Oleh: Ahmad Rizky M. Umar
Pernah bergiat di Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM
2008-2012
Salah satu fungsi utama Kastrat adalah menganalisis isu yang
beredar di masyarakat dan memberikan sikap. Analisis dan sikap menjadi dua sisi
mata uang dari aktivitas Kastrat. Sikap harus didasarkan pada analisis yang
tajam, sementara analisis juga harus berujung pada sikap gerakan. Begitulah
seterusnya.
Pembuatan analisis memiliki sedikit 'seni' yang harus
diperhatikan bagi para analis. Membuat analisis tidak sekadar menuliskan sikap
dalam kertas pernyataan sikap. Diperlukan kejelian bagi para pegiat Kastrat
untuk melihat sebuah permasalahan dan membedahnya sehingga bisa dijadikan
sebuah pertimbangan bagi penentuan sikap gerakan.
Apa itu Analisis Isu?
Menganalisis isu berarti mengurai data/informasi terkait sebuah
isu dengan sebuah pendekatan yang spesifik, sehingga akar masalahnya dapat
terlihat dan dapat disikapi oleh mahasiswa. Analisis isu memerlukan metode yang
tepat, pengetahuan yang logis, dan pendekatan yang sesuai. Metode, pendekatan,
dan pengetahuan itu bisa didapatkan oleh mahasiswa di bangku kuliah.
Menganalisis isu dapat diibaratkan seperti 'memasak' di dapur.
Koki tidak bisa sembarangan mencampur bahan. Ada cara-cara yang harus dilakukan
seperti menumis, memotong daging, hingga menggoreng atau mengukus.
Masing-masing cara berbeda, untuk menghasilkan makanan yang diinginkan. Begitu
juga dengan analisis. Kastrat perlu meramu
informasi, mencampurnya dengan hati-hati, menumisnya dengan pendekatan yang
diinginkan, hingga menggoreng informasi tersebut dengan metode analisis yang
jitu. Semuanya memerlukan kehati-hatian dan seni tersendiri, tak bisa
sembarangan.
Mengapa Sebuah Isu Perlu Dianalisis?
Analisis Isu diperlukan untuk memastikan sikap yang dikeluarkan
oleh organisasi benar-benar mewakili
kepentingan mahasiswa, tidak ditunggangi oleh kepentingan politik manapun.
Kastrat tidak bisa hanya mengandalkan media massa sebagai pertimbangan gerakan.
Seringkali, pemberitaan media dipenuhi oleh tendensi-tendensi tertentu yang
diolah melalui framing oleh pemilik media. Akibatnya,
pemberitaan menjadi bias kepentingan tertentu. Tugas Kastrat-lah untuk
menganalisis pemberitaan media tersebut, sehingga tidak semua berita menjadi
isu gerakan yang mesti disikapi. Ini akan tergantung pada analisis yang dibuat
oleh Kastrat.
Sebagai contoh, kita bisa melihat pemberitaan mengenai tragedi
Lumpur yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Pemberitaan di MetroTV pasti akan
menyebutnya sebagai 'Lumpur Lapindo', disertai dengan pemberitaan yang
menyudutkan PT Lapindo milik Bakrie sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Sementara itu, pemberitaan di TV-One lebih cenderung menggunakan istilah
'Lumpur Sidoarjo' dan melihat tanggung jawab berada pada pemerintah. Isu yang
diangkat sebagai berita sama, tapi arah pemberitaannya berbeda. Ini jelas tak
terlepas dari kepentingan politik redaksi koran yang bersangkutan.
Akan tetapi, bukan berarti Kastrat menolak pemberitaan media.
Berita tetap menjadi sumber informasi. Tetapi, berita itu sendiri perlu dilihat
secara kritis, dan untuk menjadikannya sebagai isu gerakan, Kastrat perlu
menganalisisnya secara cermat.
Jenis-Jenis Analisis
Analisis Isu bisa bermacam-macam. Hal ini akan sangat tergantung
pada tujuan analis Kastrat.
Secara umum, metode yang digunakan oleh seorang analis Kastrat
adalah metode kualitatif. Ia bisa berbentuk analisis isi (content analysis),
analisis wacana (discourse
analysis), analisis komparatif, dan lain sebagainya. Penting bagi
Kastrat untuk menentukan metode dalam menganalisis suatu data.
