Oleh: Ahmad Rizky M. Umar
Pernah bergiat di Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM
2008-2012
Proses yang perlu dilakukan oleh mahasiswa sebelum ambil turun
ke jalan adalah merancang strategi gerakan apa yang perlu dilakukan untuk
mengawal sebuah isu. Gerakan mahasiswa bukanlah gerakananomie yang tiba-tiba turun dan
tiba-tiba pula senyap. Ada proses perencanaan strategi gerakan yang perlu
dilakukan. Banyak gerakan -termasuk saya sendiri dulu- abai dalam hal ini
dan terjebak pada pengorganisasian-pengorganisasian yang lebih bersifat teknis.
Kastrat memiliki peran yang sangat besar untuk melakukan
perencanaan strategis gerakan tersebut. Di bagian sebelumnya, kita telah
membahas secara detail bagaimana Kastrat melakukan analisis dan penyikapan
sebuah isu. Setelah menganalisis dan menyikapi isu, tugas organisasi pergerakan
adalah mengawal isu tersebut. Bagian ini memang bukan hanya domain
Kastrat, tetapi bisa juga berkolaborasi dengan Departemen lain. Tetapi, Kastrat
punya peran besar untuk merancang strategi dan taktik gerakan apa yang perlu
dipakai untuk mengawal isu tersebut.
Apa itu Strategi dan Taktik?
Menurut Dahlan Ranuwiharjo, Ketua Umum PB HMI dan pemimpin
mahasiswa Indonesia di tahun 1950an, strategi adalah menggunakan
peristiwa-peristiwa politik dalam jangka waktu tertentu guna mencapai rencana
perjuangan, sedangkan taktik adalah bagaimana menentukan sikap atau menggunakan
kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu pada saat tertentu.
Dalam konteks pergerakan mahasiswa, strategi dapat dipandang
sebagai sebuah cara umum untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa secara
jangka-panjang. Sementara itu, taktik adalah langkah-langkah yang dilakukan
untuk melaksanakan strategi tersebut guna mencapai tujuan utama yang
dicita-citakan. Taktik mengacu pada strategi yang dirumuskan. Seluruh aktivitas
organisasi secara eksternal bergantung pada bagaimana strategi itu dijalankan.
Posisi Kastrat penting untuk merancang dan merumuskan strategi
tersebut. Kastrat memang tidak bertanggung jawab langsung pada pelaksanaan
strategi dan taktik itu di lapangan. Tetapi sebagai think
tank, Kastrat
punya tanggung jawab yang sangat signifikan untuk memastikan strategi dan
taktik berjalan demi terpenuhinya tujuan perjuangan.
Mengapa Strategi dan Taktik Penting?
Mengapa Kastrat perlu merumuskan strategi dan taktik perjuangan
organisasi? Aktivitas pergerakan mahasiswa bukanlah aktivitas pencitraan.
Sehingga, seakan-akan demonstrasi hanya untuk memenuhi 'hasrat' turun ke jalan
mahasiswa tanpa perencanaan strategis yang matang. Sikap seperti ini perlu
diluruskan oleh gerakan mahasiswa. Jika organisasi mahasiswa telah
mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi pergerakan, aktivitas yang mereka
lakukan perlu dirancang secara terorganisir dengan karakter intelektual yang
menonjol.
Adalah Vladimir Lenin yang mengingatkan kita pada pentingnya
sebuah gerakan yang terorganisir, tidak sekadar turun ke jalan. Tahun 1905,
Lenin menulis risalahnya yang hingga kini menjadi acuan bagi gerakan-gerakan
kiri: 'What is To Be Done?"Lenin memulai dengan sebuah argumenn:
pengorganisasian gerakan akan sangat bergantung pada kesadaran massa. Menurut
Lenin, gerakan massa bukanlah gerakan yang asal hadir dan asal melakukan
kegiatan tanpa tahu apa yang harus ia lakukan dan apa yang (tidak) harus
dilakukan. Ia kemudian menawarkan sebuah tesisnya yang cukup terkenal: 'Tanpa
teori revolusioner, takkan ada praktik revolusioner'.
