pertama, yaitu hembusan semangat untuk membebaskan diri dari penjajah kafir dan menjadi bangsa yang merdeka seuutuhnya.
Aktivitas Jami’at Khoir itu kemudian tercium oleh Belanda dan dianggap mengancam eksistensinya, sehingga keluarlah peraturan pemerintah belanda yang menyatakan bahwa:
1.      Orang asing terutama orang-orang Arab dilarang untuk melakukan kunjungan ke Indonesia
2.      Sultan, penguasa & abdi dalem dilarang pergi haji, dikhawatirkan akan terpengaruh pan-islamisme di Timur Tengah
3.      Mengharuskan orang yang sudah berangkat haji untuk mencantumkan gelar haji nya
Peraturan itu dikeluarkan oleh pemerintah Belanda untuk menjaga agar kaum pribumi tidak terpengaruh oleh provokasi dunia luar sehingga eksistensi mereka di bumi nusantara tetap terjaga. Belanda ingin agar pengaruh pan-islamisme tidak masuk dan menyebar di nusantara karena akan menyebabkan pergolakan hebat dalam menentang pemerintah kolonial. Pembatasan oleh pemerintah Belanda itu kemudian dirasakan oleh aktivis Jami’at Khoir, akhirnya aktivis-aktivis Jami’at Khoir yang mayoritasnya adalah santri dan intelektual Muslim banyak yang membentuk organisasi baru. Sebut saja Haji Samanhudi yang kemudian membentuk Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905, KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, Syeh Ahmad Syurkati yang kemudian mendirikan Al Islam wal Irsyad pada tahun 1914 dan KH Ahmad Halim yang mendirikan Perikatan Oemat Islam (POI) pada tahun 1917. Sebagian besar organisasi ini didirikan untuk menyebarkan dakwah islam dan menangkal kristenisasi yang dilakukan oleh missionaris yang masuk ke Indonesia. Organisasi ini pula lah yang dikemudian hari yang menjadi cikal bakal dalam menghebuskan semangat jihad untuk mengusir pemerintah kolonial dari bumi nusantara.
           Pada tanggal 17-24 Juni 1916 diadakanlah National Indesche Congress (NTICO) pertama di Surabaya yang dimotori oleh Serikat Islam (SI) yang dihadiri oleh 80 lokal SI yang mewakili 360.000 anggota. Tema pembahasan kongres pertama ini adalah Sosialisme dan Demokrasi dalam pandangan Islam. Pada kongres ini, karena melihat posisi Belanda yang masih sangat kuat sehingga diperlukan faham baru untuk menyatukan seluruh masyarakat dalam mengusir Belanda sehingga lahirlah semangat kemerdekaan dan rasa kebangsaan  yang pada akhirnya faham ini akan menjadi cikal bakal lahirnya Nasionalisme. Perlu dipahami bersama bahwasanya nasionalisme ini lahir sebagai strategi untuk mengakomodir kekuatan-kekuatan lokal agar mau bergerak tanpa sekat dan bersatu untuk memperjuangkan kemerdekaan.
         NTICO kedua kemudian dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 20-27 Oktober 1917. Tema pembahasannya pada waktu itu adalah tentang pembelaan (advokasi) rakyat terhadap tanah, raad agama, persewaan tanah, industry gula, pengadilan, perumahan dan nasionalisme.
            Setelah itu dilaksanakan kembali NTICO ketiga pada tanggal 29 September-6 Oktober 1918 yang diikuti oleh 87 lokal mewakili 450.000 anggota. Tema pembahasan NTICO kali ini adalah penghapusan kerja rodi, turunkan pajak, perluas pengajaran rakyat dan tanah untuk rakyat miskin.
Setelah sukses dengan maneuver-manuver gerakannya, Serikat Islam mengadakan kembali NTICO keempat di Surabaya pada tanggal 26 Oktober-2 November 1919. Kali ini Serikat Islam berhasil memperluas keanggotaannya hingga berjumlah 2,25 juta orang. Tema pembahasan kali ini adalah “kapitalisme berdosa dan bersatulah kaum melarat”.
Terakhir NTICO kelima dilaksanakan di Yogyakarta. Tapi karena pada periode ini Serikat Islam sudah mulai tersusupi komunis, jadi tema pembahasannya adalah Pendisiplinan Organisasi. Setelah NTICO kelima ini Serikat Islam terbelah menjadi dua bagian, SI Putih yang tetap berasaskan islam dan SI merah yang akan menjadi cikal bakal lahirnya Partai Komunis Indonesia (PKI).
     Dalam perkembangannya, gerakan-gerakan islam inilah yang nyatanya menjadi pelopor kemerdekaan. Barisan-barisan jihadis yang mempunyai semangat tinggi dengan jargon hidup mulia atau mati dengan syahid menjadikan mereka pasukan yang tangguh dan tak gentar menghadapi musuh meskipun dalam cerita-cerita klasik senjata yang digunakan hanya bamboo runcing.
Semangat inilah yang seharusnya kita teladani bersama, menjadikan islam bukan hanya sebagai dorongan beribadah, tapi sebagai naluriah dalam bermasyarakat. Menjadikan islam sebagai gerakan terpadu yang tersusun rapi dan mengakomodir kehadirnya dalam spirit bernegara. Apalagi ketika kita menyadari dalam era keterbukaan Indonesia hari ini, menyebabkan Indonesia dalam pertarungan terbuka antar ideology dan menempatkan islam sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan untuk mendapatkan kemerdekaannya kembali yang hakiki.