Jika menggunakan analisis isi, teknik yang dilakukan adalah
mengupas kata per kata dari pemberitaan/rumusan kebijakan dan melihat
konsekuensi logis dari kata per kata tersebut. Jika menggunakan analisis
wacana, yang dilihat bukan hanya isi teks dari kebijakan/pemberitaan, tetapi
jugadiscourse apa yang ditampilkan dari
kebijakan itu. Sementara jika menggunakan analisis komparatif, yang dilihat
adalah perbandingannya dengan tempat lain.
Saya akan memberikan tiga jenis analisis yang biasanya dilakukan
untuk menopang kebutuhan gerakan.
(1) Analisis Isi/Deskriptif
Jenis analisis ini adalah analisis paling standard dan mudah
bagi Kastrat. Analisis ini membahas secara mendalam terhadap isi (esensi) suatu
informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Dengan menggunakan analisis
ini, seorang analis akan melihat informasi berdasarkan 'apa yang tertulis' dan
hanya melihat implikasi-implikasi logis dari teks tersebut. Cara membacanya
sangat esensialis, dengan fokus pada sistematika dan substansi teks.
Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi,
analisis isi akan melihat UU ini pada substansi teksnya, apakah UU ini
bermasalah pada pasal per pasal atau tidak, serta bagaimana konsekuensinya.
(2) Analisis Wacana
Jenis analisis ini lebih tinggi tingkat kesulitannya. Seorang
analis akan melihat teks tidak hanya pada apa yang tertulis pada teks, tetapi
pada konstruksi wacana yang membentuk teks tersebut. Teks tidak dilihat pada
apa yang berada di dalamnya, tapi pada kontestasi pemaknaan yang membentuk teks
tersebut. Oleh sebab itu, analisis wacana akan memfokuskan pada bagaimana teks
tersebut dimaknai dengan membentuk rantai pemaknaan yang hegemonik pada teks
tersebut. Sehingga, teks bukan sesuatu yang 'apa adanya' tetapi lebih sebagai
sesuatu yang 'diisi' oleh satu format pemaknaan tertentu.
Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi,
analisis wacana akan melihat konstruksi wacana apa yang sebenarnya membentuk UU
ini, bagaimana ia beroperasi dalam pasal-pasal yang ada di UU itu, dan
bagaimana ia menghegemoni pemaknaan UU tersebut.
(3) Analisis Komparatif
Jenis analisis ini melihat sebuah informasi tidak hanya pada
konstruksi wacana atau substansi teksnya, tetapi bagaimana teks itu ada di
tempat lain dan apa konsekuensinya. Makna tidak hanya dibentuk di dalam teks,
tetapi harus dikontestasikan dengan teks/data/informasi lain. Dengan demikian,
sebuah informasi harus dilihat dengan cara membandingkannya dengan informasi di
tempat lain. Analisis ini memerlukan data dan informasi yang lebih valid dan lebih
kompleks, karena harus menggunakan dua jenis data yang berada pada tingkat yang
sama.
Sebagai contoh, ketilka ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi,
analisis komparatif akan melihat bagaimana UU ini di negara lain, bagaimana
substansi pasa-pasalnya dan bagaimana konstruksi wacana keduanya. Kesimpulan
analisis ini lebih berbobot karena informasinya yang sangat kompleks, tetapi
akan sangat melelahkan bagi seorang analis Kastrat.
Masih adakah jenis analisis yang lain? Tentu saja ada dan masih
dimungkinkan untuk berkembang. Seorang analis Kastrat bisa menemukan di tempat
lain. Tetapi, jangan terjebak pada pencarian metodologis: carilah jenis
analisis yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Komponen Analisis
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan 'bahan' alias
komponen-komponen tertentu. Apa saja komponen yang diperlukan oleh seorang
analis Kastrat ketika ingin menganalisis sebuah isu/permasalahanan?
(1) Informasi dan Data
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan informasi yang cukup.
Analisis harus didasarkan pada informasi yang benar. Ketidakbenaran informasi
akan menyebabkan analis sampai pada kesimpulan yang salah. Oleh sebab itu, seorang analis
harus memastikan informasi yang didapatkan benar-benar valid. Selain itu,
analis juga perlu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, agar hasil
analisis benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Data adalah informasi yang disistematisasikan. Untuk memudahkan
seorang analis, informasi yang sudah dikumpulkan perlu dipilah dan dibuat
menjadi data yang sistematis. Gunanya adalah ketika ingin dianalisis, seorang
analis akan mudah mengidentifikasi mana data yang penting dan mana yang tidak
begitu penting.
