“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari
akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya
akan kuguncangkan dunia”
–Ir. Soekarno
Ucapan itu pernah dikeluarkan oleh presiden RI pertama untuk membakar semangat juang bangsa Indonesia yang sedang dihimpit para penjajah ditengah keinginan bangsa ini untuk hidup merdeka. 1000 orang tua untuk mencabut semeru dan 10 orang pemuda untuk mengguncangkan dunia. Begitu besarnya Soekarno menaruh harapan pada pemuda dengan penuh optimis dan keyakinan yang tinggi ketika mengeluarkan ucapan itu. Ucapan memang hanya sekadar kata, tapi dibalik kata akan selalu terkandung banyak makna.
Ketika
mengenang kembali romantika sejarah, banyak sekali peran pemuda yang sudah
dilakukan. Pemuda selalu mengambil posisi strategis dan garda terdepan dalam
perubahan negeri ini, sehingga menjadi hal yang relevan ketika berbicara
sejarah kebangsan secara utuh tidak pernah bisa dilepaskan dari sejarah
kepemudaan. Pemuda selalu mengambil peran sebagai “pemberontak” yang sepertinya
telah menjadi tradisi turun-temurun pada generasi muda selanjutnya. Banyak
sekali gerakan yang pemuda pelopori, Budi Oetomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi
Kemerdekaan 1945, generasi 1966 sampai gerakan 1998, yang kemudian dikenal
dengan nama reformasi, semuanya tidak bisa dipisahkan dari semangat perlawanan
dan jiwa pemberontakan kaum muda Indonesia. Dalam pengertian dan makna yang
positif budaya perlawanan kaum muda melahirkan bentuk-bentuk budaya baru
sebagai revisi atas budaya lama yang dianggap sudah tidak sesuai dengan
jamannya.
Lalu
bagaimana dengan nasib pemuda hari ini? Gerakan pemuda yang sarat dengan
perubahan rasanya sudah langka untuk ditemui. Peran pemuda sebagai generasi
penerus cita-cita perjuangan bangsa dan generasi pengisi kemerdekaan rasanya
saat ini perlu ditinjau ulang. Pemuda hari ini seperti terbuai dalam kehidupan
semu, terlena dalam kemaksiatan yang bergelimang dosa, narkoba, seks bebas,
pornografi. Padahal Allah sudah menerangkan dalam Al-Qur’an:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS. Al-A’raf: 96)
Fakta yang
terjadi di Indonesia sangat jauh dari keinginan. Negara yang bersatu,
berdaulat, adil dan makmur hanya mimpi disiang bolong. Negara yang kaya akan
sumber daya alam tapi seperti tikus yang mati didalam lumbung padi. Perilaku
korup birokratnya, anak muda yang rusak perilaku moralnya seolah semakin
menambah rentetan permasalahan di negeri ini. Wajar kalau dari hari ke hari
Indonesia semakin terpuruk.
Kemandirian
bangsa tentu saja menjadi atensi dari semua elemen bangsa khususnya pemuda
sebagai pengemban masa depan bangsa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda
memiliki peranan sejarah yang penting dan berkelanjutan dalam perjalanan
kehidupan berbangsa. Mengingat peranan dan posisinya yang strategis dalam
konfigurasi kehidupan berkebangsaan, sudah sepatutnya pemuda mesti dipandang
sebagai aset sosial bangsa yang strategis dalam pola pembangunan negeri.
Indonesia masa depan bisa diramalkan dengan melihat kondisi para pemudanya hari
ini, karena pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari. Itulah sebabnya kalau
ingin menghancurkan suatu negeri, maka hancurkanlah generasi muda nya terlebih
dahulu.
Reposisi
peran pemuda ini menjadi sebuah keniscayaan karena tantangan pada perubahan dunia
secara global tidak lagi sama dengan tantangan perubahan dunia pada 10-20 tahun
yang lalu. Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma karena generasi muda
yang lahir saat ini bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang sangat pesat. Mereka hidup dalam era digital yang serba mudah
dan instan. Pada posisi ini orangtua tidak lagi memiliki peran yang cukup untuk
mengambil posisi “ing ngarsa sung tulodo” (di depan memberi contoh). Anak-anak
muda ini telah memilih panutannya sendiri-sendiri. Anak-anak muda inilah yang
sudah saatnya didorong ke depan untuk mengambil alih peran-peran inisiatif.
Generasi yang lebih tua harus rela diposisikan “tut wuri handayani” (mendorong dari
belakang) dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan kecerdasan serta
akhlak yang baik untuk bekal agar mereka bisa mengarungi dunianya sendiri.
Isu seputar
politik kaum muda, kepemimpinan orang muda, pengusaha muda, miliuner muda,
intelektual muda, inventor muda bukan lagi sekadar wacana. Hal tersebut telah
menjadi keniscayaan dunia yang memberikan ruang gerak dan ruang kreatif yang
lebih luas untuk anak-anak muda. Memberikan peran dan tanggung jawab, serta
identitas sosial yang lebih pada pemuda adalah bagian dari skenario membangun
negara bangsa yang punya daya saing dan keunggulan yang siap dibandingkan dan
disandingkan dengan bangsa-bangsa lain.
0 comments:
Posting Komentar