Pembangunan
kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Setiap orang
berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya karena merupakan
hak yang fundamental bagi setiap individu tanpa membedakan ras, agama, politik
yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan harus berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara
cukup bermakna. Walaupun pada kenyataannya masih dijumpai berbagai masalah dan
hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan, terutama masalah
pembiayaan dari segi APBN. Jika ditinjau dari segi APBN, anggaran kesehatan
memang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Misalnya pada tahun 2012
anggaran kesehatan hanya sekitar 3,1% kemudian naik pada tahun 2013 menjadi
3,4% dan menjadi 3,8% pada tahun 2014 (depkeu.go.id). Meskipun mengalami
kenaikan, hal ini tetap saja masih mengkhianati apa yang diamanatkan oleh
undang-undang, yakni seharusnya anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN.
Dengan
Anggaran dana yang terbatas tersebut, kualitas pelayanan kesehatan tetap
dituntut yang terbaik. Akhirnya, banyak investor swasta yang kemudian
menanamkan modalnya dalam bidang kesehatan. Kondisi ini membuat biaya kesehatan
tidak terjangkau dan harga obat melambung tinggi, apalagi mengingat daya beli
masyarakat Indonesia terbilang rendah karena garis kemiskinan masih tinggi,
sehingga muncul persepsi “kalau orang
miskin di Indonesia itu dilarang sakit!”.
Untuk
mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup
dalam pelayanan kesehatan dasar adalah :
- Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya
- Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
- Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
- Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
- Imunisasi
- Pengobatan dan pengadaan obat
(Organisasi
Kesehatan se-Dunia, 1990)
Karena
pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehatan yang
layak bagi setiap individu, maka perencanaan, pengorganisasian dan
penyelenggaraan yang efisien mutlak diperlukan mulai dari pengadaan barang
sampai dengan biaya promosi.
Pendidikan
tentang kesehatan umum mulai dari kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
harus digalakan. Persediaan pangan, air minum dan gizi yang baik untuk
anak-anak harus dicukupkan. Sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak juga harus
mulai dikampanyekan. Imunisasi dan harga obat harus ditekan serendah-rendahnya
agar terjangkau oleh daya beli masyarakat saat ini.
Masalah
yang kemudian hadir adalah dana yang tersedia dari APBN masih relatif kecil,
sedangkan pengelolaan kesehatan Indonesia tidak melulu hanya untuk aspek-aspek
diatas. Untuk kegiatan promotif dan preventif saja memerlukan dana untuk
promosi yang terbilang tidak murah jika dilakukan di media massa terutama dalam
bentuk iklan. Cara sanitasi yang baik, pelayanan kesehatan ibu dan anak juga
harus mulai dikampanyekan dan memerlukan biaya untuk promosi. Pun dengan harga
obat yang melambung tinggi, salah satunya disebabkan oleh biaya promosi yang
tinggi pula selain biaya distribusi dan produksi karena bahan baku kita yang
masih impor (Ramadhitya, 2011).
Berdasarkan
data statistic yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
(PPPI) tahun 2006 menyatakan bahwa 61,6% dari seluruh iklan yang beredar di
Indonesia ditayangkan di televisi. Perkembangan dunia periklanan Indonesia kian
pesat dari waktu ke waktu. Dunia luarpun merespon perkembangan ini dengan
gencar mananamkan modalnya pada sector periklanan dan pemasaran. Lambat laun,
Indonesia menjadi salah satu Negara tujuan utama produk-produk Negara maju.
Pemasaran produk tersebut tidak akan efektif tanpa didukung oleh promosi produk
pada media, baik media cetak maupun elektronik. Namun dari sekian banyak media
yang ada, televisi menjadi media yang dipilih untuk beriklan. Di Indonesia
televisi begitu efektif karena budaya masyarakat Indonesia yang lebih gemar
menonton daripada membaca. Apalagi saat ini Indonesia sedang di banjiri produk
teknologi buatan cina dengan harga murah, sehingga membuat akses masyarakat
terhadap media televisi menjadi sangat mudah. Momentum ini tentu saja
dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk mempromosikan dagangan nya. Semakin
tinggi rating suatu stasiun televisi, maka harga yang di patok untuk promosi
pun semakin tinggi, hal ini pula yang menyebabkan televisi mengejar rating
setinggi-tingginya, walaupun kadang acara-acara yang ditampilkan tidak mendidik
dan amoral. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan seharusnya bisa mengatur televisi
sebagai media edukatif dan mengharuskan setiap stasiun televisi melakukan
aktivitas promotif dan preventif dalam bentuk acara/iklan-iklan yang kreatif
sebagai bentuk timbal balik dari aktivitas kapitalisasi yang mereka lakukan.