(2) Pendekatan/Perspektif
Selain mengumpulkan data dan informasi, analis Kastrat juga
perlu mengidentifikasi pendekatan apa yang akan digunakan untuk menganalisis
masalah. Pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan untuk
menginterpretasikan data. Jika mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendekatan adalah "usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai
pengertian tentang masalah penelitian". Pendekatan bisa diposisikan juga
sebagai perspektif, posisi kita untuk membaca sebuah permasalahan.
Pada intinya, pendekatan adalah posisi teoretik seorang analis
ketika ia berhadapan dengan sebuah data yang telah disajikan. Penting untuk
dicatat, pendekatan itu bisa dipilih dan tidak bersifat tunggal. Semua pendekatan
bisa digunakan untuk melakukan analisis, baik digunakan secara konsisten maupun
dikombinasikan dengan pendekatan yang lain. Kombinasi dan konsistensi
pendekatan itu akan ditentukan oleh teori apa yang digunakan oleh seorang
analis.
(3) Teori
Untuk memastikan pendekatan yang digunakan oleh analis itu
relevan dengan problem yang dihadapi, pendekatan perlu diperkuat oleh teori.
Menurut KBBI, teori adalah "pendapat yg didasarkan pd penelitian dan
penemuan, didukung oleh data dan argumentasi". Setelah informasi itu
didekati dengan cara pandang tertentu, cara pandang tersebut perlu diperkuat
dengan teori-teori yang relevan. Teori tersebut akan merujuk pada data yang
ada. Untuk berteori, seorang analis perlu memiliki pengetahuan yang cukup.
Untuk mendapatkan teori-teori tersebut, seorang analis dapat membaca buku-buku
yang relevan dengan isu yang dihadapi atau menggunakan aktivitas perkuliahan
untuk membantu. Jadi, tidak ada alasan bagi aktivis untuk meninggalkan ruang
kuliah.
(4) Metode Analisis
Setelah memilah dan memilih teori yang akan digunakan, seorang
analis Kastrat juga perlu menentukan metode apa yang akan ia gunakan untuk
menganalisis data/informasi yang tersedia. Metode adalah cara/teknik yang
digunakan untuk menganalisis sebuah permasalahan. Menurut KBBI, Metode adalah
"cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu
maksud". Ia adalah cara yang ditempuh oleh seorang analis untuk sampai
npada kesimpulan dan sikap gerakan dari analisis yang ia lakukan.
Pilihan-pilihan metode apapun sah, asal dilakukan secara
konsekuen oleh seorang analis Kastrat. Konsistensi atas metode akan memperkuat
sikap/posisi intelektual seorang analis Kastrat. Dengan pemahaman dan prosedur
metodologis yang sah, Kastrat akan dapat mempertanggungjawabkan sikap yang ia
hasilkan secara terbuka dan juga ilmiah.
Prosedur Dasar Analisis
Sebuah analisis memiliki prosedur-prosedur dasar yang perlu
diperhatikan. Prosedur ini tidaklah baku, tetapi bisa menjadi panduan dasar
bagi analis Kastrat untuk melakukan analisis secara lebih mendalam. Setidaknya,
saya memetakan ada empat prosedur mendasar bagi sebuah analisis Kastrat.
(1) Memilah Informasi dan Data
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, informasi adalah sesuatu yang
diterima oleh seorang analis dari sumber-sumber tertentu, sementara data adalah
informasi yang disistematisasikan. Perlunya mengumpulkan informasi dan
mensistematisasi data adalah untuk memberikan dasar argumen yang kuat. Informasi
bukan dasar untuk bergerak, tetapi ia dasar untuk memberikan argumentasi bagi
gerakan. Tanpa data, gerakan hanya akan terjebak asumsi dan mudah dipatahkan
oleh lawan bicara. Ini perlu diperhatikan oleh seorang analis Kastrat.
Informasi tak bisa hanya diambil begitu saja (taken for granted),
melainkan ia juga perlu dikritisi. Oleh sebab itu, penting bagi seorang analis
untuk memilah informasi dan data yang ada, mana yang fakta dan mana yang opini.
Seorang analis Kastrat perlu lebih jeli dalam melihat hal ini.
Fakta adalah informasi yang kebenarannya telah terbukti adanya.
Ia bisa berupa informasi angka atau kalimat yang menyatakan kebenaran.
