Jumat, 21 Maret 2014

Kegiatan Kemahasiswaan sebagai Akselerasi menuju Interprofessional Education

Kesehatan merupakan salah satu pilar penopang bangsa. Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari taraf hidup kesehatan bangsanya. Hal ini dikarenakan, seseorang yang sehat dapat melakukan banyak hal produktif, menciptakan karya-karya baru, berinovasi menembus batas ruang dan waktu. Sedangkan orang yang kesehatannya terganggu akan lumpuh aktivitasnya. Jika hal ini terjadi dalam masyarakat Indonesia dalam skala yang besar, maka akan melumpuhkan perekonomian negara dan akan berimbas pada sektor-sektor lainnya. Oleh sebab itu, kesehatan tidak dapat dipandang sebelah mata.
            Betapa pentingnya faktor kesehatan dalam penopang kehidupan suatu bangsa, maka seluruh aspek dalam kesehatan ini harus dipersiapkan. Mulai dari sarana prasarana kesehatan yang memadai, praktisi kesehatan yang mencukupi sampai pada penatalaksanaan teknis di lapangan. Jumlah rekapitulasi SDM kesehatan yang ada di Indonesia yang tercatat di kementrian kesehatan tahun 2013 mencapai 668.522 orang untuk berbagai macam praktisi kesehatan, mulai dari dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, perawat gigi, apoteker, kesmas, bidan, ahli gizi, pembatu pelayanan teknis dan lain-lain.
             Sistem kesehatan di Indonesia memang dinilai belum ideal. Banyak kendala yang dihadapi saat di lapangan, misalnya belum tersebarnya praktisi kesehatan secara merata di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan, terkadang terjadi egosentris keprofesian yang tinggi sehingga sinergisasi antar praktisi kesehatan tidak terjadi padahal untuk memberikan suatu layanan kesehatan yang prima perlu terjadinya sinergisasi diantara profesi kesehatan yang bekerja dengan kompetensinya masing-masing. Akibat dari ketidaksinergisan ini, terjadilah mal praktek karena pelayanan praktisi kesehatan yang tidak pada kompetensinya. Sejak 2003 hingga 2006, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan telah menerima 373 kasus kesehatan dari seluruh Indonesia, 90 kasus diantaranya malpraktek. Berdasarkan data yang dimiliki LBH Kesehatan, sampai dengan empat tahun terakhir, jumlah kasus yang LBH Kesehatan tangani rata-rata meningkat sekitar 80 persen.
            Adanya masalah dan kendala yang dihadapi saat ini di Indonesia haruslah menemukan solusi secara tepat dan efisien. Para praktisi kesehatan sejak mahasiswa harus sudah diajarkan untuk berkolaborasi dengan praktisi kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Sehingga lahirlah metode pembelajaran kurikulum IPE atau Interprofessional Education. Interprofessional education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi. Untuk mengikis egosentrisme profesi bukanlah merupakan hal yang mudah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya di Indonesia selama ini profesi perawat, bidan, apoteker, ahli gizi dan ahli kesehatan masyarakat masih menjadi sub-ordinat profesi dokter. Egosentrisme profesi merupakan sikap mental, karakter, dan produk budaya. Untuk itu diperlukan suatu perubahan dan titik utamanya adalah melalui proses interprofesional education yang dimulai sejak proses pendidikan dari masing-masing tenaga kesehatan.
Menurut Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002) menyebutkan, IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain dan mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. Dari definisi diatas, pelaksanaan IPE kedalam bentuk teknis akan menjadi sangat luas. IPE bisa didefinisikan dengan melaksanakan praktek medikasi yang sesungguhnya kepada pasien. IPE juga bisa dilakukan dengan metode pembelajaran bersama antar jurusan kesehatan. Tetapi, jika mendeskriditkan definisi IPE pada dua aspek diatas, akan banyak sekali kendala yang dihadapi terutama masalah dana, infrastruktur dan kurikulum yang tentunya harus dirubah. Itu sebabnya pelaksanaan IPE di berbagai universitas menjadi terhambat.
Sembari menunggu perbaikan terjadi, kita bisa memulai pelaksanaan IPE dalam skala kecil dan dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Kegiatan kemahasiswaan hari ini hadir dengan kreatif dan inovatif. Hadir sebagai media pengembangan mahasiswa-mahasiswa nya. Akan tetapi jarang yang memanfaatkan media ini untuk melakukan Interprofessional Education, padahal sejatinya hal ini sangat memungkinkan. Banyak kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk pengoptimalan skill profesi nya masing-masing, tapi jarang yang menggunakannya untuk berkolaborasi antar profesi. Misalnya kegiatan pengabdian kepada masyarakat di fakultas farmasi berupa konseling obat kepada masyarakat, kampanye-kampanye tentang penggunaan obat yang rasional, dll. Kegiatan semacam ini padahal bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan jurusan lainnya semisal kedokteran yang melakukan pengobatan gratis, keperawatan dan kesehatan masyarakat yang melakukan penyuluhan tentang pola hidup bersih dan sehat, dll. Ketika kegiatan-kegiatan semacam ini dikolaborasikan, akan banyak sekali dampak yang bermanfaat. Disatu sisi, kegiatan yang dilakukan akan semakin ramai karena dilakukan bersama-sama. Dilain pihak kita bisa belajar tentang swamedikasi yang baik dan benar sesuai dengan dengan porsi nya masing-masing, sekaligus mulai menginisiasi dalam penerapan Interprofessional Education

Jaya Sukmana

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Posting Komentar

 
biz.