Kamis, 01 Januari 2015

Menggeser Kapitalisasi Media Televisi menuju Pelayanan Kesehatan Dasar yang Prima

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya karena merupakan hak yang fundamental bagi setiap individu tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan harus berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna. Walaupun pada kenyataannya masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan, terutama masalah pembiayaan dari segi APBN. Jika ditinjau dari segi APBN, anggaran kesehatan memang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Misalnya pada tahun 2012 anggaran kesehatan hanya sekitar 3,1% kemudian naik pada tahun 2013 menjadi 3,4% dan menjadi 3,8% pada tahun 2014 (depkeu.go.id). Meskipun mengalami kenaikan, hal ini tetap saja masih mengkhianati apa yang diamanatkan oleh undang-undang, yakni seharusnya anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN.
Dengan Anggaran dana yang terbatas tersebut, kualitas pelayanan kesehatan tetap dituntut yang terbaik. Akhirnya, banyak investor swasta yang kemudian menanamkan modalnya dalam bidang kesehatan. Kondisi ini membuat biaya kesehatan tidak terjangkau dan harga obat melambung tinggi, apalagi mengingat daya beli masyarakat Indonesia terbilang rendah karena garis kemiskinan masih tinggi, sehingga muncul persepsi “kalau orang miskin di Indonesia itu dilarang sakit!”.
Untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah :
  1. Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya
  2. Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
  3. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
  4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
  5. Imunisasi
  6. Pengobatan dan pengadaan obat