tulisan ini dibuat untuk Forum Negarawan Muda.
Link : http://www.negarawanmuda.org/2015/06/12/menguatkan-kembali-akar-perjuangan-masa-lalu/

Sabtu, 02 Mei 2015

Selayang Pandang HPEQ Student


Kita terlanjur harus menyeret beban sejarah yang payah. Beban sejarah manusia terjajah. Pendidikan masa lalu kita hanya didirikan untuk menciptakan pegawai administratif murah. Setelah merdeka pun pendidikan kita diterkam oleh kepentingan politis untuk melanggengkan status quo. Era reformasi pun tidak jauh berbeda, pendidikan kita diakomodir untuk menghasilkan suku cadang bagi pabrik kapitalisasi gobal. Tuntutan kebutuhan pedidikan formal hanya sebatas mempertajam intelektual di bangku kuliah. Setiap individu diciptakan secerdas-cerdasnya agar setelah lulus bisa dimanfaatkan keilmuannya. Akibatnya individu yang tercipta adalah individu yang materilialistis dan individualis. Egosentris setiap profesi ketika bekerja sangat kental karena setiap individu punya perasaan ingin menonjol. Egosentris profesi ini sangat berbahaya terutama untuk profesi kesehatan karena akan menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Akibat sifat individualistis ini, menyebabkan setiap individu tidak peduli dengan lingkungan mereka, karena orientasi mereka hanya untuk mengejar nilai setinggi-tingginya.
Orientasi pendidikan masa lalu sudah seharusnya segera digeser. Sistem pendidikan kesehatan kontemporer seharusnya lebih berorientasi pada health service yang optimal. Peserta didik pun dituntut untuk aware terhadap sistem pendidikan mereka karena mereka adalah subjek sekaligus objek dari sistem pendidikan itu sendiri. Oleh karena itulah, HPEQ Student didirikan.
HPEQ Student adalah sebuah jaringan organisasi mahasiswa kesehatan di Indonesia yang focus terhadap isu yang berhubungan dengan peningkatan pendidikan kesehatan. Pertama kali diinisiasi oleh 8 organisasi mahasiswa dari 7 profesi kesehatan yang terdiri dari Center for Indonesian Medical Students’ Association (CIMSA), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI), Ikatan Mahasiswa Kebidanan Indonesia (IKAMABI), Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI), Ikatan Lembaga Gizi Indonesia (ILMAGI), dan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI). Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 19 November 2010 di Jakarta dan melahirkan sebuah deklarasi yang bernapaskan semangat perjuangan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa dalam bidang pendidikan ilmu kesehatan serta turut serta dalam perbaikan kebijakan pendidikan kesehatan dengan pendekatan interdisipliner terintegrasi dalam bentuk advokasi.
Pertemuan ini kemudian dikenal dengan 1st international HPEQ Conference yang dimulai dengan sebuah konferensi hasil kerjasama HPEQ Project dengan Asosiasi Pendidikan Dokter se-Asia Tenggara (SEARAME) yang dihadiri oleh 850 peserta yang terdiri dari pendidik dokter, pendidik dokter gigi, pendidik perawat, pendidik bidan, pengambil kebijakan, para ahli dan pakar dalam pendidikan kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, mahasiswa dan pihak – pihak terkait baik pemerintahan maupun organisasi – organisasi non pemerintahan yang tertarik dalam dunia pendidikan kesehatan baik di Indonesia maupun negara – negara Asia Tenggara untuk saling berbagi pengalaman dan pelatihan. Salah satu pencapaian dalam konferensi ini adalah lahirnya deklarasi mahasiswa dari 7 (tujuh) profesi kesehatan yang belakangan kemudian dikenal dengan HPEQ Student. Konferensi Internasional HPEQ yang pertama ini diakhiri dengan penandatangan deklarasi dari masing-masing perwakilan organisasi mahasiswa dengan 2 fokus utama, partisipasi mahasiswa dalam kebijakan pendidikan kesehatan dan interprofessional education.
Bagi mahasiswa, deklarasi ini juga merubah cara pandang mereka. Mahasiswa bukan lagi  objek pendidikan tapi agent of change bagi pendidikan mereka sendiri. Hal ini memberikan keyakinan baru, bahwa praktik kolaborasi bisa dibangun sedari mahasiswa.
Tahun 2011 merupakan tahun tersulit bagi HPEQ Student. Seperti biji yang sedang berjuang menjadi tunas ditanah yang kering dan saat musim kemarau. Tapi karena dukungan dari HPEQ Project dan Organisasi Mahasiswa, HPEQ Student akhirnya bisa melewatinya. Fokus utama HPEQ Student pada tahun 2011 berupa Pengejawantahan Deklarasi Mahasiswa Ilmu Kesehatan yang dituangkan kedalam dua program kerja berupa kajian partisipasi mahasiswa dalam system pendidikan dan kajian interprofessional education. Pertama, kajian partisipasi mahasiswa dalam system pendidikan bertujuan untuk melihat bagaimana pendapat mahasiswa atas posisinya diantara pemangku kebijakan dalam bidang pendidikan. Kedua, kajian interprofessional education pada mahasiswa diharapkan dapat menangkap tingkat pengetahuan, persepsi dan kesiapan mahasiswa serta pendidik dalam bekerjasama lintas profesi pada tahap pendidikan. Hasil kajian ini disosialisasikan kepada khalayak melalui buku “Apa Kata Mahasiswa”.
Pada tahun 2012, bergabunglah Asian Medical Student Association (AMSA) dan Himpunan Mahasiswa Diploma III Keperawatan Indonesia (HIMADIKA). Focus utama HPEQ Student pada tahun ini ada pada wilayah penciptaan nilai deklarasi kedalam tataran praktis. Program kerja pada tahun ini melanjutkan kajian pada tahun sebelumnya, ditambah dengan Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia (BIMKES) dan Advokasi. Advokasi yang dilakukan berbasiskan kajian (Research based advocacy. Pada konferensi HPEQ Project tahun 2012 diadakan audiensi bersama antara mahasiswa masing-masing prodi dengan organisasi profesi dan asosiasi institusi perguruan tingginya. Audiensi yang dilakukan mengangkat permasalahan dalam system pendidikan dan Interprofessional Education. Selain itu program kerja lainnya yang diangkat pada tahun 2012 adalah BIMKES. Berkala Ilmiah ini didirikan sebagai jawaban bahwa mahasiswa juga bisa memberikan solusi nyata dengan berpartisipasi langsung untuk meningkatkan atmosfer keilmiahan Indonesia.
Pada tahun 2013, HPEQ Student melakukan focus gerakannya pada titik percepatan pengakaran nilai deklarasi, melanjutkan program-program sebelumnya seperti Advokasi dan BIMKES serta memperbesar cakupannya dengan melakukan kajian-kajian isu terhangat seperti Akreditasi dan Uji Kompetensi Nasional.

