Senin, 14 Oktober 2013

Reposisi Peran Pemuda di Era Modern



“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” 
–Ir. Soekarno
































Ucapan itu pernah dikeluarkan oleh presiden RI pertama untuk membakar semangat juang bangsa Indonesia yang sedang dihimpit para penjajah ditengah keinginan bangsa ini untuk hidup merdeka. 1000 orang tua untuk mencabut semeru dan 10 orang pemuda untuk mengguncangkan dunia. Begitu besarnya Soekarno menaruh harapan pada pemuda dengan penuh optimis dan keyakinan yang tinggi ketika mengeluarkan ucapan itu. Ucapan memang hanya sekadar kata, tapi dibalik kata akan selalu terkandung banyak makna.
Ketika mengenang kembali romantika sejarah, banyak sekali peran pemuda yang sudah dilakukan. Pemuda selalu mengambil posisi strategis dan garda terdepan dalam perubahan negeri ini, sehingga menjadi hal yang relevan ketika berbicara sejarah kebangsan secara utuh tidak pernah bisa dilepaskan dari sejarah kepemudaan. Pemuda selalu mengambil peran sebagai “pemberontak” yang sepertinya telah menjadi tradisi turun-temurun pada generasi muda selanjutnya. Banyak sekali gerakan yang pemuda pelopori, Budi Oetomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi Kemerdekaan 1945, generasi 1966 sampai gerakan 1998, yang kemudian dikenal dengan nama reformasi, semuanya tidak bisa dipisahkan dari semangat perlawanan dan jiwa pemberontakan kaum muda Indonesia. Dalam pengertian dan makna yang positif budaya perlawanan kaum muda melahirkan bentuk-bentuk budaya baru sebagai revisi atas budaya lama yang dianggap sudah tidak sesuai dengan jamannya.
Lalu bagaimana dengan nasib pemuda hari ini? Gerakan pemuda yang sarat dengan perubahan rasanya sudah langka untuk ditemui. Peran pemuda sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan generasi pengisi kemerdekaan rasanya saat ini perlu ditinjau ulang. Pemuda hari ini seperti terbuai dalam kehidupan semu, terlena dalam kemaksiatan yang bergelimang dosa, narkoba, seks bebas, pornografi. Padahal Allah sudah menerangkan dalam Al-Qur’an:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS. Al-A’raf: 96)
Fakta yang terjadi di Indonesia sangat jauh dari keinginan. Negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur hanya mimpi disiang bolong. Negara yang kaya akan sumber daya alam tapi seperti tikus yang mati didalam lumbung padi. Perilaku korup birokratnya, anak muda yang rusak perilaku moralnya seolah semakin menambah rentetan permasalahan di negeri ini. Wajar kalau dari hari ke hari Indonesia semakin terpuruk.
Kemandirian bangsa tentu saja menjadi atensi dari semua elemen bangsa khususnya pemuda sebagai pengemban masa depan bangsa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda memiliki peranan sejarah yang penting dan berkelanjutan dalam perjalanan kehidupan berbangsa. Mengingat peranan dan posisinya yang strategis dalam konfigurasi kehidupan berkebangsaan, sudah sepatutnya pemuda mesti dipandang sebagai aset sosial bangsa yang strategis dalam pola pembangunan negeri. Indonesia masa depan bisa diramalkan dengan melihat kondisi para pemudanya hari ini, karena pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari. Itulah sebabnya kalau ingin menghancurkan suatu negeri, maka hancurkanlah generasi muda nya terlebih dahulu.
Reposisi peran pemuda ini menjadi sebuah keniscayaan karena tantangan pada perubahan dunia secara global tidak lagi sama dengan tantangan perubahan dunia pada 10-20 tahun yang lalu. Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma karena generasi muda yang lahir saat ini bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat. Mereka hidup dalam era digital yang serba mudah dan instan. Pada posisi ini orangtua tidak lagi memiliki peran yang cukup untuk mengambil posisi “ing ngarsa sung tulodo” (di depan memberi contoh). Anak-anak muda ini telah memilih panutannya sendiri-sendiri. Anak-anak muda inilah yang sudah saatnya didorong ke depan untuk mengambil alih peran-peran inisiatif. Generasi yang lebih tua harus rela diposisikan “tut wuri handayani” (mendorong dari belakang) dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan kecerdasan serta akhlak yang baik untuk bekal agar mereka bisa mengarungi dunianya sendiri.
Isu seputar politik kaum muda, kepemimpinan orang muda, pengusaha muda, miliuner muda, intelektual muda, inventor muda bukan lagi sekadar wacana. Hal tersebut telah menjadi keniscayaan dunia yang memberikan ruang gerak dan ruang kreatif yang lebih luas untuk anak-anak muda. Memberikan peran dan tanggung jawab, serta identitas sosial yang lebih pada pemuda adalah bagian dari skenario membangun negara bangsa yang punya daya saing dan keunggulan yang siap dibandingkan dan disandingkan dengan bangsa-bangsa lain.

Jaya Sukmana

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Posting Komentar

 
biz.