Teori dan praktik memiliki kesalingterkaitan satu sama lain bagi
sebuah gerakan massa. Gerakan mesti punya 'teori' yang cukup kuat untuk
melakukan perlawanan, yang mana 'teori' itu harus senantiasa dibenturkan dengan
realitas, didialektikakan oleh para pegiatnya, dijadikan acuan bagi strategi
dan taktik gerakan, sehingga tujuan gerakan bisa tercapai. Ini pula yang disebut
oleh Ernest Mandel, seorang sosiolog Marxis Belgia, sebagai 'kesatuan teori dan
praksis' ketika berbicara tentang gerakan mahasiswa.
Dengan perlunya kesatuan teori dan praksis, maka gerakan
mahasiswa perlu merumuskan metode-metode praktisnya sesuai acuan teoretis yang
sudah ada. Acuan teoretis bagi gerakan mahasiswa adalah analisis yang diberikan
oleh Kastrat. Acuan analisis yang diberikan oleh Kastrat itu harus memiliki
implikasi pada agenda perubahan yang diberikan oleh gerakan. Oleh sebab itu, dari
analisis, Kastrat perlu bergerak ke arah 'strategi' dan 'taktik' untuk kemudian
dapat diterjemahkan melalui bentuk-bentuk gerakan yang lebih konkret.
Fungsi Strategi dan Taktik
Secara umum, tugas strategi dan taktik adalah adalah
menciptakan, memelihara, dan menambah syarat-syarat yang akan membawa kepada
tujuan. Strategi bertugas mengantarkan gerakan sampai pada tujuan pergerakan
yang telah ditetapkan. Strategi akan membantu organisasi untuk mengorganisir
semua kekuatan dan semua potensi sumber daya yang dimilikinya, untuk dapat
digunakan secara cerdas dalam menentukan dan mengidentifikasikkan posisi
gerakan, posisi lawan, cara untuk menghancurkan posisi lawan, hingga
agenda-agenda taktis apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dengan demikian Strategi dan Taktik memiliki beberapa fungsi
penting:
(1) Mengidentifikasikan Kawan dan Lawan
Dalam bergerak, kawan dan lawan harus diidentifikasikan secara
jelas. Posisi 'kawan' akan memudahkan organisasi dalam membangun aliansi dan
jejaring strategis yang bisa menjadi mitra dalam pergerakan, sementara lawan
akan memudahkan organisasi dalam menentukan apa yang mesti dilawan oleh
organisasi. Stratak akan mengidentifikasikan mereka secara lebih jelas. Ini
penting agar aksi-aksi mahasiswa tidak hanya memenuhi hasrat turun ke jalan,
tetapi juga dilandasi pemetaan posisi dan aktor yang jelas.
(2) Memberikan Acuan Waktu dan Cara Bertindak
Gerakan perlu memiliki timing dalam bergerak. Kapan
organisasi harus bergerak dan kapan ia harus berada dalam posisi diam. Dengan
stratak, acuan waktu dapat didefinisikan dengan jelas. Acuan waktu itu juga
akan menentukan cara apa yang ditempuh oleh organisasi. Tugas Kastrat-lah
untuk mendefinisikan hal-hal tersebut.
(3) Menentukan Target dan Capaian Gerakan
Gerakan perlu pula menentukan target apa yang akan dicapai oleh
gerakan. Target didefinisikan dengan jelas dan terang, tidak abstrak. Target
akan ditentukan melalui strategi dan taktik gerakan. Penentuan target yang
tepat akan memberikan acuan apa saja yang harus dilakukan gerakan, juga
penghalang apa yang kira-kira ada dalam pergerakan tersebut. Ini juga menjadi
tugas Kastrat untuk mendefinisikannya.
(4) Memberikan Tolak Ukur Evaluasi Gerak
Karena gerakan punya target yang didefinisikan dengan jelas, maka
acuan evaluasinya juga harus jelas. Ini perlu agar secara rutin organisasi
dapat mengevaluasi capaian pergerakannya sehingga gerakan tidak berhenti di
tengah jalan karena 'kehabisan bensin' tetapi juga perlu cara-cara yang
dipikirkan di awal untuk mengantisipasi fenomena semacam ini.
Sebagai contoh, organisasi bertujuan untuk mencabut UU
Pendidikan Tinggi. Maka, strategi untuk mencabut UU tersebut perlu dirumuskan,
beserta langkah-langkah taktis apa yang akan dilakukan untuk mencabut UU itu.