Sementara itu, opini adalah sesuatu yang berasal dari pikiran seseorang dalam
membaca sebuah informasi. Asumsi adalah sesuatu yang masih berada dalam dugaan
pembuatnya. Dalam pemberitaan, opini dan asumsi seringkali masuk dalam
informasi yang diterima. oleh sebab itu, penting untuk dipilah terlebih dulu
informasi yang ada tersebut.
Bagaimana cara membedakan opini dan asumsi dengan fakta? Kita
lihat nilai kebenarannya. Jika ia sudah terbukti benar, tanpa ada syak
wasangka, maka ia adalah fakta. Fakta dibahasakan secara tegas dan bisa
dibuktikan kebenarannya. Jika ada data yang nilai kebenarannya tidak jelas, analis
bisa pisahkan datanya. Ia perlu dibuktikan terlebih dulu hingga benar.
Sementara opini berasal dari praduga seseorang. Ia berbeda dengan fakta dalam
penyampaiannya. Opini dibahasakan dengan ambigu dan menggunakan kata-kata
sifat.
Mari kita urai salah satu pemberitaan berikut:
"Dalam
UU PT, kata Nuh, pemerintah membuat beberapa aturan yang wajib dipenuhi untuk
perguruan tinggi asing yang ingin masuk ke Indonesia. Hal paling utama
diperhatikan khususnya adalah status akreditasinya. Pasalnya, hanya perguruan
tinggi asing dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia."
(Kompas, 12/7/12)
Pada pemberitaan itu, apa fakta dan opininya? Fakta yang bisa
diidentifikasikan: (1) M Nuh memberikan pernyataan tentang UU Pendidikan
Tinggi; dan (2) Di UU Pendidikan Tinggi, ada aturan tentang Perguruan Tinggi
asing. Dua hal ini jadi fakta karena terbukti kebenaranya. Sementara opininya
antara lain: (1) Status akreditasi diperhatikan dalam UU Pendidikan Tinggi; (2)
Hanya perguruan tinggi dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia. Dua hal
itu masuk sebagai opini karena ambiguitas, dimana statement pertama menyiratkan
kata 'diperhatikan' yang sangat subjektif, serta kaliman kedua menyatakan
'baik' yang adalah kata sifat.
Contoh-contoh serupa dapat kita lihat di berbagai pemberitaan
lain. Pada intinya, berita dan informasi harus dipilah, dipisahkan opini dan
faktanya, agar benar-benar bisa jadi pertimbangan. Opini yang ada dalam
pemberitaan perlu dipisahkan dulu agar tidak mengganggu frame berpikir analis. Dengan pemilahan,
analis bisa memberikan analisis secara lebih matang.
(2) Menentukan Perspektif
Kumpulan data saja tidak bisa menjadi dasar argumen. Ia harus
diinterpretasikan (ditafsirkan) agar akar masalah yang ada pada data tersebut
muncul. Oleh sebab itu, ia harus dilihat dari cara pandang tertentu. Inilah
yang di bagian sebelumnya kita sebut sebagai perspektif. Cara pandang ini akan
menentukan posisi analis, ia akan melihat data seperti apa dan dari posisi
mana.
Bagaimaa kita menentukan perspektif? Di sini, seorang analis
mesti mengetahui dan memahami tradisi berpikir apa saja yang bisa dijadikan
pijakan. Perspektif bisa dipelajari dan dibaca dalam beberapa literatur..
Secara garis besar, pendekatan analisis dapat dibagi ke dalam dua bentuk
pendekatan: struktural dan agensi. Pendekatan struktural melihat persoalan pada
kesatuan 'struktur' yang membentuk masyarakat, sehingga persoalan-persoalan
yang ada akan dilihat pada jalinan-jalinan pada kesatuan struktur tertentu.
Biasanya, pendekatan struktural banyak dipakai oleh kaum Marxis, Post-Marxis,
realis, dan sejenisnya. Sementara itu, pendekatan agensi biasanya melihat
persoalan pada kemampuan agen/aktor tertentu dalam sebuah persoalan, sehingga
persoalan yang ada akan dilihat pada aktor siapa yang bermain di sana.
Pendekatan liberal dan neoliberal biasanya menggunakan tipe pendekatan ini.
Menentukan perspektif harus dilakukan dengan melihat relevansi
perspektif itu terhadap kasusnya. Biasanya, hampir semua perspektif bisa
digunakan untuk menganalisis isu, tetapi ada juga perspektif yang tidak begitu
pas untuk membaca kasus tersebut. Penting untuk dilihat, seorang analis tidak
boleh berpretensi untuk menunggalkan satu perspektif sebagai satu-satunya
perspektif yang benar. Semua analisis akan mengarah pada bentuk kebenaran
dengan wajah yang berbeda. Persoalannya, tinggal konsistensi seorang analis
untuk menggunakan perspektif itu.