Pada tahun 2014, untuk semakin memperkenalkan program IPE, HPEQ Student mengadakan National Health Collaboration (NHC) yang diselenggarakan di 10 regional di Indonesia. Pada tahun ini HPEQ Student sudah mencapai usia yang ke-4 dan harus mempertanggungjawabkan semua kegiatannya kepada World Bank sebagai pemberi hibah dana dan semua kegiatan HPEQ Student selama 4 tahun ini akan diakhiri dengan diadakannya 4th HPEQ Conference yang akan diadakan di Jakarta pada bulan Desember 2014 mendatang. Dengan laporan pertanggungjawaban itu pula, perwakilan ormawa dan orang-orang terkait sedang mempersiapkan bagaimana nasib HPEQ Student pasca 2014.


Jaya Sukmana
Tim Public Relation HPEQ Student
*dibuat untuk buku 4 tahunan HPEQ Student

Jumat, 01 Mei 2015

Analisis Masa Kepengurusan ISMAFARSI

Oleh : Tim Kajian Unpad
            Dalam satu landscape organisasi selalu terjadi dualisme kepentingan, bertahan pada pilihan masa lalu atau mengajukan gagasan untuk memperbaiki masa depan. Ketika dua hal ini bersinggungan pasti selalu terjadi pro-kontra, termasuk ketika membahas masa kepengurusan ISMAFARSI pasti akan terjadi polemic, saling sikut argument dll.
            Sudah menjadi rahasia umum kalau ISMAFARSI hari ini dengan masa kepengurusan dua tahun hadir dengan sekelumit masalah, terutama komitmen. Bukan berarti orang-orang yang menjadi pengurus harian baik ditingkat wilayah maupun nasional itu bukanlah orang-orang yang berkomitmen, tapi karena masa kepengurusan yang cukup panjang membuat jenuh. Semangat untuk menjalankan roda organisasi hanya ada pada satu periode pertama, apalagi pada periode kedua, BPH-BPH rata-rata sudah menginjak tingkat akhir dimana ada tuntutan untuk segera menyelesaikan study nya yang berimbas pada menurunnya kinerja di organisasi.
            Ada beberapa point yang memang penting untuk kita membahas kembali masalah periodisasi ISMAFARSI ini :
1.      Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155 /U/1998 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi
Dalam Pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa “Organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap ilmiah, pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama, serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan.” Kemudian dalam Pasal 3 ayat 5 disebutkan bahwa “Organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi yang sejenis menyesuaikan dengan bentuk kelembagaannya.
Berdasarkan kedalam dua ayat diatas, jelaslah ISMAFARSI harus mengikuti kepmen tersebut karena merupakan organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi. Kemudian dalam Pasal 9 disebutkan bahwa “Masa bakti pengurus organisasi kemahasiswaan maksimal 1 (satu) tahun dan khusus untuk ketua umum tidak dapat dipilih kembali.”
Dengan demikian jelaslah bahwa organisasi intra PT dan antar PT seharusnya maksimal hanya satu tahun. Kepmen ini jelas payung hukumnya dan setahu kami belum ada peraturan terbaru untuk merevisi peraturan ini, itu artinya peraturan ini masih berlaku dan seharusnya dijadikan Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi.
2.      Rentang waktu antara Munas-Rakernas yang terlalu Jauh
Dalam periodisasi kepengurusan ISMAFARSI 2 tahun, rakernas diadakan setelah munas dan keduanya berjarak sekitar 6 bulan. Waktu 6 bulan itu belum ada gerakan apapun karena sekjend terpilih belum dilantik secara sah sehingga belum mempunyai wewenang penuh untuk menjalankan roda organisasi, padahal untuk organisasi sebesar ISMAFARSI, 6 bulan merupakan waktu yang lama dan mubadzir untuk disia-siakan.
Untuk organisasi skala Nasional, sudah seyogyanya ISMAFARSI focus pada isu-isu Nasional. Coba kita bayangkan, ketika 6 bulan tadi ISMAFARSI belum memiliki gerakan, berapa banyak isu-isu yang tidak terkawal, berarti peran kita sebagai Control Social akan hilang disitu.
Ketika periode ISMAFARSI hanya satu tahun, kita bisa memangkas jarak antara Munas-Rakernas menjadi lebih pendek dan tidak terjadi kekosongan gerakan disitu dan efektifitas ISMAFARSI baik sebagai organisasi kemahasiswaan maupun Control Social bisa lebih di optimalkan.
3.      Mensinergiskan gerakan antara LEM dan ISMAFARSI
ISMAFARSI harus kembali menyadari fitrahnya sebagai sebuah aliansi LEM farmasi se-Indonesia. Sinergisasi diantara keduanya menjadi mutlak sangat diperlukan. ISMAFARSI harus mensinergikan gerakan-gerakan LEM se-Indonesia agar membuat satu gerakan yang padu untuk membuat kefarmasian Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Kepengurusan LEM rata-rata hanya satu tahun, tetapi ISMAFARSI dua tahun. Hal ini akan berdampak ke lembaga eksekutif contohnya proker yg diajukan sebelum kepengurusan bem yg akan datang, dilaksanakan bem yg selanjutnya yang tidak tahu apa-apa.

