kenapa yang
selalu di propagandakan saat menjelang pemilu seperti ini adalah ‘pilihlah yang
mudharat nya paling kecil’ ? kenapa tidak di propagandakan ‘pilihlah
pemimpin yang bisa membuat kita taat kepada Tuhan’ ? meskipun kedua
kalimat ini serupa tapi punya makna yang berbeda, atau jangan-jangan sang
propagandis sudah tau jika yang di propagandakan ’pilihlah pemimpin yang
bisa membuat kita taat kepada Tuhan’ maka tidak akan ada satupun manusia di
Indonesia ini yang akan memilih karena baik satu atau dua tidak ada yang
mengusung visi tentang aqidah ataupun syari’ah.
sebagai
seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar
bahwa kekayaan SDA Indonesia banyak di rampok asing sehingga akan di lakukan
lobby lobby politik untuk merebutnya kembali
sebagai
seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar
bahwa birokrasi di negeri ini sangat rumit sehingga akan dilakukan penata
kelolaan ulang untuk mengefektifkannya lagi
sebagai
seorang aktivis senang rasanya melihat visi-misi dari kedua calon yang sadar
bahwa kemiskinan, pengangguran, korupsi dan kebodohan adalah common
enemy yang harus dilawan bersama
tapi,
menjalankan kehidupan bernegara itu tidak semata-mata membuat perut (rakyat)
kenyang saja, tapi sungguh yang jauh lebih besar adalah pemimpin itu harus bisa
mendekatkan kita dengan surga. disinilah point utama kenapa politik kita
menjadi (sangat) begitu kotor, karena yang selalu dikejar adalah tentang
kesenangan dunia bukan akhirat, sehingga wajar dalam proses berjalannya banyak
di warnai dengan ketamakan dan keserakahan serta egosentris-egosentris duniawi
lainnya.
kalau kata
Anies Baswedan : “jika ada orang baik yang mau masuk politik mari kita
bantu" betuul, tapi standar orang baik itu tentu saja harus
berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah. Akan sangat bahaya sekali jika
mendefinisikan orang baik semau kita, bahkan seorang pencuri pun adalah orang
baik diantara kalangannya karena dia suka membagi-bagi harta hasil curiannya
kalau kita
mencari yang sempurna, mungkin dulu Khalid bin Walid tidak akan menjadi
panglima perang kaum Muslimin dan di juluki Pedang Allah hanya
karena masa lalu nya ingin membunuh Rasulullah, pun begitu dengan Umar bin
Khattab tidak mungkin akan jadi seorang Amirul Mukminin jika
kita melihat masa lalu nya, karena memilih pemimpin itu adalah tentang hari ini
dan masa depan, sehingga visi-misi dan dengan apa dia akan menjalankan itu akan
menjadi sangat penting. karena orang yang memimpin tidak jauh lebih penting
dengan apa dia akan memimpin. Jikalau sekarang ada yang berafiliasi dengan
kebaikan, itu saja belum cukup tapi dia harus jadi poros kebaikan itu sendiri.
Sehingga, standarnya tetap satu : Jika ada yang mau menerapkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah, mari kita dukung.
ingatlah
setiap perkara itu ada hisabnya, pun dengan memilih
*hanya opini
pribadi