Sebagai contoh, untuk membaca informasi tentang Lumpur Lapindo,
seorang analis perlu memakai pendekatan tertentu: apakah ia akan melihat lumpur
itu sebagai kegagalan negara dalam menyelesaikan masalah internalnya (yang
berarti pendekatannya adalah realist) ataukah justru
ia akan melihat lumpur itu sebagai problem kapitalisme (yang berarti
pendekatannya adalah Marxis). Pendekatan nantinya akan menentukan metode apa
yang akan diambil untuk menganalisis kasus tersebut.
Mungkinkah perspektif yang digunakan bersifat kombinasi? Sangat
mungkin. Tetapi, perlu dicatat, kombinasi itu harus dilakukan secara selektif
dan konsekuen. Ini mungkin memerlukan kejelian dan keahlian yang lebih khusus
dari seorang analis. Yang jelas, konsistensi dan relevansi menjadi hal yang
sangat penting bagi penentuan perspektif yang digunakan.
(3) Membedah Data
Setelah menentukan perspektif, seorang analis kemudian akan
membedah data yang sudah ada dengan menggunakan teori-teori yang berasal dari
perspektif yang dipilih. Proses ini adalah yang paling penting dalam
keseluruhan proses analisis. Dengan membedah data, analis akan 'menafsirkan'
data yang sudah dikumpulkan untuk kemudian disimpulkan menjadi sebuah sikap
gerakan.
Dalam pemilihan teori, perlu memperhatikan (1) konsistensi sudut
pandang/pendekatan yang dipakai dan (2) relevansi dengan data yang ada. Teori
harus berada dalam satu sudut pandang yang konsisten. Jika sudut pandang yang
digunakan itu bersifat kombinasi, maka teori juga bisa mengambil kombinasi pada
sudut pandang tersebut. Konsistensi diperlukan agar penjelasan yang dihasilkan
dari analisis bersifat logis dan masuk akal, juga bisa dipertanggungjawabkan.
Selain konsistensi, relevansi juga penting, agar teori yang digunakan
benar-benar bisa menjabarkan data dan informasi yang ada dalam sebuah kerangka
penafsiran yang utuh.
Bagaimana kita menggunakan teori untuk menafsirkan data?
Semisal, kita mendapatkan beberapa data berikut:
1. UU Pendidikan Tinggi hak mengelola dana, mengangkat dosen
sendiri, atau mendirikan badan usaha dan mengelola dana abadi;
2. UU Pendidikan Tinggi memberikan dasar otonomi kampus;
3. UU Pendidikan Tinggi memfasilitasi pendirian badan usaha
ataupun kerjasama industri dari kampus.
Jika kita menggunakan perspektif Marxis sebagai pendekatan utama
untuk membedah data tersebut, kita akan memperoleh beberapa analisis berikut: Pertama, kampus diposisikan sebagai
entitas yang bersifat otonom dalam hal keuangan. Otonomi kampus ini menyebabkan
subsidi negara ke kampus dikurangi. Secara teoretis, jika melihat kerangka framework bank dunia (1994), pencabutan
subsidi negara menyebabkan pasar bisa ekspansi sampai ke dalam kamps. Kedua, Kampus menjadi instrumen untuk
melakukan 'akumulasi kapital' dengan pendirian badan usaha dan otonomi yang
memungkinkan kampus bisa menjadi komersial. Ketiga, mengadcu pada dua analisis di
atas, politik pendidikan tinggi Indonesia diarahkan pada semangat untuk
meneguhkan hegemoni pasar dan menjadi bagian dari akumulasi kapital, menjadikan
pendidikan sebagai komoditas.
Contoh teori itu adalah pada perspektif Marxis. Jika organisasi
pergerakan punya perspektif yang lain, bisa digunakan. Untuk menggunakan teori
secara tepat, seorang analis Kastrat harus membaca literatur yang terkait
dengan perspektif tersebut. Bacalah dari sumber utama dan kontekstualisasikan
dengan kasus yang akan dibedah. Terpenting, perspektif itu digunakan secara
konsekuen dan memang benar-benar bisa dijadikan alat untuk membedah data secara
komprehensif. Hal ini akan memerlukan kejelian dan keterampilan pegiat Kastrat.