4.      Waktu Study kita sebagai Mahasiswa Farmasi S1 sebentar (Normal : 4 tahun)
Dipungkiri atau tidak waktu study yang singkat memang menjadi kendala. Apalagi ketika periode kepengurusan dua tahun, di periode kedua BPH sudah menjadi tingkat akhir yang pasti bakalan lebih memprioritaskan skripsi dan mengesampingkan tugas-tugas organisasi. Hal ini tentu saja akan sangat berimbas terhadap masalah kinerja ISMAFARSI itu sendiri.

5.      Eskalasi Gerakan lebih terarah
Eskalasi pergerakan, kajian, pengawalan isu akan semakin terarah justru ketika periode satu tahun, kenapa? Karena setiap tahunnya aka nada pembaharuan dan focus isu tertentu. Ketika hal ini diperbaharui setiap tahun, akan ada penyamaan gerakan diantara LEM-LEM sehingga ketika LEM tersebut mengadakan raker, gerakan yang dibangunnya merupakan pengejawantahan dari hasil kesepakatan forum se-Nasional sehingga gerakannya justru akan terlihat massif karena dilakukan bersama-sama dan serentak

6.      Mengantisipasi Penurunan Kinerja BPH yang menurun akibat lamanya periode menjabat
Hal ini juga tidak bisa dipungkiri, karena semakin lama menjabat maka akan semakin jenuh, apalagi ketika nanti datang hambatan-hambatan dari orang tua misalnya untuk segera menyelesaikan masa study. Sehingga kepengurusan pun harus diperbaharui setiap tahun sebagai suntikan semangat dan amunisi-amunisi baru.

7.      BPH-BPH yang baru menjabat akan mendapatkan banyak gambaran
Ketika periode kepengurusan diperpendek, jenjang pengkaderan pun bisa diatur sedemikian rupa agar sebelum BPH atau sekjen menjabat dia mendapatkan pembelajaran yang cukup. Misalnya si A tahun ini menjabat sebagai SA kaderisasi tahun depan kemudian maju sebagai sekjen, maka si A sudah mendapatkan pembelajaran dan evaluasi di BPH periode sebelumnya agar ketika dia menjabat nanti sudah mendapatkan banyak gambaran. Atau misalnya si B tahun ini menjabat sebagai tim SA dipro kemudian tahun depan dia maju menjadi SA dipro tentu saja hal ini akan semakin baik bukan karena si A atau si B bisa memperbaiki kesalahan yang pernah dia alami langsung. Hal ini akan sangat bertolak belakang sekali dengan periode dua tahun karena akan menghambat jenjang pengkaderan.

Frequently Asked Question (FAQ)
Ketidakpastian dalam suatu perubahan itu adalah ketika perubahan itu sendiri tidak pernah bisa meyakinkan semua orang. Pasti akan ada kegamangan apalagi ketika perubahan itu diyakini tidak jauh lebih baik dari produk masa lalu. Oleh karena itu kami akan sedikit mengurai tentang hambatan-hambatan atau pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul.

Bagaimana dengan event Nasional, otomatis ketika masa kepengurusan berubah pasti ada pemadatan?
Berdasarkan AD/ART, event Nasional ISMAFARSI sebetulnya hanya 3, Rakernas-Pramunas-Munas. Adapun pimfi hanya sebuah kegiatan skala Nasional untuk upgrade keilmiahan mahasiswa. Keempat kegiatan ini dilaksanakan secara kontinu setiap 6 bulan dengan urutan rakernas-pimfi-pramunas-munas. Ketika masa kepengurusan berubah, otomatis pasti akan terjadi pemadatan dan itu adalah salah satu konsekwensi yang harus kita terima. Munas-Rakernas bisa digabung dalam satu rangkaian kegiatan dan pimfi serta pramunas bisa diadakan dua tahun sekali.