Organisasi perlu merumuskan cara apa yang akan ditempuh, waktu apa saja yang
digunakan untuk menghidupkan isu tersebut. Selain itu, targetan taktis dan
acuan evaluasinya juga perlu disiapkan, semisal pengajuan draft
gugatan ke
Mahkamah Konstitusi. dan lain sebagainya.
Perlu dicatat, Strategi dan Taktik perlu dirumuskan secara
fleksibel, memperhatikan keadaan mental dan sumber daya gerakan. Jika sumber
daya organisasi tidak memungkinkan, seperti kondisi staf yang tidak prima atau
kondisi eksternal yang kurang mendukung, organisasi tidak perlu memaksakan isu.
Berkonsentrasilah pada penguatan organisasi sembari menyiapkan gerakan yang
lebih besar.
Merancang Strategi
Bagaimana merancang strategi bagi gerakan? Ada banyak pilihan
yang sebenarnya bisa diambil atau dibuat oleh Kastrat secara kreatif. Sebab,
strategi akan menyesuaikan medan yang dihadapi oleh gerakan. Tetapi, secara
garis besar, ada beberapa hal yang mungkin bermanfaat sebagai panduan.
(1) Memetakan
Kondisi Lapangan
Langkah pertama yang perlu dilakukan Kastrat adalah memetakan
kondisi lapangan. Berarti, kader-kader Kastrat mesti mengetahui semua informasi
tentang isu yang dihadapi dan sudah dianalisis secara mendetail. Informasi
lapangan bisa didasarkan atas analisis dan data yang dimiliki oleh riset. Pemetaan
kondisi lapangan penting agar Kastrat tahu 'medan' seperti apa yang akan
dihadapi oleh gerakan.
Apa saja yang mesti dipetakan oleh Kastrat? Ada beberapa hal
penting. Pertama, aktor. Semua pihak yang
terlibat dalam sebuah isu harus dipetakan dan dilihat perannya, sekecil apapun. Kedua, lokasi. Kastrat harus tahu di
wilayah apa isu itu beredar dan seberapa besar dampaknya. Ketiga, situasi. Ini berarti Kastrat
harus memetakan bagaimana situasi gerakan yang ada di luar terkait penyikapan
isu tersebut dan bagaimana dampaknya bagi organisasi.
Sebagai contoh, jika Kastrat ingin menyikapi UU Pendidikan
Tinggi, maka Kastrat harus memetakan beberapa hal berikut: Pertama,
siapa saja yang terlibat? Kita mungkin akan menemukan: Bank Dunia, Dirjen
Dikti, Mahkamah Konstitusi, Universitas, DPR, BEM, Gerakan mahasiswa
ekstrakampus, dan lembaga masyarakat sipil. Kedua, ia berada di wilayah apa? Ia
bisa berada di wilayah nasional dan kampus, di mana di wilayah nasional ia
beroperasi di area hukum, dan di wilayah kampus area operasionalnya adalah pada
tata kelola perguruan tinggi. Ketiga, ia berada pada situasi politik
yang seperti apa? UU Pendidikan Tinggi, jika kita petakan, berada pada tarikan
isu banjir jakarta, kenaikan harga BBM, kenaikan TDL, dan isu lain yang lebih
menarik perhatian mahasiswa karena bisa menghasilkan gerakan yang lebih massif.
Dengan pemetaan yang komprehensif, kita bisa mengetahui dan
menempatkan posisi apa yang ingin diambil oleh organisasi pergerakan mahasiswa
dalam menyikapi isu tersebut. Ini perlu jadi bahan perhatian Kastrat.
(2) Mengetahui Kekuatan Organisasi
Setelah memetakan kondisi lapangan, hendaknya dipetakan juga
bagaimana kekuatan organisasi atau kekuatan jaringan untuk menyikapi isu yang
ada. Jangan bergerak tanpa kekuatan. Ini penting karena kekuatan organisasi
menjadi parameter gerakan apa yang akan dibuat oleh organisasi.
Salah satu tugas stratak adalah untuk mempertahankan dan
menambah kekuatan serta posisi sendiri. Dalam salah satu hukum stratak, pihak
yang kekuatannya kecil tidak boleh menyerang yang punya kekuatan besar. Oleh
sebab itu, perlu didefinisikan kekuatan organisasi untuk memastikan kekuatan
organisasi bisa memadai untuk melemahkan dan menghancurkan kekuatan serta
posisi lawan.