(4) Generalisasi dan Kesimpulan
Setelah dibedah, teori akan digeneralisasi dan disimpulkan.
Penarikan kesimpulan ini mesti dilakukan dengan prosedur penarikan yang logis.
Oleh sebab itu, pentin bagi seorang analis Kastrat untuk membekali diri dengan
ilmu logika sederhana. Penarikan kesimpulan yang logis adalah ditarik dari
pembedahan data yang sudah ada. Jangan sampai, ada inkonsistensi antara
analisis yang sudah dilakukan dengan kesimpulan yang ditarik.
Sebagai contoh, kita bisa menarik kesimpulan dari analisis yang
sudah dibedah sebelumnya: tentang UU Pendidikan Tinggi. Jika menggunakan
perspektif Marxis, maka kesimpulannya adalah UU Pendidikan Tinggi adalah bagian
tak terpisahkan dari sistem sosial kapitalisme. Ia akan punya konsekuensi
berupa komersialisasi dan liberalisasi penddikan yang merupakan turunan dari
kapitalisme tersebut. Penarikan kesimpulan ini sifatnya sederhana: lihatlah
analisis yang sudah dibedah sebelumnya dan lihat konsekuensi apa saja yang
muncul dari analisis itu. Kesimpulan akan menuntun kita pada sikap gerakan yang
akan diambil dari analisis tersebut.
Bagaimana Menentukan Sikap Gerakan?
Setelah kesimpulan dari analisis ditarik, tibalah giliran
seorang analis Kastrat untuk menentukan sikap gerakannya. Sikap ini adalah
'garis finish' dari analisis isu yang dibuat oleh Kastrat. Berbeda dengan
proses sebelumnya yang bisa mengambil jalan memutar, sikap harus tegas.
Katakanlah A adalah A dan B adalah B. Tetapi, tentu saja, dengan
mempertimbangkan hasil analisis sebelumnya.
Secara garis besar, ada tiga sikap yang bisa diambil oleh
organisasi pergerakan mahasiswa terkait dengan isu yang dibahas.
(1) Menerima. Jika
hasil analisis sesuai dengan kebijakan, maka keputusan untuk 'menerima' tak
perlu malu untuk diambil. Katakanlah dengan tegas, menerima. Akan tetapi,
jangan menerima secara utuh. Berikanlah catatan kritis terkait dengan apa yang
harus dilakukan jika menerima. Jangan sampai, organisasi pergerakan hanya
menerima tapi tak mengerti mengapa ia menerima dan apa konsekunesinya.
(2) Menolak. Ini
sikap mayoritas gerakan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Jika ternyata
analisis dan hasil kajian menyatakan tidak sependapat dengan kebijakan
pemerintah, maka tolaklah kebijakan itu. Tetapi, tentu saja, tidak menolak
secara buta. Berikanlah argumentasi penolakan dan langkah gerak apa yang akan
dilakukan untuk mengawal penolakan itu. Atau, bisa juga memberikan alternatif
kebijakan yang perlu dilakukan. Pada intinya, jangan beri cek kosong dan jangan
pula menolak asal beda. Tolaklah secara kritis.
(3) Menunda Penyikapan. Sikap
ini agak jarang diambil oleh mahasiswa, dan kadang bisa tertukar dengan
'bingung menyatakan sikap'. Menunda penyikapan bukan berarti tidak bersikap.
Menunda berarti memutuskan untuk tidak menyikapi sebuah isu dan menunggu sampai
ada kejelasan. Hal semacam ini bisa terjadi karena informasi yang tidak tuntas,
perdebatan yang belum selesai di internal organisasi, atau bisa juga karena
pokok persoalannya bukan di sana. Dalam isu-isu yang punya potensi politis dan
konflik tinggi, sikap ini bisa diambil, untuk mematangkan kajian. Karena,
bersikap dengan pertimbangan yang lemah hanya akan menyeret gerakan mahasiswa
ke dalam politik elit yang liar. Tetapi, tentu saja, bersiaplah dengan
tekanan-tekanan politik yang akan muncul.
Dengan
penyikapan, Kastrat akan menjadi lebih powerful. Gerakan akan lebih punya nyawa
dan akan lebih tegas dalam bersikap. Jadikanlah analisis sebagai senjata utama
gerakan. Jadi, tidak ada istilah 'bingung dalam bersikap', bukan? Bergeraklah
atas dasar pengetahuan, kawan! [bersambung]