Biaya Event Nasional akan semakin mahal kalau terjadi pemadatan?
untuk waktu kegiatan dan pelaksanaan event Nasional biasanya sekitar 7 hari. Dari ketujuh hari tersebut tidak semuanya digunakan untuk sidang. Berkaca saat rakernas 2013 dan pramunas 2014 lalu, sidang untuk membahas kepentingan organisasi hanya sekitar 3 hari, sisanya seperti seminar nasional, welcoming party, campaign, jalan-jalan, berburu oleh-oleh, dll. Ketika kegiatan semacam tadi bisa kita reduksi dan potong bukankah event Nasional akan menjadi lebih pendek dan biaya lebih murah? Sehingga kedepannya juga setiap delegasi benar-benar di isi oleh orang-orang yang akan memikirkan kepentingan organisasi, bukan hanya sekadar untuk melancong wisata.

Waktu pelaksanaan Event Nas mengganggu jadwal kuliah tidak?
hal ini masih bisa kita siasati dengan masih tetap menggunakan waktu libur semester seperti biasanya, sehingga tidak akan menggangu waktu perkuliahan.

Perubahan masa kepengurusan pasti kan banyak merubah AD/ART?
Bisa iya bisa tidak. Ketika nanti banyak bersinggungan dengan AD/ART dan tidak memungkinkan untuk pembahasan dalam forum besar, bisa diinisiasi untuk pembentukan tim Ad/Hoc ISMAFARSI.

Grand Desain kepengurusan satu tahun?
Maaf data nya gak ada di laptop, nanti ya dicari dulu :p

Perubahan masa kepengurusan ini mau dilakukan kapan? Perlu waktu transisi?
Perubahan memang tidak akan pernah bisa dilakukan dengan cepat. Memang pasti ada masa transisi, kita bisa menjalankan REPELITA OTA yang termuat dalam buku panduan inisiasi integrasi ISMAFARSI yang dibuat oleh SA Internal Periode 2012-2014. Dalam REPELITA OTA itu juga termuat perubahan masa kepengurusan ISMAFARSI menjadi satu tahun.