(Organisasi Kesehatan se-Dunia, 1990)
Karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehatan yang layak bagi setiap individu, maka perencanaan, pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperlukan mulai dari pengadaan barang sampai dengan biaya promosi.
Pendidikan tentang kesehatan umum mulai dari kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif harus digalakan. Persediaan pangan, air minum dan gizi yang baik untuk anak-anak harus dicukupkan. Sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak juga harus mulai dikampanyekan. Imunisasi dan harga obat harus ditekan serendah-rendahnya agar terjangkau oleh daya beli masyarakat saat ini.
Masalah yang kemudian hadir adalah dana yang tersedia dari APBN masih relatif kecil, sedangkan pengelolaan kesehatan Indonesia tidak melulu hanya untuk aspek-aspek diatas. Untuk kegiatan promotif dan preventif saja memerlukan dana untuk promosi yang terbilang tidak murah jika dilakukan di media massa terutama dalam bentuk iklan. Cara sanitasi yang baik, pelayanan kesehatan ibu dan anak juga harus mulai dikampanyekan dan memerlukan biaya untuk promosi. Pun dengan harga obat yang melambung tinggi, salah satunya disebabkan oleh biaya promosi yang tinggi pula selain biaya distribusi dan produksi karena bahan baku kita yang masih impor (Ramadhitya, 2011).
Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) tahun 2006 menyatakan bahwa 61,6% dari seluruh iklan yang beredar di Indonesia ditayangkan di televisi. Perkembangan dunia periklanan Indonesia kian pesat dari waktu ke waktu. Dunia luarpun merespon perkembangan ini dengan gencar mananamkan modalnya pada sector periklanan dan pemasaran. Lambat laun, Indonesia menjadi salah satu Negara tujuan utama produk-produk Negara maju. Pemasaran produk tersebut tidak akan efektif tanpa didukung oleh promosi produk pada media, baik media cetak maupun elektronik. Namun dari sekian banyak media yang ada, televisi menjadi media yang dipilih untuk beriklan. Di Indonesia televisi begitu efektif karena budaya masyarakat Indonesia yang lebih gemar menonton daripada membaca. Apalagi saat ini Indonesia sedang di banjiri produk teknologi buatan cina dengan harga murah, sehingga membuat akses masyarakat terhadap media televisi menjadi sangat mudah. Momentum ini tentu saja dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk mempromosikan dagangan nya. Semakin tinggi rating suatu stasiun televisi, maka harga yang di patok untuk promosi pun semakin tinggi, hal ini pula yang menyebabkan televisi mengejar rating setinggi-tingginya, walaupun kadang acara-acara yang ditampilkan tidak mendidik dan amoral. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan seharusnya bisa mengatur televisi sebagai media edukatif dan mengharuskan setiap stasiun televisi melakukan aktivitas promotif dan preventif dalam bentuk acara/iklan-iklan yang kreatif sebagai bentuk timbal balik dari aktivitas kapitalisasi yang mereka lakukan. Media bisa bekerja sama dengan kementerian kesehatan atau pihak terkait dalam mempropagandakan pola hidup sehat, sanitasi dasar atau aktivitas-aktivitas promotif lainnya semisal pencegahan untuk penyakit-penyakit endemik Indonesia, dll.
Ketika peraturan ini pemerintah berlakukan, hal ini dapat merubah citra media televisi sebagai media hiburan menjadi media rekreatif yang edukatif dan benar-benar menjalankan fungsi nya sebagai media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu dilain pihak pemerintah juga bisa menghemat anggaran terutama untuk kegiatan promotif dan preventif dalam bentuk iklan-iklan di televisi. Seperti kita tahu, memasang iklan di media televisi bukanlah hal yang murah, untuk satu kali tayang dengan durasi sekitar 30 detik saja bisa mencapai jutaan rupiah untuk skala media nasional, apalagi jika rating nya sudah tinggi harga promosi pun bisa semakin melambung tinggi.
Pemerintah memang harus lebih jeli dalam melihat setiap peluang. Apalagi melihat kekuatan dari sebuah iklan. Iklan yang ditayangkan berulang-ulang mampu membentuk opini public. Opini public mendorong hadirnya persepsi. Persepsi kemudian hadir, meluas dan mengurat dalam setiap alam bawah sadar tiap-tiap individu masyarakat. Hal ini lah yang kemudian akan mempengaruhi keputusan setiap individu dalam melakukan aktivitas, termasuk dalam memutuskan pemilihan produk apa yang akan digunakan. Sehingga bukanlah hal yang aneh, jika para pengusaha mau membayar mahal hingga jutaan rupiah untuk iklan yang tayang hanya dalam hitungan detik.
Pemerintah juga bisa membuat peraturan kepada setiap stasiun televisi untuk memberikan blocking time setiap minggu/bulan nya dengan gratis kepada kementerian kesehatan, untuk selanjutnya diisi oleh kegiatan positif yang akan memotori kesehatan masyarakat. Blocking time adalah pembelian waktu siar untuk dimanfaatkan bagi penyebarluasan maksud dan kepentingan pihak tertentu selain program siaran iklan. Blocking time ini selanjutnya bisa digunakan untuk mempromosikan obat generic dan membetulkan persepsi obat generic yang beredar di masyarakat. Obat generic memang obat rakyat yang sudah di subsidi pemerintah sehingga harga nya lebih murah dan terjangkau. Meskipun demikian, obat generic tetaplah aman karena telah melewati proses CPOB.
Komponen-komponen penyebab tinggi nya harga obat pun salah satu nya adalah karena biaya promosi. Ketika promosi bisa dilakukan dengan cuma-cuma di media televisi, maka anggaran untuk promosi dari perusahaan obat bisa ditekan seminimal mungkin, akibatnya harga obat pun bisa ditekan lebih murah sehingga lebih terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Ketika kebijakan ini sudah berlangsung, anggaran-anggaran yang biasanya pemerintah keluarkan untuk subsidi baik untuk kegiatan promotif, preventif, kampanye hidup sehat, promosi obat-obatan, dll akan bisa ditekan. Akhirnya akan terjadi penghematan anggaran dan anggaran tersebut bisa dialihkan untuk kegiatan lainnya, misalnya pembangunan sarana prasarana kesehatan di daerah-daerah yang masih tertinggal.
Pemerintah harus lebih berani untuk memonopoli sedikit kekuasaannya. Meskipun dalam jangka pendek akan sedikit merugikan untuk pihak media, tapi kedepannya kegiatan-kegiatan promotif, preventif dan kampanye-kampanye kesehatan tersebut bisa jadi ikut menaikan rating media, karena masyarakat saat ini sudah sadar tentang penting nya kesehatan. Ketika rating media tinggi, mereka bisa mendapatkan pemasukan lebih dari iklan-iklan produk lainnya. Sehingga kedepannya aktivitas bisnis akan tetap berjalan, kesehatan masyarakat meningkat dan media menjadi saran edukatif bukan hanya sarana hiburan semata.


Referensi
Depkeu. 2014. Seputar APBN. Tersedia di http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-seputar-list.asp?apbn=sehat [diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Ramadhitya, fajar. 2011. Efisiensi Biaya Pengobatan. Tersedia di http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/efisiensi_biaya_pengobatan.htm [diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Organisasi Kesehatan Dunia. 1990. Perumusan Strategi mengenai Kesehatan bagi semua pada Tahun 2000. Dasar-dasar bimbingan dan permasalahan pokok. Dokumen Dewan Eksekutif Organisasi Kesehatan se-Dunia.

Jaya Sukmana

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Posting Komentar

 
biz.