LK III dan Pramunas ISMAFARSI sudah berakhir hampir dua minggu yang
lalu, tapi sungguh sensasi nya masih terasa. Bagaimana tidak, liburan semester
ganjil kali ini dihabiskan dikota paling timur pulau jawa, kota malang.
Suasan berbeda, tentu dengan pengalaman berbeda pula. Pergi keluar kota
kali ini bukan hanya untuk sekadar melancong, tapi untuk mengikuti event dua tahunan
ISMAFARSI, LK III dan Pramunas yang kali ini diselenggaakan oleh tuan rumah Universitas
Brawijaya, Malang.
Setiap pilihan pasti selalu mengandung konsekwensi, begitupun ketika memutuskan
untuk mengikuti event ini, ada pilihan lain yang sudah di korbankan, KKNM.
Sejak awal semester 5 memang sebenarnya sudah bingung, mau memilih KKNM atau LK
III – Pramunas, dengan berbagai pertimbangan akhirnya pilihan itu berlabuh di
kota Malang. Untuk mendapatkan sesuatu terkadang memang harus mengorbankan
sesuatu, tinggal dipilih mana yang akan memberikan lebih banyak dampak
kebermanfaatan. Bukan berarti KNNM tidak bermanfaat, hanya saja untuk KKNM kan
masih bisa di ambil di semester depan, lain halnya dengan LK III dan Pramunas
ini.
Pertama kali menginjakan kaki di kota Malang, disambut dengan udara nya
yang hangat (atau entah karena sudah kedinginan didalam kereta). Kehangatan itu
semakin bertambah karena tak berapa lama di stasiun bertemu dengan kawan-kawan
dari ITB, UGM dan UNHAS. Seperti bernostalgia dengan kawan-kawan lama saat
pertama kali bersua di Rakernas Medan setahun silam. Banyak juga wajah-wajah baru
dengan karakter khas pengkaderan universitasnya masing-masing.
Saat masih menunggu jemputan di stasiun, kami mempunyai kepentingan dan
tujuan yang sama. Ya, tempat makan. Perjalanan sehari semalam memang menyisakan
perut yang kelaparan. Akhirnya kami berangkat mencari tempat makan dengan jalan
kaki sambil menikmati ke-eksotisan kota Malang. Kota Malang memang benar-benar
indah, kota dengan predikat adipura ini benar-benar akan memikat mata siapa
saja yang baru pertama kali menginjakan kaki di sana. Kotanya benar-benar
bersih dengan udara nya yang masih asri. Tataletak kota nya juga luar biasa,
bahkan Pedagang Kaki Lima di pinggiran jalan pun sudah sangat jarang ditemui. Singkat
cerita, setelah makan kami berangkat menuju penginapan.
Sampai dipenginapan hanya beres-beres sambil menunggu kedatangan
delegasi lain dan opening LK III. Dipenginapan sekamar dengan
kawan-kawan baru, hanya satu orang kawan lama dari UGM. Kemudian opening
di mulai dan hanya procedural ceremonial belaka. Malam-malam agak
sedikit berbeda, karena diuji kemampuan basic tentang kepemimpinan,
kemahasiswaan, ke-ismafarsi-an dan penguasaan makalah yang kita buat tentunya,
suasana nya benar-benar seperti akan menghadapi ujian praktikum.
Tiga hari mengikuti LK III benar-benar merasakan sensasi yang tidak
bisa diekspresikan. Pembicara-pembicara yang luar biasa dengan basis harakah
nya masing-masing, benar-benar merasakan perbedaan perspektif dalam memandang
dunia. Yang menggelikan saat pemberian materi dari pejabat structural IAI dan
APTFI dalam dua materi yang berbeda, keduanya seperti sedang bergejolak, saling
melakukan perang dingin (yang rasanya kurang layak kalau permasalahannya disebutkan
disini). Kejadian ini benar-benar membuka mata, ini seperti cerita sinetron
tapi benar-benar nyata. Wajar saja kalo kefarmasian hari ini terbentang hijab
yang super tinggi antara realita dan idealita yang diinginkan, karena kita
sendiri sebetulnya yang menciptakan hijab itu dari ketidaksinergisan yang
terjadi. Kesinergisan itu mutlak diperlukan untuk membangun farmasi Indonesia
yang lebih baik. Semoga kedua nya cepat ‘akur’, agar kita sebagai calon
apoteker mendatang tidak menjadi anak ‘broken home’ karena kedua orang tuanya
sedang terlibat masalah satu sama lain.