Selasa, 06 Januari 2015

Selamat datang di PT Indonesia Raya Tbk

     
gambar diambil dari www.google.com

        Daripada mengucapkan selamat tahun baru 2015, mungkin lebih tepatnya saya ingin mengucapkan selamat datang di PT Indonesia Raya Tbk. Tadinya tulisan ini mau saya beri judul “Negara itu bukan Koorporasi”, kemudian tetiba ingat salah satu mata kuliah Kewirausaahaan yang baru saja berakhir semester lalu yang pernah membahas tentang Perseroan Terbatas (PT), mungkin ini yang lebih cocok untuk kondisi Indonesia hari ini. Tapi sebenarnya ini nggak penting sih, kalau yang namanya judul ya suka-suka penulisnya aja :p. Singkat kata, diakhir kalimat pembuka ini saya mau ngucapkan selamat untuk Negara kita yang secara tidak resmi dan tidak legal telah menjadi Koorporasi. Horee *prok prok prok*
Perseroan Terbatas atau lebih sering disingkat PT adalah suatu badan usaha yang berorientasi profit. PT biasanya dikuasai oleh pemegang saham dimana yang memiliki saham yang paling besar, dialah yang berkuasa. PT ada yang bersifat privat dimana pengelolaannya oleh segelintir orang (biasanya keluarga), tapi ada juga yang bersifat terbuka. Untuk jenis PT yang bersifat terbuka, biasanya sudah go public dan masuk kedalam bursa saham dimana setiap orang boleh berlomba-lomba membeli saham didalam PT tersebut. Karena orientasi utama PT adalah profit, hal ini berakibat pada setiap gerak dan tindakannya. Apa-apa yang menguntungkan akan dikerjakan dan apa-apa yang merugikan akan ditinggalkan sehingga cara kerja dari koorporasi ini cenderung oportunis mengingat kondisi ekonomi-sosial-politik didunia ini pun yang terus-terusan berubah.
Satu hal yang pasti, Negara itu bukan koorporasi. Setiap kegiatan dan orientasinya tidak hanya sebatas terpaku pada angka-angka kalkulasi, ada tujuan mulia yang harus dikejar yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Ketika orientasi mengejar tujuan sudah terpragmatisasi oleh angka-angka ekonomi, adalah sesuatu hal yang wajar kalau subsidi bbm yang pemerintah keluarkan selama ini dianggap membebani anggaran dan tidak tepat sasaran.
Masyarakat Indonesia memang mendapatkan kado manis tahun baru dari pemerintah dengan pencabutan total subsidi bbm (untuk kategori premium). Sebagian masyarakat menyambut gembira berita ini karena akibat kebijakan ini bbm mengalami penurunan menjadi Rp.7600/liter dari sebelumnya Rp.8500/liter. Bagaimana tidak, harga bbm yang turun siapa yang tidak senang? Tapi kebijakan ini adalah sebuah blunder karena telah menyerahkan harga bbm kepada mekanisme pasar. Setelah penetapan kebijakan ini, harga bbm turun karena memang harga minyak dunia sedang turun. Ketika harga minyak dunia kembali normal, maka harga bbm pun akan naik kembali. Harga minyak dunia yang selalu fluktuatif pun akan mengakibatkan harga minyak di tingkat eceran naik-turun setiap bulannya. Hal ini akan berakibat dengan daya beli masyarakat, karena setiap kenaikan harga bbm pasti selalu dibarengi dengan kenaikan bahan pokok bukan? Tidak pernah ada sejarahnya dan dalam teori ekonomi madzhab manapun yang pernah menyebutkan kalau kenaikan harga bbm akan berbanding terbalik dengan harga-harga lainnya. Kebijakan ini juga menuai kontroversi karena dianggap melanggar Putusan MK No 002/PPU-I/2003 untuk UU Migas dimana menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh pasar karena BBM termasuk dalam barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta bernilai strategis bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya.
Mengingat sector migas yang demikian pentingnyanya, rasanya mencabut total seluruh subsidi bbm bukanlah keputusan yang bijaksana meskipun subsidi tersebut dialihkan untuk sector yang sangat produktif, karena suatu waktu pemerintah pasti tidak akan bisa mengontrol inflasi yang terjadi.
Kalau kita adalah orang yang suka dengan teori-teori konspirasi, mungkin kronologis yang belakangan ini baru saja terjadi patut untuk di analisis. Harga BBM naik (dari 6500/liter menjadi 8500/liter) à George Soros datang à Harga BBM turun (dari 8500/liter menjadi 7600/liter) à subsidi dicabut à and then? Mekanisme pasar tentu saja. Ahh, tapi sebagai seorang Muslim mari kita berhusnudzon saja, Pak Jokowi dan kroni-kroninya eh jajarannya pasti mau yang terbaik untuk PT. Indonesia Raya tbk.
            Kado tahun baru sepertinya memang belum selesai. Pencabutan subsidi bbm ternyata dibarengi dengan pencabutan subsidi lainnya, seperti subsidi untuk kereta api jarak jauh dan menengah. Akibat pencabutan ini, harga tiket kereta api untuk jarak jauh dan menengah naik menjadi lebih dari 100% nya. Pemerintah mungkin memang sangat jeli melihat peluang. Ditengah rumitnya system transportasi jalanan yang padat dan seringkali menyebabkan kemacetan serta akibat harga bbm yang naik sehingga mengakibatkan beban transportasi jalanan membengkak akan mengakibatkan masyarakat beralih mencari alternative transportasi yang murah, dan itu (biasanya) dengan kereta (tapi itu dulu sebelum Negara api menyerang). Setelah subsidi kereta dicabut, apa yang harus kita pilih? Oh Tuhan, kita hanya orang-orang yang tertekan oleh kebijakan pasar.
Satu hal yang saya khawatirkan, kalau pemerintah terus-terusan menganggap subsidi sebagai beban anggaran, jangan-jangan nanti subsidi pemerintah untuk obat generic pun akan dicabut karena dirasa tidak tepat sasaran. Obat generic disubsidi pemerintah agar akses masyarakat terhadap obat-obatan menjadi lebih mudah. Tapi karena ketidakpahaman masyarakat dan tidak berjalannya fungsi apoteker sebagai pemberi informasi obat di front line, sehingga akses masyarakat miskin ketika dihadapkan pada pilihan antara obat generic dan obat paten, pasti kebanyakan akan memilih obat paten meskipun dengan harga sedikit mahal karena masih adanya paradigm obat yang lebih mahal pasti lebih baik. Malahan ketika ada kasus demikian, orang-orang kelas menengah ke atas yang notabene mendapatkan pendidikan lebih baik akan memilih obat generic sebagai drug of choice karena obat generic mempunyai kualitas yang tidak jauh berbeda dengan harga yang relative murah karena telah mendapatkan subsidi pemerintah. Dengan fakta demikian, rasanya alasan pemerintah untuk mencabut subsidi obat generic pun cukup beralasan dan kedepannya nasib obat generic pun akan sama seperti nasib bbm dimana setiap bulannya pemerintah harus menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk masing-masing setiap jenis obat. Biarkan saja waktu yang menjawabnya tapi semoga kekhawatiran itu tidak terjadi.