Bagaimana kita memetakan kekuatan organisasi? Yang bisa dilihat
adalah sumber daya apa saja yang dimiliki organisasi dan potensi sumber daya
apa yang bisa diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang sudah ada. Sumber
daya itu bisa sumber daya finansial (karena gerakan perlu 'bensin' agar tidak
mogok di tengah jalan), sumber daya manusia, atau sumber daya jaringan yang
bisa menutupi kedua sumber daya tersebut. Sumber daya ini akan jadi 'mesin'
yang menggerakkan gerakan dan roda organisasi ke depan.
Bagi Kastrat, penting untuk tidak terpaku pada sumber daya yang
konvensional tersebut. Kastrat bisa melipatgandakan sumber daya yang lain:
pengetahuan dan informasi. Keahlian dalam menganalisis dan mengumpulkan
informasi akan menjadi sumber daya baru dan bisa juga menjadi alat untuk merumuskan
strategi gerakan. Sebab, pertarungan di era kapitalisme global akan lebih
banyak ditentukan oleh siapa yang menguasai informasi dan bagaimana informasi
itu digunakan untuk memukul posisi lawan. Maka dari itu, pengetahuan menjadi
sangat penting.
Sebagai contoh, untuk mengawal kasus UU Pendidikan Tinggi,
organisasi perlu memikirkan sumber daya apa saja yang tersedia: seberapa banyak
informasi dan data tentang UU ini dikumpulkan, adakah ahli hukum yang bisa
mempreteli UU ini, berapa dana yang tersedia, dan potensi jaringan apa yang
dimiliki untuk mengawal isu ini. Kekuatan ini bisa saja dilipatgandakan jika
ada potensi sumber daya lain yang bisa diambil. Jika kekuatan bisa dipetakan,
kekuatan bisa diakumulasi untuk menjadi basis kekuatan baru gerakan.
Dengan memetakan kekuatan, organisasi bisa 'mengukur diri' untuk
selanjutnya memikirkan daya ubah apa yang kira-kira bisa diambil oleh
organisasi untuk mempengaruhi konstelasi sosial politik yang ada. Di sinilah
Kastrat memainkan peran yang sangat penting bagi gerakan mahasiswa.
(3) Menempatkan Posisi
Setelah pemetaan kondisi dilakukan dan kondisi objektif politik
sudah dapat didefinisikan, juga kekuatan organisasi sudah diketahui, Kastrat
perlu menempatkan posisi organisasi pada peta tersebut. Penempatan posisi
tersebut sangat erat kaitannya dengan sikap apa yang diambil oleh organisasi.
Sikap tersebut akan membelah peta: mana yang akan menjadi kawan -atau mitra
organisasi- dan mana yang akan menjadi lawan.
Pemetaan kawan dan lawan ini penting karena dalam peta
percaturan politik nasional, organisasi mahasiswa tidak bergerak sendiri. Ada
banyak organisasi lain yang juga punya kecenderungan sikap yang sama pada isu
tersebut. Persoalannya, apakah organisasi tersebut tergabung dalam aliansi
besar? Jika belum ada, bisa direkomendasikan pembangunan aliansi taktis di mana
organisasi akan terlibat di sana. Atau, jika sudah ada, organisasi bisa
bergabung, sesuai dengan visi misi dan kepentingan.
Sebagai contoh, kita bisa lihat penempatan posisi ini dari isu
yang dibahas. Jika Kastrat ingin menyikapi UU Pendidikan Tinggi, Kastrat bisa
menempatkan posisi gerakan. Apa sikap yang diambil oleh Kastrat? Jika sikapnya
adalah menolak, maka Kastrat bisa membangun aliansi dengan organisasi yang
menolak, masyarakat sipil, atau lembaga bantuan hukum (sebagai mitra untuk
mengambil posisi di MK). Dan 'lawan'-nya juga bisa didefinisikan secara tegas:
Bank Dunia, Kementerian Pendidikan Tinggi, fraksi-fraksi di DPR, atau
organisasi mahasiswa yang sehaluan dengan mereka.
Sehingga, dengan posisi ini, organisasi bisa membangun gerakan.