Masih tentang pemateri LK III, kali ini datang dari pejabat structural BPJS.
Saat itu saya bertanya tentang keterlibatan nasib apoteker di era SJSN. Beliau kemudian
menjawab apoteker terlibat pada aspek A dan B. Setelah itu, saya disuguhi
makalah dari kawan UGM tentang kajian SJSN, didalam makalah itu terdapat tulisan
dari orang yang sama dengan pemateri saat LK III, tapi dengan hasil yang
berbeda, dalam makalah itu dituliskan bahwa nasib apoteker dalam era SJSN hanya
terlibat dalam aspek A saja, sedangkan pada aspek B tidak terlibat dengan
pengkajian terhadap UU dan PP yang berlaku. Dari situ sebetulnya ingin dialog
langsung, tetapi karena keterbatasan waktu akhirnya hanya bisa
menggeleng-gelengkan kepala. Sebagai seorang manusia biasa mungkin kesalahan
itu lumrah, tapi sebagai seorang policy maker yang berkaitan dengan
hajat hidup orang banyak apa kesalahan seperti itu bisa ditoleransi? Aah, semoga
ketika massanya nanti tiba, kita tidak mengulangi segala kesalahan yang
dilakukan para pendahulu kita.
LK III pun akhirnya selesai dengan segala dinamika nya. Alhamdulillah, dihari
terakhir saya diberikan kesempatan untuk mempresentasikan makalah saya dengan
judul “Gaya Baru Gerakan Mahasiswa: Membalut Politik Nilai dengan Intelektual
Keilmuan”. Setelah closing ceremony sambil menunggu kedatangan delegasi
pramunas, kegiatan diisi dengan “Run Away in Malang”. Ini benar-benar
seru karena seluruh peserta dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari lima orang. Setiap orang tidak boleh membawa dompet, setiap kelompok hanya
diberikan uang 40ribu, kertas klu dan hanya satu orang yang boleh membawa
handphone. Kita harus menuju tempat yang tertulis dalam klu. Klu selanjutnya
ada ditempat tujuan dan begitu seterusnya. Benar-benar unforgettable moment setelah
nyasar ke beberapa tempat dan terjadi tawar menawar dengan sopir angkot
sampailah pada beberapa rute yang harus dikunjungi, museum brawijaya, pasar
buku wilis, sarinah hingga taman bunga dekat kantor walikota. Diperjalanan dalam
pencaharian klue ini benar-benar kembali terbius dengan ke-eksotisan kota
malang. Sepertinya kalaupun harus dinobatkan menjadi tourism city kota
Malang memang benar-benar layak.
Alhamdulillah, dengan berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan ini berarti
saya sudah merasakan semua level latihan kepemimpinan di semua tingkatan. Mulai
dari pengkaderan di tingkat fakultas (Lentera VI, LKMM Fakultas, Training
for Delegation, LK I ISMAFARSI), kemudian di tingkat Universitas (SOL VI),
lalu di tingkat wilayah (LK II ISMAFARSI) dan terakhir di tingkat Nasional (LK
III ISMAFARSI). Dari kesemua levelan pengkaderan itu yang paling membedakan adalah
dari keheterogenan para pesertanya. Semakin tinggi suatu jenjang pengkaderan
maka semakin heterogen para peserta nya. Mereka datang dengan kekhasan
pemikirannya masing-masing. Ada yang keras menuntut keidealan, ada yang
lembut memberikan toleransi karena asas kekeluargaan. Semuanya majemuk, bak Indonesia
yang terbentang dari timur ke barat. Tapi, disitulah letak sensasinya. Sensasi yang
tidak akan pernah kita temukan jika hanya berkutat di internal kampus, dan itu
adalah sebuah harga yang mahal yang sayang kalau harus dilewatkan begitu saja.
bersambung
..
Aya Running Man di LK III na ? Mantap euy UniBraw Malang.
BalasHapushaha sejenis begitu lah pak
BalasHapus