Kamis, 01 Januari 2015

Penulisan Ilmiah, Riwayatmu Kini

Indonesia adalah Negara luas yang terbentang dari sabang sampai merauke dengan jutaan jiwa di dalamnya. Wilayah yang luas ini membuat Indonesia kaya akan budaya yang beragam. Meskipun berbeda-beda, tapi dari kemajemukan ini kita bisa mengambil sedikit benang merah, bahwa kehidupan masyarakat Indonesia masih sangat kental dengan budaya lisan nya.
Dalam Negara berkembang seperti Indonesia, budaya lisan memang masih mendominasi dibandingkan dengan budaya membaca-menulis. Orang-orang di Negara maju mempunyai masalah yang lebih kompleks daripada Negara berkembang, sehingga masyarakatnya lebih suka menulis analisa secara lebih mendalam daripada membahas nya secara verbal.
Universitas dalam hal ini pendidikan tinggi seharusnya bisa menjadi leading indicator dalam kemajuan suatu bangsa. Apalagi sebagai insan akademis, seharusnya budaya menulis itu sudah tumbuh dan menjadi kebutuhan tersendiri seperti halnya kita perlu makan dan minum setiap hari. Tapi pada faktanya, di Indonesia tidak demikian. Buktinya, menurut data scopus per 1 Agustus 2012 hanya ada 54 institusi perguruan tinggi di Indonesia. Scopus adalah database yang berisi bibliografi abstrak dan kutipan (citation) untuk artikel jurnal ilmiah terbesar didunia. Scopus mencakup hampir 18.000 judul dari lebih dari 5.000 penerbit internasional, termasuk di dalamnya 16.500 peer-review jurnal dalam bidang sains, teknik, kedokteran, dan sosial (termasuk seni dan humaniora) (kopertis12.or.id). Scopus mencatat berdasarkan jumlah publikasi dan hanya ada 54 institusi perguruan tinggi yang terdaftar (mempublikasikan jurnal), padahal di Indonesia ada ribuan institusi perguruan tinggi. 
            Menurut survey webometric, institusi perguruan tinggi di Indonesia yang menempati peringkat teratas adalah UGM dengan peringkat 414 dunia. Penilaian webometrik ini didasarkan pada beberapa kriteria: Presence, Impact, Openness, Excellence (ub.ac.id). Menilai keaktifan setiap universitas di internet berdasarkan tulisan, publikasi ilmiah, dll.
            Belum lagi jika kita membandingkan publikasi Negara kita dengan Negara-negara di ASEAN seperti Thailand dan Malaysia, jelas angka publikasi kita sangat ketinggalan jauh.
Memang tidak mudah meninggalkan ketertinggalan, apalagi melihat sejarah kelam bangsa kita pada masa penjajahan dimana pendidikan hanyalah sebuah alat untuk menghasilkan orang dengan mental budak. Kita terlanjur harus menyeret beban sejarah yang payah, beban sejarah manusia terjajah. Pendidikan awal yang kita dapat pun hanya pendidikan untuk menghasilkan pegawai administratif yang murah. Setelah orde baru, pendidikan kita diterkam oleh kepentingan politis untuk melanggengkan keadaan, dan tantangan hari ini adalah bagaimana menumbuhkan budaya menulis agar kita tidak hanya menjadi suku cadang yang siap di supply untuk kepentingan pabrik-pabrik kapitalisme global.

Referensi

Menggeser Kapitalisasi Media Televisi menuju Pelayanan Kesehatan Dasar yang Prima

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya karena merupakan hak yang fundamental bagi setiap individu tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan harus berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna. Walaupun pada kenyataannya masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan, terutama masalah pembiayaan dari segi APBN. Jika ditinjau dari segi APBN, anggaran kesehatan memang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Misalnya pada tahun 2012 anggaran kesehatan hanya sekitar 3,1% kemudian naik pada tahun 2013 menjadi 3,4% dan menjadi 3,8% pada tahun 2014 (depkeu.go.id). Meskipun mengalami kenaikan, hal ini tetap saja masih mengkhianati apa yang diamanatkan oleh undang-undang, yakni seharusnya anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN.
Dengan Anggaran dana yang terbatas tersebut, kualitas pelayanan kesehatan tetap dituntut yang terbaik. Akhirnya, banyak investor swasta yang kemudian menanamkan modalnya dalam bidang kesehatan. Kondisi ini membuat biaya kesehatan tidak terjangkau dan harga obat melambung tinggi, apalagi mengingat daya beli masyarakat Indonesia terbilang rendah karena garis kemiskinan masih tinggi, sehingga muncul persepsi “kalau orang miskin di Indonesia itu dilarang sakit!”.
Untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah :
  1. Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya
  2. Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
  3. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
  4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
  5. Imunisasi
  6. Pengobatan dan pengadaan obat