Tinggal bagaimana desain besar gerakan yang akan dibangun setelah menempatkan
posisi ini.
(4) Membuat Desain Gerakan
Setelah memetakan posisi dan kondisi lapangan, Kastrat perlu
membuat desain gerakan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, berbekal data
lapangan dan posisi, aktivitas-aktivitas gerakan perlu diset dalam jangka waktu
tertentu yang memudahkan organisasi untuk bisa mem-blow-up isu secara
konsisten. Di sini, tugas Kastrat penting untuk merumuskan secara garis besar
apa yang harus dilakukan oleh organisasi.
Desain gerakan pada dasarnya dibuat secara jangka panjang atau
menengah. Desain gerakan ini akan menjadi 'payung' dan dasar untuk merencanakan
agenda yang lebih taktis. Dengan demikian, desain ini perlu dirumuskan dalam
jangka waktu tertentu dan targetan-targetan yang bisa dicapai.
Semisal, dalam konteks pengawalan isu UU Pendidikan Tinggi,
Kastrat bisa merumuskan desain gerakan selama beberapa bulan. Misalnya, dalam
jangka waktu 2 bulan, organisasi punya target untuk memasyarakatkan penolakan
terhadap UU Pendidikan Tinggi di tingkatan daerah. Oleh sebab itu organisasi
bisa membuat beberapa format agenda, dari aksi-aksi kecil, diskusi publik,
konsolidasi, hingga aksi besar yang melibatkan semua jejaring dan aliansi
gerakan yang sudah ada.
Penting untuk diingat, fleksibilitas perlu jadi bahan perhatian.
Artinya, desain gerakan ini tidak saklekmelainkan perlu
juga memperhatikan beberapa alternatif. Jadi, selalu ada plan A, plan B, plan C
dan lain-lain dengan tingkat capaian yang tak jauh berbeda. Agar Kastrat tak
kecewa jika hasilnya tak sesuai rencana.
(5) Merencanakan Agenda Taktis
Setelah desain besar gerakan dibuat dengan target-target
tertentu, barulah Kastrat merencanakan agenda-agenda taktis. perencanaan agenda
taktis ini dilakukan dengan mempertimbangkan desain besar yang sudah ada dan
sumber daya organisasi.
Merencanakan agenda taktis berarti membuat list tentang apa saja agenda yang
bisa diprogramkan terkait pengawalan isu tersebut. Hendaknya agenda-agenda
tersebut dilaksanakan secara konsisten, tanpa terdistraksi oleh isu-isu lain
(kecuali yang memang sama-sama penting). Sehingga, dengan agenda taktis,
gerakan bisa lebih konkret dan kreatif. Agenda taktis juga akan berpengaruh
terhadap 'suhu' gerakan di tingkat yang ingin dipengaruhi.
Agenda-agenda taktis sangat berbeda dengan program kerja rutin.
Agenda taktis berarti membuat agenda programatik yang berada di bawah satu
desain besar untuk mem-blow-up isu gerakan. Artinya, agenda
taktis adalah implikasi dari penyikapan yang dilakukan. Sehingga, targetnya
bukan hanya terkait target kuantitatif (semisal, berapa peserta diskusi atau
seberapa banyak poster tersebar) tetapi juga bagaimana agenda tersebut
mempengaruhi kondisi sosial-politik yang ada.
Sebagai contoh, untuk mengawal isu UU Pendidikan Tinggi, Kastrat
bisa merencanakan aksi-aksi massa, baik dari satu organisasi ataupun yang
bersifat aliansi. Dengan adanya aksi, diharapkan media bisa meliput dan isu ini
jadi perbincangan di media. Selain aksi, Kastrat juga bisa menggelar diskusi
untuk mewacanakan isu UU Pendidikan Tinggi ke publik. Bisa juga melakukan
kajian terbuka yang isinya mengkritisi UU Pendidikan Tinggi. Agenda taktis
lain, bisa juga dengan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi sebagai
langkah politik mencabut UU tersebut.
Sehingga, dengan perencanaan yang matang, kita bisa mengukur
seberapa besar pengaruh gerakan yang kita rancang bagi mahasiswa, rakyat, dan
negara. Inilah peran besar Kastrat.
