Kamis, 01 Januari 2015

Penulisan Ilmiah, Riwayatmu Kini

Indonesia adalah Negara luas yang terbentang dari sabang sampai merauke dengan jutaan jiwa di dalamnya. Wilayah yang luas ini membuat Indonesia kaya akan budaya yang beragam. Meskipun berbeda-beda, tapi dari kemajemukan ini kita bisa mengambil sedikit benang merah, bahwa kehidupan masyarakat Indonesia masih sangat kental dengan budaya lisan nya.
Dalam Negara berkembang seperti Indonesia, budaya lisan memang masih mendominasi dibandingkan dengan budaya membaca-menulis. Orang-orang di Negara maju mempunyai masalah yang lebih kompleks daripada Negara berkembang, sehingga masyarakatnya lebih suka menulis analisa secara lebih mendalam daripada membahas nya secara verbal.
Universitas dalam hal ini pendidikan tinggi seharusnya bisa menjadi leading indicator dalam kemajuan suatu bangsa. Apalagi sebagai insan akademis, seharusnya budaya menulis itu sudah tumbuh dan menjadi kebutuhan tersendiri seperti halnya kita perlu makan dan minum setiap hari. Tapi pada faktanya, di Indonesia tidak demikian. Buktinya, menurut data scopus per 1 Agustus 2012 hanya ada 54 institusi perguruan tinggi di Indonesia. Scopus adalah database yang berisi bibliografi abstrak dan kutipan (citation) untuk artikel jurnal ilmiah terbesar didunia. Scopus mencakup hampir 18.000 judul dari lebih dari 5.000 penerbit internasional, termasuk di dalamnya 16.500 peer-review jurnal dalam bidang sains, teknik, kedokteran, dan sosial (termasuk seni dan humaniora) (kopertis12.or.id). Scopus mencatat berdasarkan jumlah publikasi dan hanya ada 54 institusi perguruan tinggi yang terdaftar (mempublikasikan jurnal), padahal di Indonesia ada ribuan institusi perguruan tinggi. 
            Menurut survey webometric, institusi perguruan tinggi di Indonesia yang menempati peringkat teratas adalah UGM dengan peringkat 414 dunia. Penilaian webometrik ini didasarkan pada beberapa kriteria: Presence, Impact, Openness, Excellence (ub.ac.id). Menilai keaktifan setiap universitas di internet berdasarkan tulisan, publikasi ilmiah, dll.
            Belum lagi jika kita membandingkan publikasi Negara kita dengan Negara-negara di ASEAN seperti Thailand dan Malaysia, jelas angka publikasi kita sangat ketinggalan jauh.
Memang tidak mudah meninggalkan ketertinggalan, apalagi melihat sejarah kelam bangsa kita pada masa penjajahan dimana pendidikan hanyalah sebuah alat untuk menghasilkan orang dengan mental budak. Kita terlanjur harus menyeret beban sejarah yang payah, beban sejarah manusia terjajah. Pendidikan awal yang kita dapat pun hanya pendidikan untuk menghasilkan pegawai administratif yang murah. Setelah orde baru, pendidikan kita diterkam oleh kepentingan politis untuk melanggengkan keadaan, dan tantangan hari ini adalah bagaimana menumbuhkan budaya menulis agar kita tidak hanya menjadi suku cadang yang siap di supply untuk kepentingan pabrik-pabrik kapitalisme global.

Referensi

Jaya Sukmana

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Posting Komentar

 
biz.