(Organisasi Kesehatan se-Dunia, 1990)
Karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehatan yang layak bagi setiap individu, maka perencanaan, pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperlukan mulai dari pengadaan barang sampai dengan biaya promosi.
Pendidikan tentang kesehatan umum mulai dari kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif harus digalakan. Persediaan pangan, air minum dan gizi yang baik untuk anak-anak harus dicukupkan. Sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak juga harus mulai dikampanyekan. Imunisasi dan harga obat harus ditekan serendah-rendahnya agar terjangkau oleh daya beli masyarakat saat ini.
Masalah yang kemudian hadir adalah dana yang tersedia dari APBN masih relatif kecil, sedangkan pengelolaan kesehatan Indonesia tidak melulu hanya untuk aspek-aspek diatas. Untuk kegiatan promotif dan preventif saja memerlukan dana untuk promosi yang terbilang tidak murah jika dilakukan di media massa terutama dalam bentuk iklan. Cara sanitasi yang baik, pelayanan kesehatan ibu dan anak juga harus mulai dikampanyekan dan memerlukan biaya untuk promosi. Pun dengan harga obat yang melambung tinggi, salah satunya disebabkan oleh biaya promosi yang tinggi pula selain biaya distribusi dan produksi karena bahan baku kita yang masih impor (Ramadhitya, 2011).
Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) tahun 2006 menyatakan bahwa 61,6% dari seluruh iklan yang beredar di Indonesia ditayangkan di televisi. Perkembangan dunia periklanan Indonesia kian pesat dari waktu ke waktu. Dunia luarpun merespon perkembangan ini dengan gencar mananamkan modalnya pada sector periklanan dan pemasaran. Lambat laun, Indonesia menjadi salah satu Negara tujuan utama produk-produk Negara maju. Pemasaran produk tersebut tidak akan efektif tanpa didukung oleh promosi produk pada media, baik media cetak maupun elektronik. Namun dari sekian banyak media yang ada, televisi menjadi media yang dipilih untuk beriklan. Di Indonesia televisi begitu efektif karena budaya masyarakat Indonesia yang lebih gemar menonton daripada membaca. Apalagi saat ini Indonesia sedang di banjiri produk teknologi buatan cina dengan harga murah, sehingga membuat akses masyarakat terhadap media televisi menjadi sangat mudah. Momentum ini tentu saja dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk mempromosikan dagangan nya. Semakin tinggi rating suatu stasiun televisi, maka harga yang di patok untuk promosi pun semakin tinggi, hal ini pula yang menyebabkan televisi mengejar rating setinggi-tingginya, walaupun kadang acara-acara yang ditampilkan tidak mendidik dan amoral. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan seharusnya bisa mengatur televisi sebagai media edukatif dan mengharuskan setiap stasiun televisi melakukan aktivitas promotif dan preventif dalam bentuk acara/iklan-iklan yang kreatif sebagai bentuk timbal balik dari aktivitas kapitalisasi yang mereka lakukan. Media bisa bekerja sama dengan kementerian kesehatan atau pihak terkait dalam mempropagandakan pola hidup sehat, sanitasi dasar atau aktivitas-aktivitas promotif lainnya semisal pencegahan untuk penyakit-penyakit endemik Indonesia, dll.
Ketika peraturan ini pemerintah berlakukan, hal ini dapat merubah citra media televisi sebagai media hiburan menjadi media rekreatif yang edukatif dan benar-benar menjalankan fungsi nya sebagai media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu dilain pihak pemerintah juga bisa menghemat anggaran terutama untuk kegiatan promotif dan preventif dalam bentuk iklan-iklan di televisi. Seperti kita tahu, memasang iklan di media televisi bukanlah hal yang murah, untuk satu kali tayang dengan durasi sekitar 30 detik saja bisa mencapai jutaan rupiah untuk skala media nasional, apalagi jika rating nya sudah tinggi harga promosi pun bisa semakin melambung tinggi.
Pemerintah memang harus lebih jeli dalam melihat setiap peluang. Apalagi melihat kekuatan dari sebuah iklan. Iklan yang ditayangkan berulang-ulang mampu membentuk opini public. Opini public mendorong hadirnya persepsi. Persepsi kemudian hadir, meluas dan mengurat dalam setiap alam bawah sadar tiap-tiap individu masyarakat. Hal ini lah yang kemudian akan mempengaruhi keputusan setiap individu dalam melakukan aktivitas, termasuk dalam memutuskan pemilihan produk apa yang akan digunakan. Sehingga bukanlah hal yang aneh, jika para pengusaha mau membayar mahal hingga jutaan rupiah untuk iklan yang tayang hanya dalam hitungan detik.
Pemerintah juga bisa membuat peraturan kepada setiap stasiun televisi untuk memberikan blocking time setiap minggu/bulan nya dengan gratis kepada kementerian kesehatan, untuk selanjutnya diisi oleh kegiatan positif yang akan memotori kesehatan masyarakat. Blocking time adalah pembelian waktu siar untuk dimanfaatkan bagi penyebarluasan maksud dan kepentingan pihak tertentu selain program siaran iklan. Blocking time ini selanjutnya bisa digunakan untuk mempromosikan obat generic dan membetulkan persepsi obat generic yang beredar di masyarakat. Obat generic memang obat rakyat yang sudah di subsidi pemerintah sehingga harga nya lebih murah dan terjangkau. Meskipun demikian, obat generic tetaplah aman karena telah melewati proses CPOB.
Komponen-komponen penyebab tinggi nya harga obat pun salah satu nya adalah karena biaya promosi. Ketika promosi bisa dilakukan dengan cuma-cuma di media televisi, maka anggaran untuk promosi dari perusahaan obat bisa ditekan seminimal mungkin, akibatnya harga obat pun bisa ditekan lebih murah sehingga lebih terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Ketika kebijakan ini sudah berlangsung, anggaran-anggaran yang biasanya pemerintah keluarkan untuk subsidi baik untuk kegiatan promotif, preventif, kampanye hidup sehat, promosi obat-obatan, dll akan bisa ditekan. Akhirnya akan terjadi penghematan anggaran dan anggaran tersebut bisa dialihkan untuk kegiatan lainnya, misalnya pembangunan sarana prasarana kesehatan di daerah-daerah yang masih tertinggal.
Pemerintah harus lebih berani untuk memonopoli sedikit kekuasaannya. Meskipun dalam jangka pendek akan sedikit merugikan untuk pihak media, tapi kedepannya kegiatan-kegiatan promotif, preventif dan kampanye-kampanye kesehatan tersebut bisa jadi ikut menaikan rating media, karena masyarakat saat ini sudah sadar tentang penting nya kesehatan. Ketika rating media tinggi, mereka bisa mendapatkan pemasukan lebih dari iklan-iklan produk lainnya. Sehingga kedepannya aktivitas bisnis akan tetap berjalan, kesehatan masyarakat meningkat dan media menjadi saran edukatif bukan hanya sarana hiburan semata.


Referensi
Depkeu. 2014. Seputar APBN. Tersedia di http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-seputar-list.asp?apbn=sehat [diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Ramadhitya, fajar. 2011. Efisiensi Biaya Pengobatan. Tersedia di http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/efisiensi_biaya_pengobatan.htm [diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Organisasi Kesehatan Dunia. 1990. Perumusan Strategi mengenai Kesehatan bagi semua pada Tahun 2000. Dasar-dasar bimbingan dan permasalahan pokok. Dokumen Dewan Eksekutif Organisasi Kesehatan se-Dunia.

 
biz.