Mewacanakan Gerakan
Selain berkutat di perencanaan Kastrat juga perlu ambil bagian
di pewacanaan gerakan. Pewacanaan gerakan ini penting sebagai ajang untuk
menyampaikan sikap gerakan kepada publik, juga untuk menambah wacana baru yang
bisa dikaji untuk memperkaya gagasan yang sudah ada. Apa saja hal yang bisa
dikontribusikan oleh Kastrat sebagai bagian dari pewacanaan gerakan?
(1) Diskusi Publik. Diskusi
bisa dilakukan untuk menyampaikan sikap gerakan dan mengujinya kepada publik.
Dalam konteks gerakan, diskusi perlu menghadirkan perwakilan dari organisasi
dan penanggap. Diskusi perlu jadi semacam 'panggung' bagi gerakan untuk tampil,
tanpa melupakan proses dialog. Penanggap tidak harus 'tenar', yang penting ia
bisa memberikan respons secara proporsional bagi gerakan. Jangan sampai diskusi
terjebak pada formalitas. Jadikanlah ia sebagai panggung wacana bagi gerakan.
(2) Jejaring. Kastrat
juga bisa menggunakan jejaring organisasi untuk mewacanakan gerakan. Hal ini
bisa dilakukan melalui temu tokoh atau kunjungan ke lembaga yang bersangkutan.
Tujuan kunjungan ini adalah menggali dan mempertajam perspektif yang kita
gunakan untuk menganalisis isu. Kita juga bisa membandingkan cara pandang
mereka dan cara pandang organisasi ketika melihat isu yang diangkat. Kunjungan
juga berguna sebagai wahana memperluas jaringan. Sebelum bertemu dengan tokoh
atau berkunjung, siapkan materi dan list pertanyaan.
(3) Media Propaganda. Media
penting untuk menyampaikan gagasan secara tertulis dan menyebarluaskannya ke
kalangan yang lebih luas. Jika diskusi hanya bisa dilakukan kepada hadirin,
media bisa menjangkau mereka yang tidak datang diskusi atau mereka yang belum
tahu tentang isu yang diangkat. Oleh sebab itu,menjadi penting. Bentuknya bisa
berupa selebaran, pamflet, poster, komik atau buletin yang bisa dibaca. Gunakan
bahasa propaganda. Dengan adanya media sosial, propaganda juga bisa menggunakan
media maya. Kemampuan desain diperlukan di sini.
(4) Pernyataan Sikap. Kastrat
juga bisa berperan ketika aksi dengna membuat kertas pernyataan sikap.
Pernyataan sikap berbeda dengan press release. Pernyataan sikap memaparkan
dengan gamblang sikap gerakan kita dan rasionalisasi yang melatarbelakangi
sikap itu. Ia dibacakan oleh Koordinator Aksi di akhir demonstrasi dan tidak
untuk dibagikan ke wartawan. Yang dibagikan adalabh press
release yang
ditulis oleh Tim Humas sesuai dengan kaidah jurnalistik dan kehumasan.
Apa yang Dilakukan Sesudah Bergerak?
Terakhir, setelah bergerak, apa yang dilakukan? Evaluasi menjadi
sesuatu yang penting. Setelah menyusun agenda pergerakan dan menjalankannya,
organisasi perlu rehat sejenak untuk mengevaluasi pencapaian
selama ini. Evaluasi perlu dilakukan dengan melihat pencapaian atas strategi
yang dijalankan, apakah berhasil atau tidak.
Secara garis besar, ada beberapa hal yang bisa jadi acuan:
a. Jika semua taktik berhasil maka strateginya berhasil.
b. Jika Semua taktik gagal maka strateginya gagal.
c. Jika salah satu taktik gagal, maka strategi masih bisa
berhasil dengan syarat taktik yang lainnya berhasil, dan bersifat strategis.
d. Jika Sebagian taktik berhasil namun sebagian taktik
strategis yang lain gagal, maka strategi gagal.
Pada intinya, strategi dan taktik hanya instrumen dari
pencapaian tujuan dan cita-cita gerakan. Jangan jadikan alat sebagai tujuan.
Dan jangan salah dalam merumuskan tujuan. Jadilah, meminjam istilah Dahlan
Ranuwiharjo, jadilah seorang 'pejuang paripurna' yang selesai dengan iman dan
ilmu sebelum amal. [selesai]
0 comments:
Posting Komentar