Media bisa bekerja sama dengan kementerian kesehatan atau pihak terkait dalam
mempropagandakan pola hidup sehat, sanitasi dasar atau aktivitas-aktivitas
promotif lainnya semisal pencegahan untuk penyakit-penyakit endemik Indonesia,
dll.
Ketika
peraturan ini pemerintah berlakukan, hal ini dapat merubah citra media televisi
sebagai media hiburan menjadi media rekreatif yang edukatif dan benar-benar
menjalankan fungsi nya sebagai media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain itu dilain pihak pemerintah juga bisa menghemat anggaran terutama untuk
kegiatan promotif dan preventif dalam bentuk iklan-iklan di televisi. Seperti
kita tahu, memasang iklan di media televisi bukanlah hal yang murah, untuk satu
kali tayang dengan durasi sekitar 30 detik saja bisa mencapai jutaan rupiah
untuk skala media nasional, apalagi jika rating nya sudah tinggi harga promosi pun
bisa semakin melambung tinggi.
Pemerintah
memang harus lebih jeli dalam melihat setiap peluang. Apalagi melihat kekuatan
dari sebuah iklan. Iklan yang ditayangkan berulang-ulang mampu membentuk opini
public. Opini public mendorong hadirnya persepsi. Persepsi kemudian hadir,
meluas dan mengurat dalam setiap alam bawah sadar tiap-tiap individu masyarakat.
Hal ini lah yang kemudian akan mempengaruhi keputusan setiap individu dalam
melakukan aktivitas, termasuk dalam memutuskan pemilihan produk apa yang akan
digunakan. Sehingga bukanlah hal yang aneh, jika para pengusaha mau membayar
mahal hingga jutaan rupiah untuk iklan yang tayang hanya dalam hitungan detik.
Pemerintah
juga bisa membuat peraturan kepada setiap stasiun televisi untuk memberikan blocking time setiap minggu/bulan nya dengan
gratis kepada kementerian kesehatan, untuk selanjutnya diisi oleh kegiatan
positif yang akan memotori kesehatan masyarakat. Blocking time adalah pembelian waktu siar untuk dimanfaatkan bagi
penyebarluasan maksud dan kepentingan pihak tertentu selain program siaran
iklan. Blocking time ini selanjutnya
bisa digunakan untuk mempromosikan obat generic dan membetulkan persepsi obat
generic yang beredar di masyarakat. Obat generic memang obat rakyat yang sudah
di subsidi pemerintah sehingga harga nya lebih murah dan terjangkau. Meskipun
demikian, obat generic tetaplah aman karena telah melewati proses CPOB.
Komponen-komponen
penyebab tinggi nya harga obat pun salah satu nya adalah karena biaya promosi.
Ketika promosi bisa dilakukan dengan cuma-cuma di media televisi, maka anggaran
untuk promosi dari perusahaan obat bisa ditekan seminimal mungkin, akibatnya
harga obat pun bisa ditekan lebih murah sehingga lebih terjangkau oleh daya
beli masyarakat.
Ketika
kebijakan ini sudah berlangsung, anggaran-anggaran yang biasanya pemerintah
keluarkan untuk subsidi baik untuk kegiatan promotif, preventif, kampanye hidup
sehat, promosi obat-obatan, dll akan bisa ditekan. Akhirnya akan terjadi
penghematan anggaran dan anggaran tersebut bisa dialihkan untuk kegiatan
lainnya, misalnya pembangunan sarana prasarana kesehatan di daerah-daerah yang
masih tertinggal.
Pemerintah
harus lebih berani untuk memonopoli sedikit kekuasaannya. Meskipun dalam jangka
pendek akan sedikit merugikan untuk pihak media, tapi kedepannya kegiatan-kegiatan
promotif, preventif dan kampanye-kampanye kesehatan tersebut bisa jadi ikut menaikan
rating media, karena masyarakat saat ini sudah sadar tentang penting nya
kesehatan. Ketika rating media tinggi, mereka bisa mendapatkan pemasukan lebih
dari iklan-iklan produk lainnya. Sehingga kedepannya aktivitas bisnis akan
tetap berjalan, kesehatan masyarakat meningkat dan media menjadi saran edukatif
bukan hanya sarana hiburan semata.
Referensi
Depkeu. 2014. Seputar APBN. Tersedia di http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-seputar-list.asp?apbn=sehat
[diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Ramadhitya, fajar. 2011. Efisiensi Biaya Pengobatan. Tersedia di http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/efisiensi_biaya_pengobatan.htm
[diakses pada tanggal 18 juli 2014]
Organisasi Kesehatan Dunia. 1990. Perumusan Strategi mengenai Kesehatan bagi
semua pada Tahun 2000. Dasar-dasar bimbingan dan permasalahan pokok. Dokumen
Dewan Eksekutif Organisasi Kesehatan se-Dunia.
0 comments:
Posting Komentar